Tampilkan postingan dengan label Merekam Nanda. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Merekam Nanda. Tampilkan semua postingan

Kamis, 21 Maret 2013

Harus Bahagia

Menjalani dua kehamilan sebelumnya dengan gagah perkasa, tak ada keluhan berarti dan tentunya limpahan perhatian dari seluruh keluarga terutama suami sungguh sebuah anugerah besar. Dikehamilan pertama nuansa perjuangannya jelas lebih kental, pengalaman pertama dan saat itupun masih coass. Belum lagi si Sulung berjalan, aku sudah hamil lagi. Alhamdulillah pada kehamilan kedua suasana kerja di Puskesmas sangatlah bersahabat. Saat melahirkanpun semuanya lancar dan menyenangkan. 

Namun jangan ditanya kisah seru saat membesarkan dua batita (bawah tiga tahun) sekaligus dalam satu rumah, meski banyak pertolongan tapi energiku sungguh terkuras. Bisa dibilang kala itu aku angkat tangan. Kasian anak-anak kalau tak mendapat porsi selayaknya #aduhai semoga ini bukan alasan yang dibuat-buat. Akhirnya akupun menggunakan alat kontrasepsi. Beberapakali berganti karena ternyata tak langsung cocok. Inginnya, setelah lewat masa balita (bawah lima tahun) kedua anakku, aku segera hamil lagi. Mana lagi dulu saat mengajukan izin untuk bisa ikutan jadi petugas haji, suami mengajukan syarat bila anak-anak sudah berumur diatas lima tahun. Pas sangat, batinku.

Ternyata eh ternyata proposal kita tak selamanya sama dengan skenarionya Allah ya... Manusia hanya bisa berencana. Jadi sejak pulang bertugas Januari 2011 lalu, aku sebenarnya tidak pakai si kontrasepsi apapun lagi. Bahkan disela kesibukan bertugas di dua tanah suci selalu kuselipkan do'a agar Allah mengizinkan aku untuk bisa hamil lagi sepulang ke kampung halaman nanti. Dengan segenap pengharapan dan kesungguhan. Serangkaian usaha juga kulakukan. Minum suplementpun dilakoni. Tapi baru setelah waktunya pas menurut-Nya, yaitu lewat dua tahun aku baru hamil lagi.

Kini, saat menjalani kehamilan ketiga, setelah sekian lama waktu berlalu, tak membuatku membedakan perlakuan. Aku anggap sama, dengan tetap menjalankan aktivitas ini dan itu tanpa pengurangan. Syukurnya Allah sangat sayang padaku, diberinya peringatan bahwa kehamilanku kali ini membutuhkan perlakuan yang berbeda. Umur tak bisa ditipu. Maka saat pekan-pekan lalu aktivitasku masih dipuncak, aku ya sempat ngeflek. Deg, kagetnya diriku. Sampai pucat kata banyak kawan kantor yang melihatku hari itu. Sungguh bukan pucat karena darah yang keluar, karena itu jumlahnya hanya seuprit, jadi pucatnya sempurna karena cemas.
 
Asli aku benar-benar cemas, sepanjang jalan ke RS siang itu tak putus do'aku, tak henti-hentinya juga menyemangati diri ini untuk terus berjuang, agar bisa bertahan melawan rasa mules dan pegal disekujur panggul. Akhirnya kata-kata dokter SpOG kuturuti. Bedrest seminggu, syukurnya aku diperkenankan untuk melakukannya di rumah. Semua resep obat aku minta di tebus penuh #tumben, sebab kebiasaanku hanya memilih obat yang kusuka saja, bukan contoh yang baik. 
 
Sampai di rumah langsung disiapkan segala sesuatunya untukku menjalankan aksi 'bedrest', hanya boleh bangun untuk aktivitas mck dan sholatpun sebisanya dalam posisi duduk. Sampai tak ada lagi flek baru bisa lega duduknya, pesan dokter SpOG. Surat izin ke kantorpun dibuat untuk seminggu. Anak-anak dikondisikan oleh Abinya untuk mendukung program bedrestku. Yunda dan Hamas yang memang sudah sangat berharap punya adik dan sudah bisa diajak diskusipun menyanggupi. Mereka bahkan siap siaga bila sedang berada di rumah. Dari mengambilkan minum atau mengajakku bercerita. Yunda bahkan sudah bisa membuatkanku susu. Senangnya. 

Tapi senyaman apapun yang namanya kita biasa beraktivitas terus mendadak disuruh mantap tak boleh kemana-mana ya bosan juga. Asli jenuh. Syukurnya hari kedua sudah aman, walaupun belum berani kemana-mana tapi paling tidak aku sudah leluasa untuk duduk atau sekedar makan ke meja. Anak-anak tentu senang dengan perkembanganku, setiap pulang sekolah Hamas selalu menanyakan khabarku dan adiknya dengan gaya yang lucu. Dan yang gemas, mereka yang saat aku hanya terbaring tak berani bikin onar gaduh, saat melihatku sudah pulih ya balik lagi dong ke aslinya. Namanya juga anak-anak. Aku panggil mereka dengan nada tinggi stop, tak lama berantem lagi. Lucu juga, tapi ya mereka cepat ingat kalau aku sudah memanggil. 

Pernah karena kesalnya aku panggil mereka ke kamar, kuminta diam di kamar bersamaku. Aku ajak mereka bicara, sampai akhirnya Hamas minta maaf karena tadi sudah membuatku marah. Setelahnya dengan nada sok bijak Hamas mengajak Yundanya berdamai "Yunda, aku minta maaf ya, ngak mau ribut-ribut atau rebutan lagi." Geli aku. Yundanya cuma nyengir, dalam hal mengungkapkan sesuatu dengan kata-kata Hamas memang lebih jago. Setelahnya kuizinkan mereka main lagi. Saat mau keluar kamar Hamas menciumku, seraya berkata, "Supaya Ummi sehat, Ummi harus bahagia." Ahaaa Nak, mendengar kata-katamu itu saja sudah sangat membuat aku bahagia. Luar biasa, harus bahagia. Itu benar adanya. Seseorang yang bahagia bisa membaginya kepada sekitar bukan?

Ya inilah ceritaku sepanjang bedrest kemarin. Alhamdulillah sekarang semuanya sudah berjalan normal kembali, sudah masuk kantor dan beraktivitas seperti bisa. Bedanya sebelum bedrest mualnya nyaris tak ada, sekarang justru mualnya nyaris tak mau hilang. Semoga hanya untuk waktu yang singkat saja. Biasanya masuk trimester kedua semua rasa mual itu lenyap, berdasarkan pengalaman orang-orang, sebab dua kehamilanku sebelumnya tak ada rasa itu, semuanya aman terkendali. Lahap tak ada fase mual dan juga tanpa ngidam.

Ternyata benar cerita seorang senior yang iapun saat hamil anak ketiga, dua anaknya sudah besar bahkan > 10 tahun, jadi kedua kakaknya sangat menyayangi si adik. Semasa kehamilanpun mereka sudah bisa menunjukkan sayangnya. Tak lagi berusaha merebut perhatian si Ibu. Karena mereka sudah bisa mandiri dan sudah lama mengharapkan kehadiran seorang adik yang akan meramaikan suasana rumah lagi. Sepertinya ini pula yang terjadi di rumah kami. Mohon do'anya ya, semoga semuanya lancar dan bahagia :D

Senin, 11 Maret 2013

Tentang Akang Kami

Dari rumahnya Keluarga DeyFikri disuguhi kisahnya Aa' Fauzan tentang Akang dan Neng. Bikin mesem, mumpung lagi buka laptop sekalian dech berbagi cerita juga tentang Hamas.

Hamas dan Yundanya berselang umur tak sampai 2 tahun, sejak Hamas lahir kami memang membiasakan untuk memanggil Yunda pada si Sulung, yang sebelumnya kami panggil Tsabitta. Nah karena panggilan Yunda lebih simple jadilah ia juga melekat sebagai panggilan sesama kawan-kawan sampai ke Sekolahnya. Tapi kan panggilan Yunda memang tak aneh di Palembang, sebab itu sama saja dengan panggilan Mbak kalau di Jawa atau kalau Uni jika di Padang. Maka wajar dong tak pernah ada yang bertanya atau sekedar koment.

Lain halnya dengan Hamas, yang biasa kami panggil Akang. Sering kami dapat lontaran pertanyaan, ya dari keluarga juga dari kawan-kawan.  

"Kok dipanggil Akang ya?" 

atau  "Akangkan buat orang Sunda ya, emang punya darah Sunda dari Kakek Neneknya?"

Malah ada lho yang sengaja bertanya lewat sms, 

"Mbak orang Sunda kah? Kok anaknya dipanggil Akang?" 

Jawabanku ya acapkali juga beragam, tergantung siapa yang bertanya juga. Pernah cuma kujawab,

"Memangnya kalau bukan orang Sunda nggak boleh pakai panggilan Akang ya?"

Ya tapi begitulah, banyak orang heran kalau belum kujelaskan, udah kayak apaan yak? asli lebayy...

Jadi ceritanya waktu Aviq sepupunya lahir, ya saat adik ketigaku melahirkan sulungnya, Hamas kami berumur 2 tahunan, ngomongnya masih cadel tapi sudah cerewet. Kamipun bilang, ini sekarang sudah jadi Abang Hamas. Echh tanpa diduga Hamas menjawab, "ndak mau, Akang aja". Jadi kami kira Hamas maunya dipanggil Kakak. Eh dianya tetap ogah, pilihan katanya tetap Akang. Ya kami ngikut saja. Awalnya kami kira akan berubah, ternyata sampai sekarang Hamas tetah teguh pendirian cuma mau dipanggil Akang Hamas. Yo wess.

Entah dapat dari mana, yang jelas dulu sebelum Yunda lahir aku sich panggil Abinya anak-anak Aa'. Walaupun Aa' juga buat sebagian orang adalah panggilang khas Sunda tapi di Palembang juga biasa memanggil Kakak dengan sebutan Aa'. Dan si Aa' dulu memanggilku Dinda, cieee padahal kan nggak ada yang nanya ya... jadi dulu kalau lagi romantis manggilnya "Nda" namun kalau agak kesal manggilnya "Din" heheee, aku sampai bisa membedakan nadanya, sekalian mengenang masa lalu ni gara-gara Ibu Dey.

Balik ke Akang Hamas kami, sebenarnya sejak anak-anak masuk SD, lupa ya tepatnya, Yunda yang awalnya ikutan manggil Akang jadi ganti lagi manggil Adek. Entah kenapa, kalau ditanya sebabnya "Ya iya lah Hamas itu kan adikku" jawabnya. Nah tapi sejak 3 minggu yang lalu, sapaan Akang kembali menguat, cailee udah kayak skor tim sepakbola. Apa pasalnya? Iya sebab baru hampir sebulan ini Hamas resmi mau punya adik. Ya sekalian mengabarkan pada sahabat semua terutama pada si Uncle, yang menanyakan khabarku, bahwa aku hamil 7 masuk 8 minggu.

Mohon do'anya ya, daku lagi menikmati masa "agak mabok dikit" ceritanya :D

Jumat, 19 Oktober 2012

Alasan Cuci Tangan Pakai Sabun

Di Indonesia penyakit cacingan tersebar luas di pedesaan dan di perkotaan dengan prevalensi semua umur 40%-60% dan murid SD 60-80%. Survei Depkes RI di 10 propinsi di Indonesia menemukan prevalensi kecacingan di Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2003 (85,8%) dan tahun 2005 (51,4%) lebih tinggi dari kabupaten lain.

Angka infeksi kecacingan tinggi dipengaruhi oleh kebersihan diri, sanitasi lingkungan dan kebiasaan penduduk. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan perilaku cuci tangan pakai sabun dengan kejadian kecacingan pada murid SD Kabupaten Pesisir Selatan. Penelitian dengan desain cross sectional ini menggunakan data sekunder hasil survei kecacingan Depkes RI tahun 2005, jumlah sampel 257 orang.

Diagnosis penyakit kecacingan ditegakkan berdasarkan pemeriksaan telur cacing pada tinja dengan metode Katto-Katz. Hasil penelitian menunjukkan perilaku cuci tangan memakai air dan sabun sebelum makan terbukti berhubungan bermakna dengan kejadian kecacingan (OR=2,35, 95% CI=1,40-3,94), variabel lain yang berhubungan bermakna adalah perilaku BAB tidak dijamban dengan nilai OR = 2,64 (95%CI=1,46-4,77) dan perilaku jajan bukan di warung sekolah (OR =1,96; 95% CI=1,06-3,65).

Untuk itulah mengapa murid SD, anak-anak dan masyarakat disarankan mencuci tangan sebelum makan dengan air dan sabun. Bukankah penyuluhan kesehatan untuk peningkatan PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat) pada anak-anak dan kita semua lebih penting daripada mengobati bila sudah terlanjur terjadi penyakit?

Ini cara mencuci tangan pakai sabun yang baik dan benar, *Ooya stikers atau poster serupa ini banyak di Puskesmas atau tempat pelayanan kesehatan lho, pernah lihat kan?

Mudah ya...

Harus mudah dong, sebab program ini diharapkan bisa dilakukan oleh anak-anak tampa bantuan orang lain. Bila belum, ayo kita ajarkan anak-anak kita dirumah :)

Sampai saat ini ternyata bukan hanya anak-anak saja yang malas untuk mencuci tangan, sebagian besar orang dewasa juga masih sulit untuk membiasakan diri untuk mencuci tangannya. Karena itulah kampanye pentingmya mencuci tangan melalui media kepada masyarakat luas harus terus di lakukan.


Padahal bibit penyakit biasanya masuk ke tubuh kita melalui 2 jalan. Yang pertama adalah melalui tangan dan satu lagi melalui hidung. Dengan mencuci tangan dengan air yang mengalir dan sabun secara rutin maka secara otomatis tubuh kita akan terlindung dari bibit penyakit yang masuk melalui tangan.

Berikut adalah 5 fakta pentingnya melakukan cuci tangan dengan memakai sabun:
  1. Mencuci tangan dengan menggunakan air saja tidak cukup karena lemak dan kotoran masih menempel di tangan.
  2. Mencuci tangan dengan memakai sabun selain menghilangkan lemak dan kotoran yang menempel ditangan juga akan mencegah timbulnya berbagai penyakit yang disebabkan oleh kuman, seperti radang tenggorokan, masalah saluran pernafasan, disentri, diare, iritasi kulit, biang keringat, mata merah, jerawat, bau badan, dan tipus.
  3. Setelah ke jamban dan sebelum menyentuh makanan (sebelum mengolah atau memakan makanan) adalah saat-saat yang sangat penting untuk mencuci tangan dengan memakai sabun karena dapat menghilangkan kuman yang menempel ditangan.
  4. Membiasakan diri mencuci tangan dengan memakai sabun adalah kegiatan preventif yang paling murah dan efektif dan dapat mengurangi biaya pengobatan kesehatan kita.
  5.  Kebiasaan cuci tangan pakai sabun sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan karena penyakit yang disebabkan oleh kuman seperti diare seringkali membuat para siswa tidak masuk sekolah. Salah satu penelitian yang dilakukan diluar negeri menunjukkan membiasakan cuci tangan pakai sabun bisa mengurangi absesi sekolah sekitar 42 persen.
Dan melalui Facebook, Lifebuoy mengajak kita semua untuk mendukung gerakan cuci tangan pakai sabun ini. Untuk setiap pledge/like di Lifebuoy Facebook berarti Anda sudah menyumbang Rp 1000 untuk donasi fasilitas cuci tangan di sekolah yang kurang mampu. Selain itu Lifebuoy juga memberi kesempatan untuk Anda mengikuti program perbaikan fasilitas cuci tangan di sekolah-sekolah di Indonesia yang akan diselenggarakan pada 15 Oktober 2012. Sudah lewat, tapi tak ada kata terlambat, untuk melakukan satu kebiasaan baik.

Sudah ikutan nge-LIKE? 

Senin, 15 Oktober 2012

Kompetisi Jarimatika Ceria

Jarimatika adalah sebuah metode menarik dalam belajar matematika. Sebab disini seseorang hanya mengandalkan 10 jari tangan yang memang dikaruniakan Sang Maha Tahu, tak perlu alat bantu khusus semisal kalkulator atau lidi yang dipotong pendek-pendek, seperti aku kecil dulu *ngaku... 

Matematika adalah salah satu pelajaran yang aku sukai sejak kecil, mungkin karena bisa aku kuasai dengan baik berkat dukungan kedua orangtua. Contoh saja, aku masih ingat Papaku pernah membuatkan potongan lidi pendek untuk alat bantu menghitung diawal aku masuk sekolah dasar. Mamaku rajin memotivasiku untuk hafal perkalian juga saat mulai masuk SD #sebuah kenagan yang selalu mampu membuatku berdo'a buat kedua orangtua terkasih, semoga Allah selalu menyayangi mereka di dunia dan diakhirat kelak... Kemampuan matematika juga yang membuatku cepat punya kawan saat masuk SMP, padahal tak ada seorang temanpun yang aku kenal diawalnya. Ya matematikalah yang sedikit banyak membuatku populer dikalangan teman bahkan guru di SMP dulu #sebuah kenangan bernuansa kenarsisan, abaikan, malu <img style='border: 0; padding:0'  src='http://us.i1.yimg.com/us.yimg.com/i/mesg/emoticons7/101.gif'/> 

Maka tak heran anak-anakku juga sejak kecil suka dan menguasai matematika, tak ada istilah matematika itu sulit buat mereka. Apa ada hubungannya dengan bakat turunan? Entah... Jadi jujur awalnya aku tak pernah terfikir untuk mengikutkan mereka di les-les berhitung. Cukup belajar di rumah saja bersamaku, seperti halnya membaca dan mengaji. Namun saat kelas III lalu Yunda diajak para sepupunya untuk ikut les jarimatika aku berulang kali memastikan, bahwa Yunda harus serius, harus sampai tamat. Setahuku ada IV level di Jarimatika. Bukannya aku terobsesi agar Yunda bisa ikut olimpiade matematika atau sejenisnya lho... 

Tapi yang penting menurutku belajar sampai tuntas, belajar tak boleh setengah-setengah. Bukan hanya sekedar ikut-ikutan. Dan Yunda membuktikan itu, saat para sepupunya satu per satu berhenti les di pertengahan level 2, Yunda berusaha tak terpengaruh. Tapi akhirnya kelasnya bubar juga, dan aku akhirnya memutuskan untuk mencari guru privat yang mau datang ke rumah kami. Agar tak berat, akupun mengajak anak-anak tetangga. Alhamdulillah baru mulai lagi September lalu, ba'da iedul fitri.

Hamas tentu saja ikutan, mulai dari level 1 dong... Semangatnya tak kalah dengan Yunda. Sekali lagi niatku bukan ingin membuat mereka jadi pakar matematika, tapi metode yang dipakai di jarimatika sungguh menarik minat, membiasakan anak-anak tak memakai alat bantu untuk berhitung. Membuat mereka cepat dan terlatih dalam berfikir. Pada anak-anakku sebenarnya agak telat juga memulainya, sebab saat masuk SD bahkan ada yang sejak TK sudah banyak yang menguasai metode jarimatika ini. Anaknya Yuk Susan, Adit yang sekelas Yunda sudah lama tamat level IV, jadi sekarang kalau untuk kali dan bagi Adit hanya butuh menggerak-gerakkan tangannya sejenak saja, hasilnya Insya Allah tepat #tentu saja sambil berfikir dong, maksudnya langsung bisa jawab, tak perlu kalkulet ituh.

Acara diawali dengan games yang seru, juga ada untuk para orangtua.
Tapi aku tak bisa mendampingi, jadi tak bisa ikut gamesnya.
Foto-foto ini kiriman Uni Ade, Umminya Abang Daffa, beliau yang berkesempatan hadir di acara ini.

Lanjut ke cerita les jarimatikanya Yunda, Hamas dan kawan-kawan, kemarin (Ahad, 14/10) mereka mengikuti kompetisi yang diadakan oleh jarimatika. Beberapa hari lalu Bunda Guru mereka menghubungi kami para orangtua untuk mengizinkan anak-anak ikut. "Semacam olimpiade jarimatika" katanya. Tapi namanya kompetisi jarimatika ceria. Aku menyerahkan pada anak-anak, kalau mereka mau ya silakan. Bayarnya 5 ribu, diikuti oleh cabang jarimatika yang kurang lebih pesertanya 50 orang. Dan secara mengejutkan, Yunda mendapat juara I untuk Pralevel 3 dan Hamas juara III untuk level 1. Adapun juara I di level I adalah Abang Daffa yang bareng les di rumah kami, sudah kelas V SD. Syukurnya dia mau ikutan les ini dulu. Memang tak ada kata terlambat dalam belajar ya...

Begitu juga dengan kita para orangtua. Tak ada kata terlambat apalagi malu untuk belajar apa saja selagi itu tentang kebaikan. Sayangnya sampai saat ini aku belumlah bisa ikut pelatihan jarimatika secara khusus, baru pada pengenalan diawal saja. Jadi hanya mampu membuatku bisa menjumlah puluhan sampai ratusan, selebihnya masih kalah jauh sama kemampuan Yunda. Padahal kalau dicermati metode Jarimatika sangat bagus untuk dikuasai para Ibu, bukan saja untuk membuka kursus atau menjadi guru, tapi paling tidak bisa mengajari anak-anak sendiri.

Seperti yang dialami langsung oleh penemu metode ini, kalau ingin berkenalan silakan kunjungi langsung beliau di Jarimatika. Luar biasa, menurutku Mbak Peni ini sosok yang sangat inspiratif. Selayaknya ke depan metode berhitung seperti yang di pakai di jarimatika bisa masuk kurikulum pendidikan nasional. Sebab kalau mengikuti les belum tentu semua anak bisa, sehubungan dengan harus tersedianya biaya tambahan. Walaupun buat sebagian orang hal ini tidak memberatkan. Tapi kalau buat beli buku tulis saja sulit lalu bagaimana harus beli buku paket jarimatika yang harganya puluhan ribu. Harapanku kedepan ada peluang jarimatika masuk kurikulum pendidikan nasional. Semoga para pembuat kebijakan mau mempertimbangkan usulan ini, usulan seorang ibu yang cinta ilmu dan sayang anak-anak <img style='border: 0; padding:0'  src='http://us.i1.yimg.com/us.yimg.com/i/mesg/emoticons7/8.gif'alt=':X'/>

Adakah yang sudah kenal dengan Jarimatika? #hayu cerita...

Sepuluh hari lagi, Yunda genap 9 tahun, semoga barokah umurmu Nak...

Senin, 08 Oktober 2012

Membaik itu Melegakan

Segala sesuatu yang berhubungan dengan kata-kata membaik, pastilah melegakan dan membawa bahagia. Betul? Karena memang membaik berarti setelah menjalani suatu keadaan yang sebelumnya buruk, keadaan yang tak sedap, atau tak nyamanlah pokoknya. Maka ketika semuanya sudah terasa baik kembali, kelegaan yang mendominasi rasa hati. Itu yang kualami dua hari terakhir.

Alhamdulillah, atas izin-Nya Hamas sudah tak demam lagi. Meski memang makan dan aktivitasnya masih harus yang diawasi ekstra ketat. Terbukti saat Kamis siang Hamas sudah main bola di rumah Nyainya, malamnya Hamas demam lagi. Kamis siang Hamas memang minta diantar kerumah Nyainya, bosen tak sekolah katanya. Mana lagi di rumah Nyai para sepupu kecil yang belum sekolah sedang berkumpul, karena rencananya Jum'at Nyai akan mengadakan syukuran. Karena demamnya masih kambuhan, maka saat pagi Jum'at Hamas minta sekolah aku membujuknya untuk tetap tinggal di rumah saja.

Mengantisipasai Hamas dari semua aktivitas yang menguras energi seperti memanjat, bermain bola,  atau sekedar ciat-ciat, maka aku mengizinkannya untuk nonton TV dan main games. Hamas heran dong? "Kok boleh Mi? Inikan baru hari Jum'at" Ya betul, sebab memang jatahnya bermain games dan juga nonton hanya ada di hari Sabtu dan Ahad. "Karena Hamas belum terlalu sehat, jadi Ummi kasih bonus dech" jawabku nyengir. Padahal mach biar Hamas tak lompat-lompit dulu, heheee...

Perkara makanpun aku harus berstrategi, bubur atau makanan lunak Hamas tak mau. Jadi ya mengunyahnya yang harus dilamakan, itu harus diingatkan selalu. Buah dipagi hari aku kurangi porsinya.  Pendek kata melihatnya sehat adalah sebuah kelegaan besar buatku. Mana lagi kabut asap di Palembang sejak Sabtu kemarin sudah menipis, diusir hujan yang diturunkan oleh Sang Pembuat Hujan. Alhamdulillah... Lega rasa. Kelegaan yang membahana disemua sudat ruang hatiku.

Ini puisinya Hamas, sebuah untaian kata sederhana yang diciptanya, tapi mampu membuatku bahagia. Melebihi rasa legaku pada langit yang tak lagi berjelaga *lebayyy...

Matahari dan Awan

Setiap hari aku melihat matahari dan awan
Kalian kadang menjadi hujan
Kadang juga kalian tidak hujan

Karya Muhammad 'Abid Hamasah

Sebait saja, tapi sudah cukup membuatku lama tertegun, Akang bilang ini puisi pertamanya. Hmmm... Jadi ingat puisinya Yunda. Kok keduanya bercerita tentang keadaan alam dan lingkungan sekitar ya... Celoteh mereka tentu mewakili kejujuran rasa hatinya, itu yang aku yakini...

Semoga kelak mereka menjadi anak-anak yang cinta lingkungan. Karena lingkungan yang sehat, yang membaik dari segala kondisi memprihatinkan saat ini adalah tanggung jawab kita bersama, agar hidup nyaman anak cucu kita kelakpun bisa tercipta. Bila saja itu terjadi, anak cucu kita bisa kembali menikmati bermain di alam yang sejuk, berteduh dibawah pohon rindang, bermain bola dilapangan yang berumput hijau dan menghirup udara yang segar, pastilah kita akan merasa lega, selega-leganya. Hayuuuu ajak anak-anak kita merintis kelegaan itu dari hal-hal kecil dan dimulai dari sekarang.

Rabu, 03 Oktober 2012

Hamas di Hari Batik

Kemarin diperingati sebagai hari batik nasional ya, pada tahu kan? Aku pakai daster batik sich kemarin, meski aku tahu bahwa itu bukan satu-satunya cara untuk menunjukkan kecintaan kita pada batik nusantara. Rutinitas tak ada yang istimewa, hanya memang aku sedang berduka. Sebab sejak jum'at lalu anak bujangku, Akang Hamas kami sakit.

Iya Hamasku sakit. Demamnya tak begitu tinggi, turun naik. Sore hari menjelang malam suhu tubuhnya meninggi berkisar diangka tiga delapan derajat celcius. Obat belum kuberikan, hanya madu yang tersedia di rumah, itupun bukan stok yang biasanya kupakai. Siangnya Hamas masih bermain, makan biasa, malah lebih banyak dari Yundanya. Awalnya tak ada yang perlu kucemaskan. Hanya butuh diperhatikan lebih, bahasaku menghibur diri. Seorang temanku malah bilang, "itu tanda demam nak besak". Artinya: demam karena mau bertambah besar. Ya, akupun berharap semua baik-baik saja. 

Aku mulai was-was saat malam senin Hamas menggigil. Ini tanda demam tinggi, ternyata tiga sembilan koma delapanan. Hamas kubangunkan minum obat penurun panas dan diapun ke kamar mandi. Kukira hanya BAK ternyata Hamas BAB lunak. Aku langsung waspada. Maka pagi selepas mengantar Yunda sekolah, Hamas kami bawa ke SpA. Seniorku yang aku merasa dekat dengannya, maksud hati agar nyaman berdiskusi. Seperti dugaanku Ayuk Oka, sang SpA mengarahkan diagnosa Hamas pada thypoid. Demamnya yang khas disertai dengan gangguan pencernaan. 

Berbekal selembar resep dan pengantar untuk cek darah pagi itu kami ke Apotik, menebus obat yang manis rasanya, kata Hamas. Selanjutnya Hamas masih dengan keriangannya, seperti tak sakit. Aku jadi mengurungkan niat untuk langsung ke laboratorium. Bukannya mau berlagak sok tahu, tapi boleh kan ya berharap selesai dengan obat yang sudah diminumnya. Mampir sebentar ke kantor, pamit kiri kanan, akupun izin untuk segera pulang. 

Senin selama di rumah, nyatanya aku malah menikmati 'bobo siang' yang teramat langka itu. Hamas malah asyik bermain. Sore saat Yunda pulang sekolah Hamas makin seru  lagi mainnya. Tak ada tanda-tanda sakit. Maghrib mulai hangat, aku minumkan obat. Hamas makan dan tidur seperti biasa. Beberapa kali kuraba dahinya saat terbangun, aman. Sempat ngompol di jam sebelasan. Pertanda demannya akan turun, harapku. Maka saat menjelang jam 3 pagi Hamas terbangun dan minta ke kamar mandi, aku mulai curiga dan benar saja. Hamas BAB lunak lagi, malah sekarang berair. 

Sekuat tenaga kutahan air mataku saat malam itu kami putuskan membawanya ke UGD RSI Khodijah. Kurelakan darah 3 cc diambil untuk diperiksa. Aku khawatir trombositnya juga rendah, karena demamnya yang meninggi di dua malam terakhir ini. Tapi ketika ditanya apakah mau di rawat, aku masih tertegun, berharap bisa merawatnya di rumah saja, dan itu aku utarakan. Kami akhirnya bersepakat menunggu hasilnya dari rumah saja. Menjelang subuh kami sudah di rumah lagi. 

Hamas sesaat setelah diambil darah 3 cc.
RSI Khodijah, 02/10 jam 03.00 wib.

Akan menjadi kenangan, pada Selasa (02/10) bersamaan dengan hari batik kemarin Hamas resmi dinyatakan thypoid, saat hasil pemeriksaan widalnya ternyata 1/160. Trombositnya dalam batas normal. Penanganan pasien thypoid agak sulit kuterapkan pada Hamas. Bedrest total? Hamas maunya bergerak aktif. Makanan lunak? Hamas mau muntah bila kusodorkan makanan yang sudah sedikit kupenyet, boro-boro bubur. Jadi ya paling disortir buah kegemarannya saja. Meminimalisir serat. Kemarin aku lagi-lagi izin tak masuk kantor. Seharian bersama Hamas. Tetap kantukku yang menang, Hamas masih heboh bermainnya. Obat masih diminum rutin, tanpa keluhan, rasa yang digemarinya. Kebetulan yang tak terelakkan, sepanjang sakitnya Hamas kemarin stok madu gurun (yang biasa kupakai) di rumah kami kosong. 

Menjelang malam, aku harap-harap cemas. Alhamdulillah... Hamas tak demam lagi. Makan minum seperti biasa, tidurpun nyenyak. Tengah malam, aku kembali dibuat sedih karena suhu tubuhnya tinggi lagi. Tapi pagi sudah terkendali, aku jadi bisa tenang ke kantor. Yunda bahkan protes, "mestinya Akang sekolah saja, karena sudah sembuh", katanya. Tapi barusan Mbak Endangnya mengabariku, Hamas demam lagi. Dag dig dug lah diriku, mau siap-siap pulang cepat nich....

Dan mohon do'anya ya dari semua, semoga apapun sakitnya Hamas, Allah berkenan memberi kesehatan yang tiada sakit lagi setelahnya. Aamiin YRA.  

Terima kasih yaaa...

Rabu, 12 September 2012

Keliling Dunia dari Rumah Saja

Dulu saat mendengar percakapan Ibu-ibu yang anaknya kelas IV-VI SD, jujur mampu membuatku berkernyit. Masa sich? Seingatku zaman aku SD dulu, belajarnya saat EBTANAS sudah dekat saja, tapi ya itukan era tahun 80-an... Katanya kalau sudah kelas IV keatas PR juga tugasnya banyak dan makin sulit. Maka saat Yunda masuk kelas IV kemarin aku yang sudah berjaga-jaga sempat bengong juga.

Bagaimana tidak? Pekan pertama di Sekolah Yunda dapat tugas IPS menggambar peta Sumatera Selatan, yang artinya sukses membuat kami beredar ke Toko Buku mencari ATLAS yang cocok. Belum lagi jangka dan perlengkapan lainnya. Yang membuat lama, Yunda termasuk perfeksionis *ada turunan Emaknya juga... ingin yang benar-benar pas tapi tak mau dibantu saat membuatnya. Jadilah waktu 3 hari yang diberikan lumayan mepet untuknya menentukan skala dan memoles warna. Syukurnya semua dinikmatinya dengan baik, saat tugas sudah dikumpulpun, ATLAS yang terlanjur membuatnya jatuh hati itu masih setia dibolak-baliknya. 

Jatuh hati pada ATLAS? Bisa ya... Iya, sebab aku punya caranya bersahabat dengan buku PETA itu *emang Dora? :P Hari-hari pertama saat si -ATLAS ada di rumah kami, dengan melibatkan Hamas aku bercerita tentang belahan dunia yang bisa kami sambangi lewat lembaran petanya. Rupanya hal itu menarik minat anak-anakku. Mereka tertarik melihat peta Lampung, dimana letak Kabupaten Way Kanan, dimana posisi rumah Datuk mereka *gleekkk... Adakah Blambangan Umpu juga disebutkan? Sampai ke halaman-halaman akhir saat mata mereka tertuju pada istilah 7 keajaiban dunia. Pendeknya hingga hari ini ATLAS itu sudah berhasil membuai mereka lewat satu istilah "Keliling Dunia Bisa dari Rumah Saja"

Sampai-sampai suatu hari saat aku pulang kantor, Yunda dan Hamas sedang duduk di depan pagar, bahkan Hamas sambil makan pisang coklat, karena khusyuknya mereka tak menyadari kehadiranku. Dan jadilah foto 'colongan' berikut ini.

Hamas dan Yunda sedang keliling dunia  :)
Ada yang mau ikut?
Selain tugas IPS yang fenomenal itu *lebay... Beberapa hari yang lalu Yunda juga dapat tugas IPA menggambar tulang kepala manusia, iya tulang tengkorak. Huuuaaaaa... aku ya langsung terbelalak lantaran terkejut. Itukan tugasku zaman kuliah dulu, hanya bisa berguman dalam hati, takut menyurutkan semangat Yunda. Alhasil, tugas ajaib itu selesai juga sebelum dikumpul, ada seminggu waktu yang disediakan. Yunda menyelesaikannya nyicil, maklum tipe Yunda kan tak mau asal jadi.

Lain Yunda maka berbeda pula Hamasku. Malam yang sama saat Yunda mengerjakan tugas IPA, Hamas dengan bangga mengumumkan bahwa diapun ada tugas IPA. Menggambar seekor burung dilengkapi dengan tulisan bagian-bagian tubuhnya. "Ada contohnya kok Mi!" Serunya seantusias biasanya. Aku yang penasaran langsung mencari di buku IPA kelas II milik Hamas. Dan memang ada, elok pula rupanya. Sempat pula aku membatin, butuh waktu berapa lamakah Hamas meniru gambar burung ini? 

Dan ternyata, hanya beberapa menit saja gambar burung itu rampung dengan gemilang, beserta nama-nama bagian tubuhnya. Burung yang dicontoh menghadap ke kanan, sementara gambar Hamas menghadap ke kiri. Asli kalau tak kutahan, meledaklah tawaku. Wong penampakannya sama sekali tak mirip contoh kok :oops: Tapi yang membuatku senang karena Hamas tetap PeDe, inilah burung hasil karyaku, yang penting ada badan, ada kepala, ada paruh, ada mata dan 2 kaki, tak harus menyerupai contoh bukan? Kira-kira demikian yang aku tangkap dari gelagatnya.

Anakku sayang teruslah berjuang, tuntutlah ilmu sepanjang usia, dimanapun dan kapan saja, Ummi akan selalu mendo'akanmu...

Jumat, 07 September 2012

Jum'at Semangat

Judul tersebut tak hendak mengatakan bahwa selain Jum'at boleh tidak semangat lho ya :D Aku memang sengaja menjadikannya 'pokok' karena ada kejadian penting yang ingin kurekam *Sssstttss, maksudnya penting menurutku... Ya, ba'da Ramadhan kemarin, baru hari Jum'at ini (7/9) Hamas mau berangkat sholat subuh dengan berjalan kaki. Biasanya ritual sholat subuh dilewatinya seperti yang kuceritakan beberapa hari lalu. Yang paling bersyukur akan kemajuan ini tentu saja Abinya Hamas, "Jadi bisa sholat subuh tampa terengah-engah lagi," katanya. "Bukannya jadi ndak dapat pahala tambahan lagi?" gurauku. "Cari pahala tambahan lain saja" jawabnya yakin.

Dan ada satu lagi kejadian Jum'at lalu (31/8) yang membuat kami tergelak, masih tentang Hamas. Kali ini seputar sholat Jum'atnya. Jadi ceritanya berawal karena Abinya tak bisa menjemput Yunda dan Hamas ke Sekolah, terhalang oleh satu pekerjaan dadakan. Biasanya sich bisa dan mereka akan langsung pulang, sholat Jum'at di Masjid Al Ikhlas yang dekat rumah kami, atau kadang kala sholat di Masjid As Shaff yang ada di Kompleks Sekolah mereka, SIT Bina Ilmi. Dan Jum'at itu Yunda dan Hamas dititipkan pada Wak Taufik, kakak sulung Abinya Hamas. 

Sebenarnya hal yang biasa titip-menitip seperti itu, kadangpun sebaliknya. Anak-anaknya Wak Taufik yang ikut Abinya Hamas. Tapi ternyata kejadian Jum'at lalu menjadi berbeda, karena Kakak Zaky, sepupunya Hamas kini sudah SMP dan pulang sore. Artinya yang dijemput hanya bertiga, yaitu Hamas, Yunda dan Aisyah (anak kedua Wak Taufik, yang sebaya Yunda, sama-sama kelas IV) dan dibawa ke rumahnya dulu. Rencananya nanti ba'da sholat Jum'at baru dijemput Abinya Hamas. Kami lupa mewanti-wanti Wak Taufik untuk mengajak Hamas sholat Jum'at. Sehingga setelah menurunkan mereka bertiga, Wak Taufik langsung bergegas ke Masjid yang memang jauh dari rumahnya. Hamas yang juga lupa, ngoyor saja ikutan Yunda dan Aisyah masuk rumah.

Setelah beberapa saat Hamas baru ingat bahwa itu hari Jum'at dan iapun bergegas siap-siap hendak berangkat ke Masjid. Ada dibeberapa kesempatan sholat Jum'at Hamas pergi sendiri ke Masjid dekat rumah kami. Bahkan saat aku dan Abinya tak ada di rumah, dia tetap semangat, bergegas wudhu dan sebelum pergi ke Masjid ganti baju koko dulu.Tapi sekarangkan di rumah Wak Taufik. Sempat bingunglah Hamas. Hamaspun meminta Yunda mengantarkannya sholat Jum'at. Yunda dan Aisyahpun langsung 'ragap', bawa mukena dan mereka berangkat bertiga. Ke mana? Ke mushola yang dekat rumah Wak Taufik. Sampai disana sudah bisa ditebak dong... Ya, Musholanya kosong, tak ada jama'ah sholat Jum'at disana. Ya iya lah... Mereka bertigapun sempat rembukan, mau ke Masjid kok ya jauh, mana sudah adzan pula. 

Dan balada sholat Jum'at itupun harus terjadi. Mereka sholat bertiga saja. 

Aku yang mendengar penuturan Yunda pertama kali dengan nada yang penuh pembelaan kepada adiknya, nyaris tak bisa menyembunyikan tawa. Geli aku. Kenapa Yunda merasa harus melakukan hal itu, kata Yunda "Ummi, Akang tetap sholat Jum'at kok Mi. Kami lupa ngomong sama Wak Taufik untuk ngajak Akang. Wak Taufik juga lupa dan buru-buru perginya. Akang minta temani ke Masjid, tapi jauh Mi. Jadi ndak sempat mana kata Aisyah dia juga belum pernah ke Masjid itu" Pada Abinya Yunda berlaku sama. Hamas? Tenang-tenang saja, baginya yang penting dia tetap sholat Jum'at. Itu yang baru dimengertinya, tentang rukun dan adab rupanya belum setarap Yunda ilmunya.

Achh Nak, Abi dan Ummi tak akan marah kok  :D Justru kami bangga, kalian sudah berusaha.

Senin, 03 September 2012

Menggelorakan Semangat Ramadhan

Sudah September ya? Artinya sudah ganti bulan sejak usai Ramadhan yang bertepatan dengan bulan Agustus. Tapi meski sudah September, ini masih bulan Syawal kok. Jadi masih ada waktu untuk mengejar keutamaan puasa enam hari di bulan Syawal. Sudah tamat kah puasa Syawal sahabat semua?

Selain puasa enam hari yang pahalanya teramat menggiurkan, Syawal juga menjadi satu waktu yang bisa kita gunakan untuk mengevaluasi kesinambungan amalan Ramadhan. Sudah berhasilkah kita mempertahankan semangat Ramadhan lalu yang menggebu? Semua kembali kepada kita untuk menjawabnya.

Di rumah kami, satu yang bisa dijadikan bahan cerita ketika ada yang menyinggung tentang semangat Ramadhan yang sampai sekarang masih dalam perjuangan untuk melaksanakannya. Apakah itu? Tentang sholat subuhnya Hamas. Dulu sebelum Ramadhan, Hamas terbiasa kubangunkan jam setengah enaman. Sholat Subuh langsung siap-siap Sekolah. 

Saat Ramadhan, Hamas yang memang sudah 7 tahun kami targetkan untuk ikut Abinya sholat subuh ke Masjid. Maka aku siasati dengan mengakhirkan makan sahur, sehingga selesai sahur langsung bisa Sholat Subuh ke Masjid, aman, relatif tak ada kendala. Apalagi ada Omar-MNCTV yang menemani.

Usai Iedul Fitri, bagaimana mengajak Hamas ke Masjid? Inilah inti ceritaku, kami berjibaku membangunkannya saat Adzan Subuh berkumandang. Dan sampai kisah ini kutulis, Hamas masih sulit sekali dibangunkan, merem-melek. Jalan ke kamar mandi dengan mata setengah terpejam. Mestinya setelah wudhu jadi segar, eeh tapi ternyata tak berlaku buat Hamas. Yang sering kali terjadi Hamas nelongsor lagi ingin tidur. Jadinya ya bisa dibayangkan. Semuanya berujung pada digendongnya Hamas ke Masjid oleh Abinya. Syukurnya Masjid dekat dengan rumah kami, syukurnya BB Hamas standart cenderung kurus malah, syukurnya pulangnya Hamas sudah mau jalan sendiri, syukurnya bla, blaaa...

Ya Ramadhan memang telah usai, tapi semoga tidak dengan SEMANGAT-nya, karena masih ada 11 bulan lagi yang menunggu untuk kita isi. Ayooo, mumpung masih Syawal!!!

Senin, 27 Agustus 2012

Cerita Lebaranku (2)

Hari pertama lebaranpun berlalu dengan cepatnya. Ini lanjutan cerita lebaranku, maaf kalau semuanya hanya berisi curhatan basi, sekedar menuangkan isi hati.

H+2, 20 Agustus 2012
Kami sekeluarga paginya masih di Way Kanan, sembari menerima tamu, sibuk berbenah persiapan pulang ke Palembang. Dan sore harinya, kamipun jadi juga berangkat ke Palembang meski sempat ada kejadian Hamas dan Yunda ngambek karena masih mau di Way Kanan, ketemu sepupu kembarnya (anak adik ketigaku, yang sedang mudik ke Metro). Tapi apa daya De' Anggun sekeluarga belum ada tanda-tanda pulang dari Metro, mau ada acara Syukuran dulu di rumah mertuanya. Akhirnya sekitar jam 14.00 kami meluncur ke Palembang, ikut serta bersama kami adik bungsunya Jidah, Mang Winku, yang mendadak ingin jalan-jalan ke Tepian Musi.

Kami lewat lintas tengah Sumatera lagi seperti biasa. Jalanan sepi, tak ada kemacetan. Hanya saja di daerah Prabumulih kami sempat terpana saat melintasi area Waterboom, ramai sekali, parkirannya sampai luber ke jalan raya. Ini sejak kapan ya suasana yang lekat dengan silaturahim beralih ke acara wisata, mungkin sekalian lah ya, mumpung liburan. Gpp, asal jangan sampai melewatkan moment Ied Fitri dengan bertandang ke rumah-rumah untuk bersilaturahim. 

Sampailah kami di Palembang, sesaat setelah Adzan Isya. Karena suasana lebaran di Palembang masih kental, maka rumah makan masih pada tutup. Sepanjang pengamatan kami hanya ada 1 RM Padang yang buka di Jalan Angkatan 45 dan 1 warung tenda di Kawasan Istana Gubernur, yang tampak dibanjiri pengunjung. Kami beruntung di bekali segepok rendang dan malbi lengkap dengan nasi yang masih bisa dipanasi sampai rumah dan bertahan sampai sarapan keesokan harinya *irit apa medit yak? Dan akhirnya berlalulah hari itu, sementara kami tak kuat lagi mampir ke rumah Yai-Nyai, sudah ngantuk berat.

H+3, 21 Agustus 2012
Pagi-pagi sarapan ala kadarnya, menghabiskan sisa bekal dari Jidah. Jam 8-an pagi kami sudah berburu tiket kereta api Limex, kereta malam Palembang-Lampung untuk Mang Win. Semua loket pemesanan menyatakan HABIS *Alhamdulillah sorenya dapat dengan harga yang melonjak naik, padahal beli di loket resmi lho, bukan di calo... 

Mengantar Mang Win (Adiknya Jidah),
Mengitari Sungai Musi dan bernostalgia di BKB-AMPERA.
Acara pagi itu dilanjutkan dengan jalan-jalan sejenak di BKB dan seputaran AMPERA memenuhi hasrat Mang Winku, kamipun berpisah karena beliau mau ke Masjid Agung sementara kami menghadiri Open House di rumah Pak Amar, Kepala Kantorku di Jalan Hangtuah *padahal sebelumnya berniat izin tak bisa hadir. Tapi bersyukur sangat, sebab disana aku banyak bertemu kawan-kawan kantor, saudara 8 jamku, lengkap dengan keluarganya. Pulang dari sana, Yunda Hamas yang paling sumbringah dapat seamplop THR, yang lumayan isinya.

Senangnya Yunda dan Hamas dapat tambahan THR  :)

Jam 10-an kami sudah sampai di rumah Yai-Nyai, ba'da dzuhur mau jalan-jalan ke rumah Ayuk-Kakak, Wak-Bibik. Eh ternyata serombongan keluarga Paman dari Prumnas mau sanjau ke rumah kami, jadi kamipun pulang dulu. Baru setelah semuanya bubar, kami merealisasikan niat awal. Silaturahimpun bersambung sampai malam.

H+4, 22 Agustus 2012
Hari terakhir cuti bersama, mau silaturahim ke tetangga kiri kanan masih pada mudik, yang ada juga sudah ketemu. Kekeluarga Abinya Hamas sudah dibabat habis kemarin, akhirnya memenuhi hasrat anak-anak untuk berenang, maklum sepanjang Ramadhan acara renang dicoret dari jadwal. Pagi -pagi langsung siap-siap *namanya mau renang ya kudu sarapan berat dong...

AMANZI Water Park  :)
Kelar renang, saatnya mencari hadiah yang diminta Hamas atas puasanya yang penuh satu bulan. Apa ayo, tebak? Ini penampakannya...

Kandang Ayam ini dijual @Rp. 500.000,-
Iya, Hamas mau peliara Ayam. Ayamnya sudah dapat sepasang diberi oleh Yai Darmisa, adiknya Nyai. Sekarang masih belum diambil, masih menunggu kandang yang pantas dan layak. Tapi begitu tahu harganya sebegitu, aku bergidik juga, lumayan muahal menurutku :mrgreen: Syukurnya Hamas mau dibujukin supaya kandang ayamnya minta dibuatkan Yai Zul saja. Agar bisa menekan harga, perkiraanku paling mahal ya 200 ribu. Dan hingga berita ini diturunkan, kadang ayam idaman Hamas belumlah terwujud :cry:

H+5, 23 Agustus 2012
Nyang ini sich acara makan-makan di rumah Ibu KASI,
Masakan Bu Mega diserbuuu...
Sudah masuk kerja. Hari ini juga berarti jatah usiaku berkurang 1 tahun lagi didunia, semoga keberkahan selalu menyertai hari-hariku *serangkum do'a kuhaturkan dalam hati... Suasana kantor sepi, masih banyak yang cuti tahunan. Lalu lintas di Palembangpun masih lenggang, tampaknya masih banyak yang diluar kota. 

Baru hari ini, Senin (27/8) kehidupan di kantor mulai berdenyut normal :P

Sabtu, 25 Agustus 2012

Ketupat, Kenangan tak Basi

Sebenarnya masih dalam seputaran 'cerita lebaranku' tapi edisi kejar tayang, hehe...

Tema kali ini:

"Ketupat Bisa Basi, Tapi Tidak Dengan Kenangan ini"

Yunda, Amahtie dan Ketupat.

Ditempat kami, ketupat hanya dibuat saat lebaran tiba, bagaimana ditempatmu?


Senin, 25 Juni 2012

Pada Tujuh Tahunnya Hamas


Hamas makin bertumbuh
Menapaki hari dengan keceriaan kanak-kanaknya


Kesertaan Abi dan Ummi, baik dalam laku dan do'a
Semoga senantiasa mewarnai kokohnya pribadi dan baiknya akhlakmu


Dulu, yang selalu kami ingatkan pada Hamas
"Ayo makan Nak..." atau "Ingat makan ya Nak..."
Sekarang, yang utama
"Ayo sholat Nak..." atau "Ingat sholat ya Nak..."

Karena menurut Ali bin Abi Thalib ra, pendidikan anak dapat dibagi menjadi 3 tahapan berdasarkan penggolongan usia:
  1. Tahap Bermain (“la-ibuhum”/ajaklah mereka bermain), dari lahir sampai kira-kira 7 tahun.
  2. Tahap Penanaman Disiplin (“addibuhum”/ajarilah mereka adab) dari kira-kira 7 - 14 tahun.
  3. Tahap Kemitraan (“roofiquhum”/jadikanlah mereka sebagai sahabat) dimulai 14 tahun ke atas.
Pada tujuh tahun usianya Hamas, penggalan kata ini yang terus terngiang
Hamasku tujuh tahun, tepat seminggu yang lalu, 18 Juni 2005-18 Juni 2012.

Senin, 18 Juni 2012

Mencintai Tanpa Tapi

Entah sejak kapan kalau kuminta melakukan sesuatu yang tak biasa, Hamas selalu merangkainya dengan kata 'tapi'. Misalnya, "Akang besok kan libur jadi ngajinya kita buat 2 kali ya, sebelum magrib dan sesudah magrib"

Tak ada penolakan, atau alasan, jawaban Hamas, " Boleh juga Mi, biar cepat hatam Al Qur'an, tapi nontonnya nambah juga ya Mi, lebih dari 2 jam. Mumpung libur"

Oo aku wapada. Menggeleng kok rasanya kurang pas. Dan ini bukan kali pertama Hamas melengkapi kesediaannya dengan kata 'tapi'.

Selidik punya selidik, Hamas mulai mengadopsinya dari Abi, artinya juga dari Yai - Nyai (Kakek - Nenek) yang kerap mengajukan syarat tertentu saat memberi hadiah.

Misal saja, saat Yunda pertama kali lulus Iqro' di TK dulu, Nyai langsung memberi hadiah berupa baju baru. Hamas memperhatikan dan langsung bertanya, "Hadiah baju punyaku mana?"

Nyaipun menjawab sumbringah, "Hamas juga akan Nyai belikan baju, tapi tamatkan dulu Iqronya" Coba bayangkan perasaan Hamas yang kala itu baru Iqro' I, ia langsung tak bersemangat.

Dulu bahkan saat Hamas masih kecil, kalau ada yang membuatnya menangis, didorong oleh sayangnya Nyai akan menghibur Hamas dengan kata 'tapi' yang melenakan. "Hamas kita beli donat yuk, tapi Hamas harus berenti menangis dulu" Dan mujarab, tangis Hamaspun langsung reda seketika. 

Dikesempatan lain, saat Hamas mengajukan satu permintaan pada Abinya. 
"Abi, kapan kita mancing lagi?" 

"Akang senang mancing ya, nanti kita mancing lagi, tapi nunggu Hamas liburan ya" Karena senangnya, Hamaspun mengangguk dan merekam. Oochh kalu mengabulkan permintaan harus pakai syarat. Padahal andaipun tak kata 'tapi' tentu memancing bersama tak mungkin dilakukan bersamaan dengan waktu sekolah bukan?  

Aku bukan tak berkomentar, sudah seringkali kami bahas bersama, namun yang namanya kebiasaan turunan sulit juga diubah. Tak bisa seperti membalikkan telapak tangan. Teringat juga aku pada kejadian Yunda yang pernah tak tertarik pada kegiatan mewarnai karena terbelenggu kata "jangan keluar garis" seperti yang sudah pernah kuceritakan disini. Kata 'jangan' cenderung turunan dari Jidah - Datuk, selaku orangtua yang cenderung overprotektif, dan jujur banyak mewarnai polaku dalam mengasuh ananda.

Dan saat inipun baik Abinya maupun aku berusaha terus menerus belajar menjadi orangtua bijak yang tak hanya mendidik anak-anak dengan cara seperti kami dididik dahulu. Mendidik anak-anak dengan penuh cinta yang tampa syarat, dan juga disertai dengan ilmu tak sebatas rajin berkata 'jangan'.  

Tak bisa kubayangkan sedihnya aku, bila kelak saat aku meminta Hamas mengantarkanku ke Masjid untuk menghadiri pengajian, dengan ringannya Hamasku menjawab, "Baiklah Ummi, aku antarkan Ummi tapi aku selesaikan dulu semua urusanku" Aacchh, aku pastikan akan ada linangan duka andai benar itu terjadi, lalu mengapa aku wariskan kata 'tapi' untuk sebentuk cinta yang seharusnya utuh. Sungguh aku tak mau mengalami sesal itu. 

Lebih dari semua itu aku yakinkan diriku untuk mencintainya tanpa kata 'tapi', sekarang dan selamanya. Bahwa sebagai orangtua sudah saatnya aku harus “belajar cepat”, tak boleh menyalahkan siapapun atau mengandalkan waktu dengan berujar 'lihat saja nanti'. Kedepan kitapun harus BISA segera tanpa 'tapi', untuk membangun generasi berkarakter. Dan kesadaran ini, kini ingin kutularkan. Mengajak orang-orang terdekat.


“Dan hendaklah takut orang-orang yang meninggalkan teturunan di belakang mereka dalam keadaan lemah yang senantiasa mereka khawatiri . Maka dari itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengatakan perkataan yang lurus benar.” (An Nisaa’ 9)


Ya. Salah satu pinta yang sering diulang Ibrahim dalam doa-doanya adalah mohon agar diberi lisan yang shidiq. Dan lisan shidiq itulah yang agaknya beliau pergunakan juga untuk membesarkan puteranya sehingga mereka menjadi anak-anak yang tangguh, kokoh jiwanya, mulia wataknya, dan mampu melakukan hal-hal besar bagi ummat dan agama.  

Kita? Mari sejenak kita renungkan tiap kata yang keluar dari lisan dan didengar oleh anak-anak kita. Sudahkah ia memenuhi syarat sebagai Qaulan Sadiidaa, kata-kata yang lurus, benar, sebagaimana diamanatkan oleh ayat di Surat An Nisaa’ tersebut? Ataukah selama ini dalam membesarkan ananda kita sering mengeluarkan kata 'tapi' yang melemahkan semangat mereka atau hanya berprinsip “asal tidak menangis” atau ”asal anak bahagia”. Padahal baik agama, ilmu jiwa, ilmu psikologi juga ilmu perilaku menegaskan bahwa menangis itu penting dan bahagiapun bisa dengan air mata.




Artikel ini untuk menanggapi artikel BlogCamp Yang berjudul Ucapan Orangtua Yang Melemahkan Semangat Anak tanggal 18 juni 2012

***

Batal ikutan 'JOB 2012' episode ke 6 maka tulisan ini aku persembahkan buat putraku, Hamas, yang hari ini (18/06/2012) tepat berumur 7 tahun. Mohon do'a tulus dari sahabat semua, semoga Hamas menjadi anak yang sholeh muslih dan dikabulkan semua  cita-citanya.

Jumat, 15 Juni 2012

Jangan Tertipu DBD

Hari ini 15 Juni diperingati sebagai hari DBD, ASEAN.

Sedih melihat Yunda sakit, wajahnya pucat, lesu dan tak bergairah. Demamnya tinggi sempai 40 derajat. Paling turun sedikit sekitar 39,7 derajat. Ibu mana yang tak cemas. Makan masih mau sedikit, minum juga mau tapi harus dengan penawaran. Sesekali terdengar erangannya minta dipijit, linu dan pusing katanya. 

Yunda termasuk tak rewel bila sedang sakit, biasanya bila hanya batuk filek saja tak mempan menghalanginya Sekolah. Batuk filek adalah sakit yang tersering pada Yunda. Diare pernah tapi tak sampai parah. Demam? Sesekali, tapi biasanya masih energik dan mau bermain. Tapi kali ini sedikit berbeda. Demamnya disertai dengan rengekan, Yundapun tampak sangat lemah. Masuk hari ke 3 aku terus waspada, saat sore menjelang belum ada tanda-tanda demamnya turun maka aku langsung mengajak suamiku ke UGD RSI Khodijah, memang yang paling dekat dengan rumah kami.

Yunda saat di UGD.
Maunya ditemani Ummi.

Syukurnya dokter jaga sore itu aku kenal, dr. Feli adik tingkatku. Diperiksa sebentar sesuai standar operasional pelayanan, langsung ke laboratorium. Cek darah untuk curiga DBD. Saat pengambilan darah inilah naluri seorang ibu sering terkalahkan, tak tega melihat anaknya ditusuki jarum suntik. Tapi buatku, saat memang tindakan itu adalah upaya menegakkan diagnosa atau dalam rangka pengobatan, aku harus kuat. Walau seperti biasa, disertai air mata *ya andai saja rasa sakit itu bisa kuwakili, kupastikan justru tampa air mata.

Singkat cerita, selesailah prosesi yang menegangkan itu. Aku langsung pamit pulang dan hasilnya minta ditelfon saja. Sebuah kemudahan karena mengenal dokter jaganya. Selang 1 jam, aku dikhabari bahwa trombosit Yunda masih >200 ribu. Lega. Bayangan mencekam itupun sirna. Malamnya jadi bisa tidur dengan tenang, walaupun masih demam Yunda juga sudah tak merengek lagi.

Besoknya Yunda sudah mau main lagi bareng Hamas dan sepupunya yang datang menjenguk. Kontan saja banyak suara yang menyudutkanku sebagai 'Ibu yang mudah panik', aku ya senyum saja. Biarlah yang penting aman, aku tak mau terpedaya dengan DBD yang suka menipu. Tugas kita sebagai makhluk termulia adalah berusaha sebaik mungkin, soal hasil serahkan pada Sang Pemilik Hidup dan Mati. Selengkapnya silakan menikmati sajian di Warung Blogger, tempat mangkalnya orang pintar.

Sekedar catatan dari seorang Ibu.
*sebuah kenangan buatku bersama Yunda, semoga kelak tulisan ini dibacanya.

Minggu, 10 Juni 2012

JASUKE

Walau berbau Jepang, tapi JaSuKe yang satu ini ternyata adalah singkatan dari Jagung - Susu - Keju. Entah mulai kapan JaSuKe mulai diakui keberadaannya. Yang aku tahu sejak pertama kali ada di PS, Yunda dan Hamas langsung suka, kalau tak salah dulu harganya Rp. 7.000,- satu cup sedang. Sekarang ditempat yang sama harganya sudah Rp. 8.000,-

JaSuKe olahanku,
Satu porsi yang tak ternilai harganya ^^

Yang termurah kami pernah beli yang digerobak pinggir jalan, satu porsinya Rp. 3.000,-
Baru-baru ini saat ke Bandara jemput Yai, Yunda dan Hamas pertama kalinya beli dengan harga Rp. 9.000,- Dan untuk sementara inilah JaSuKe termahal yang pernah mereka beli.

Kemarin, aku beli jagung kiloan di PTC seharga Rp. 30.000-an, sampai rumah langsung aku kukus, taburi dengan parutan keju dan disirami sedikit susu, rasanya tak ada beda dengan yang pernah kucicipi. Bisa dibuat puluhan porsi, lumayan menguntungkan. 

Saat kutanya pada Hamas, apa tanggapannya tentang JaSuKe buatanku.

"Enak banget Mi", ekspresinya penuh pujian.

"Akang nggak mau beli lagi yang di Bandara", lanjutnya *duuucch berarti buatanku lebih disukainya dong, pikirku. 

"Memangnya kenapa Nak?", tanyaku ingin memastikan.

"Kemahalan harganya Mi", jawabnya polos.

*Tueng, tuueeeng, makanya jadi Emak jangan mudah ke-GR-an, hehee...


"Kita jualan JaSuKe yuk Mi", ajaknya antusias.


*Emaknya masih mikir, adakah yang punya saran?

Senin, 04 Juni 2012

Komunitas Ayah Hebat

Sedang suka memutar video mini ini :)
Ayo siapa yang mau ikutan 'suka', silakan diputar ya...


Aku memang sangat mendukung gerakan para Ayah yang selalu menyempatkan waktunya untuk tetap dekat dengan anak-anak meski sedang sibuk. Karena sosok Ayah dihati ananda tak tergantikan dan ini akan mereka ingat selamanya.

Senyumnya mirip ya...

Libur akhir pekan kemarin Yunda kena demam, sampai 3 hari, sedikit membuat cemas, karena Yunda tampak lesu dan tak mau makan, muntah pula. Puncaknya sampai kami bawa ke UGD RSI Khodijah, cek darah, syukurnya yang kucemaskan tak terbukti, trombositnya normal, jadi tak perlu dirawat inap. Satu hal yang akan jadi kenangan Yunda kelak, entah kenapa sakit kemarin membuat Yunda manja banget sama Abinya, apa-apa mau sama Abi, makan minta disuap Abi, kompres hanya mau sama Abi, bahkan ke kamar mandipun maunya digendong Abi *Umminya senang dong, asal jangan keterusan ya Nak, bukan, bukan karena Ummi cemburu, tapi Abi kan perlu kerja juga, hehe...


Aksi bermusik, seru ya gayanya.
*aslinya lebih seru lagiii...
Eiiieettss inilah satu foto favorite saat liburan di Pagar Alam kemarin :D *kalau video lagi nanti keberatan yak... Masih seputar potret Ayah dan Anak, bermain musik tradisional bersama.

Senin, 28 Mei 2012

Dialog Seputar Kambing

Hamas : "Ummi Biri-biri itu sama nggak dengan Kambing? Sebab kata guruku mereka saudaraan. Domba juga"

Ummi : "Iya memang Nak, hanya saja Biri-biri itu rambutnya kriwel" *bener nggak sich...

Hamas : "Ummi kalau Kambing disembelih sakit nggak ya?, mereka nagis nggak Mi?"

Ummi  : *bingkem, masih mikir jawabnya, masak mau nanya ke Kambing, hikss...

Hamas : Belum dijawab, sudah nanya lagi. "Ummi kalau Kambing nangis gimana ya bunyinya? kok aku tahunya suara Kambing itu hanya eMbek-embek"

Ummi : Nach lhoo... *Iya juga ya, Ummi juga dengarnya begitu Nak... 

Ada yang punya cerita seputar Kambing? Bagi dong...

***

Teringat aku kisah beberapa tahun silam, saat Yunda berumur 5 tahunan, kami sedang dalam perjalanan ketika melintasi serombongan Kambing dipinggir sawah. Dengan gaya khasnya Yunda bertanya.

Yunda : "Ummi, kok Kambing itu semuanya mirip ya? Beda sama kita, aku tak mirip Hamas, juga tak mirip Ummi."

Ummi : **Maaf, aku lupa dulu jawabnya seperti apa tapi yang selalu kuingat ini merupakan sebuah pengamatan sepintas dari Yunda yang sangat mendalam, aku bahkan tak pernah memikirkannya. 

Terima kasih Nak...

Rabu, 16 Mei 2012

Hikmah Wudhu

Magrib tiba, Hamas menghambur ikut Abinya ke masjid yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari rumah kami. Tinggal Yunda sasaran makmumku memburu yang 27. 

Ummi : "Sholat yuk Nak..."

Yunda : *tak ada jawaban, langsung mengambil mukenanya. 

Ummi : "Yunda sudah wudhu?" *tanyaku heran.

Yunda : "Kayaknya belum batal Mi" *jawabnya sok yakin.

Ummi : "Oh gitu, iya dech... Nanti Ummi ceritakan tentang WUDHU ya, biar Yunda makin semangat berwudhu"

Dan kini saatnya aku bagikan kisah berhikmah ini, tampa bermaksud SARA.
Ahli Neurology Austria Membeberkan Fakta Mengejutkan Tentang "WUDHU"

Prof Leopold Werner von Ehrenfels, seorang psikiater dan sekaligus neurology berkebangsaan Austria, menemukan sesuatu yang menakjubkan terhadap wudhu.
Ia mengemukakan sebuah fakta yg sngt mengejutkan. Bahwa pusat-pusat syaraf yang paling peka dari tubuh manusia ternyata berada di sebelah dahi, tangan, dan kaki. Pusat-pusat syaraf tersebut sangat sensitif terhadap air segar.
Dari sini ia menemukan hikmah dibalik wudhu yang membasuh pusat-pusat syaraf tersebut. Ia bahkan merekomendasikan agar wudhu bukan hanya milik dan kebiasaan umat muslim, tetapi untuk semua umat manusia secara keseluruhan. Dengan senantiasa membasuh air segar pada pusat-pusat syaraf tersebut, maka berarti orang itu akan memelihara kesehatan dan keselarasan pusat sarafnya. Pada akhirnya Leopold memeluk Agama Islam dan mengganti nama menjadi "Baron Omar Rolf Ehrenfels".
Ulama Fikih juga menjelaskan hikmah wudhu sebagai bagian dari upaya untuk memelihara kebersihan fisik dan rohani. Daerah yang dibasuh dalam air wudhu, seperti tangan, daerah muka termasuk mulut, dan kaki memang paling banyak bersentuhan dengan benda-benda asing termasuk kotoran. Karena itu, wajar kalau daerah itu yang harus sering dibasuh.
Ulama tasawuf menjelaskan hikmah wudhu dengan menjelaskan bahwa daerah-daerah yang dibasuh air wudhu memang daerah yang paling sering berdosa. Kita tidak tahu apa yang pernah diraba, dipegang, dan dilakukan tangan kita. Banyak pancaindera tersimpul di bagian muka. Berapa orang yang jadi korban setiap hari dari mulut kita, berapa kali berbohong, memaki, dan membicarakan aib orang lain. Apa saja yang dimakan dan diminum. Apa saja yang baru diintip mata ini, apa yang didengar oleh telinga ini, dan apa saja yang baru dicium hidung ini? Kemana saja kaki ini gentayangan setiap hari? Tegasnya, anggota badan yg dibasuh dalam Wudhu ialah daerah yang paling riskan untuk melakukan dosa.

SUBHANALLAH. Semoga bermanfaat ya...
Sumber : BBM

Kamis, 10 Mei 2012

Terharu Biru Bersama Al Qur'an Biru

Setiap anak itu istimewa, mereka mempunyai keunikan masing-masing. Tak bisa dipungkiri, orangtua kadang keliru dalam memberikan perlakuan, mungkin termasuk aku. Yunda, sulungku seperti yang sudah sering kuceritakan, waktu masih kecil adalah sosok anak yang pemalu. Sosialisasi dengan orang-orang yang baru dikenalnya butuh waktu dan proses yang lumayan panjang. Kalau bertemu dengan seseorang pertama kali, ditanya nama nunduk, diajak salaman sembunyi, ya gitu-gitu dech... Biasanya awal berinteraksi Yunda hanya mengamati *hmmm... mengamati kok "hanya" ya... Akupun meralat kata-kata itu dengan menyebut Yunda sang pengamat ulung. Tapi seiring waktu sudah banyak perubahan yang tampak. Nanti kapan-kapan aku tulis.

Lain halnya dalam hal akademik *apa ya istilah yang lebih tepat. Kognitif kali ya? Yunda tak mengalamai kendala, bahkan cenderung menonjol, cemerlang kata Emaknya. Yunda sudah lancar membaca sejak usia 5 tahun lebih, begitu pula dengan mengaji Al Qur'an, sudah sejak TK dulu Yunda piawai. Alhamdulillah... Dan semua itu dilaluinya dengan mudah, maksudnya aku sebagai Emak tak harus mengarahkan atau mendampingi terlalu serius, eh tahu-tahu sudah bisa, berlalu saja masa itu. Aku sadari semuanya sebagai karunia. Maka saat Yunda sedikit bermasalah dengan aktivitas mewarnai, aku ya wajib rela berjuang lebih ekstra. Ini pernah kuceritakan juga di blog dulu. 

Soal kepemilikan mainan atau barang pribadi Yunda juga tak ada masalah. Saat punya Al Qur'an pertama kali di TK, ada Al Qur'an di rumah yang dibawanya ke Sekolah. Untuk di rumahpun Yunda biasa pakai Al Qur'an yang ada. Seingatku saat Jidah pulang Umroh, Yunda senang sekali diberi Al Qur'an sebagai oleh-oleh. Al Qur'an itu dibelikan Jidah di Madinah. Waktu itu Yunda langsung membawanya ke Sekolah dan menukarnya. Al Qur'an yang ada di Sekolah dipulangkan ke rumah. Semuanya berlalu dalam damai. 

Maka jujur aku kaget saat Yunda agak ngambek kemarin.
Ceritanya begini.
Hamas sudah beberapa bulan ini menyelesaikan Bagdadiyahnya di rumah, pindah ke Al Qur'an dong... Pakai Al Qur'annya bergantian dengan Yunda kalau ngaji di rumah. Oyaaa, Yunda dan Hamas aku biasakan mengaji rutin di rumah, normalnya sehalaman, tapi kalau lagi capek atau hilang mood aku usahakan agar mereka tetap mau ngaji walaupun seayat, biasanya ritual ini ba'da magrib. Kalau aku sedang berhalangan, biasanya aku minta tolong pada Mbak Nyai atau Mbak Endang untuk menyimak. 

Soal ngajinya Hamas, seperti yang sudah pernah kukisahkan, berbeda dengan Yundanya, aku harus berjuang lebih kuat, mengingat sampai kelas I SD, Hamas belum juga lancar membaca Al Qur'an.  Iqro'nya tak ada kemajuan, bahkan tampak mulai bosan. Bukan bermaksud membandingkan dengan Yunda, tapi aku kasian kalau Hamas jadinya kesulitan saat baca soal ujian yang pakai tulisan Arab (Bahasa Arab, Hadist). Maka aku targetkan Hamas harus segera bisa baca Al Qur'an. Syukurnya dengan metode Bagdadiyah di rumah, hal ini teratasi. Namun untuk di Sekolah ya Hamas masih lanjut mengikuti proses bersama Bunda Gurunya. Aku tak hendak menginterpensi. Dan betapa girangnya aku saat Senin (7/5) lalu Hamas mengabarkan bahwa Rabu nanti Hamas sudah diminta Bunda bawa Al Qur'an. Akupun spontan bertanya.

Ummi : "Nanti Hamas mau bawa Al Qur'an yang seperti apa, boleh milih. Akan Ummi belikan" Dengan sumbringah dan mata berbinar, imbas rasa senang karena Hamas sudah benar-benar bisa baca Al Qur'an di Sekolahnya, sudah dapat pengakuan dari Gurunya *padahal ada Al Qur'an di rumah...

Hamas : "Mau Al Qur'an yang besar, seperti yang ada di rumah, tapi warna biru ya Mi" 
Al Qur'an yang ada di rumah adalah yang sebesar polio, terjemahan perkata, warnanya PINK KEUNGUAN. 

Selasa, aku tak sempat membelinya. Maka Rabu kemarin Hamas belum bawa Al Qur'an dari rumah, masih pinjam milik sekolah. Rabu siang, saat istirahat kantor aku pergi ke Bandung Book Center (BBC, toko buku favorite kami sekeluarga), khusus membeli Al Qur'an untuk Hamas diantar Yuk Susan. Ada yang warna biru terjemahan perkata, hampir saja kubeli. Tak jadi, karena aku lebih tertarik memilih Al Qur'an serupa tapi yang ada tulisan dilengkapi dengan TAJWID. Aku buka, memang tulisan Arabnya lebih besar-besar dan berwarna sesuai tajwid. Aku yakin Hamas pasti suka.

Singkat cerita, sore kemarin aku berikan Al Qur'an tersebut pada Hamas dengan antusias. Hamaspun senang sekali, berulang kali diucapkannya: "Terima kasih ya Mi..."

Aku kaget saat Yunda berkomentar garing.

Yunda : "Ummi, Yunda mau juga Al Qur'an seperti itu, bagus. Kenapa Ummi tak pernah menawari Yunda untuk milih Al Qur'an" *nada ngambek khas anak perempuan, bersungut-sungut.

Deg... aku terdiam. Yapps, Yunda benar. Mengapa aku selama ini tak berfikir Yunda juga berhak punya Al Qur'an sesuai keinginannya. Bukan Al Qur'an yang aku pilihkan atau oleh-oleh Jidahnya, walaupun itu dari Madinah. Acchhh... kuajak ia bicara. Tapi menawarinya seperti pada Hamas kemarin pasti sudah basi, harus spesial dong... Sebelum pembicaraan kami menemukan kata sepakat. Hamas mendekat. 

Hamas : "Ummi, boleh nggak Al Qur'an biru ini buat di rumah aja. Biar bisa samaan dengan Yunda. Akang biar bawa yang lama" *Al Qur'an lama yang dimaksud Hamas adalah yang terjemahan perkata warna pink ungu, sebelumnya Hamas menolak membawanya ke Sekolah.

Ummi : "Lho, katanya itu warna cewek, Akang malu bawanya ke Sekolah" *heran.

Hamas : "Ndak papa kok Mi, kan yang biru ini Yunda suka juga"

Duuchhh terharu biru hati Emaknya. Yundapun senang. Tuntas, berakhir dengan bahagia. Magribnya Al Qur'an biru itu yang mereka pakai bergantian. 

Tadi pagi, Kamis (10/5), aku coba menggoda Hamas lagi saat mau berangkat ke Sekolah. 

Ummi : "Akang nggak malu bawa Al Qur'an warna cewek?" *mesem.
Hamas : "Kan yang penting isinya Mi..." *mantap.

Catatan Hati :
Perlakukan anak dengan spesial, bukan saja saat mereka melakukan sesuatu yang menurut kita (para orangtua) istimewa. Mengenali anak memang sebuah proses yang tak pernah usai, sepanjang masa. Walaupun adil itu BUKAN dengan memberikan 'sesuatu' yang sama.