Kamis, 30 Juni 2011

Khitanan Akang Hamas

Khitan atau lebih populer disebut sunatan. 
Bahasa medisnya circumsisi. 
Tapi entah mengapa aku lebih suka menyebutnya khitan saja. 
Pernah denger kan ya? Ya iya lah, tapi kalu menyaksikan belum tentu pernah tho? Ngeri tahu ;( 
Kalau mengkhitan? Apalagi. Emang aku ini perempuan apaan, lho kok nggak nyambung yak?
Adalah aku? Mendengar kata-kata khitan sering banget, tapi sekarang jadi agak deg-degan, ya semenjak beberapa bulan terakhir ini, saat anak laki-laki pertamaku minta dikhitan. Gugup aja. Padahal aku sudah sering lho mengkhitan, sejak zaman kuliah dulu, aku termasuk yang rajin ikut tim sunatan massal, bahkan sampai ke dusun-dusun. Pernah ke Prabu, ke Muara Enim juga pernah. Kalau di Palembang sudah keliling. Bahkan dimasa akhir kuliah dulu, aku mengkhitan adik ipar yang bungsu saat ia kelas 5 SD, waktu itu aku baru menikah. Setelah bekerja,  sesekali mengkhitan bila tak ada yang lain, kebanyakan hanya mengawasi saja. Karena ini ranahnya para mantri sunat, merekalah biasanya yang ke medan lokasi sunatan massal. 
Dan hari ini, nyaliku diuji, benar saja, terbukti aku justru tak berani mengkhitan anak sendiri. Aku bahkan tak tega menyaksikannya dari awal, hanya ngintip-ngintip saja. Setelah beberapa hari yang lalu meminta Abinya untuk mengundang seorang teman sejawatku datang kerumah dan mengkhitankan Akang Hamas, maka hari ini jadwal Akang dikhitan.

Eeng ing eeng...ternyata ;)
Lancar, Akang malah tak menangis. Jagoan ya...

Akang khusyuk berdo'a sebelum dikhitan.

Abi mendampingi sambil ngajak ngobrol ya? Kok senyum-senyum? Cerita apaan sich...

Meringis saat dibius, ternyata cuma segini sakitnya, kata Akang.

Abang Daffa, Kak Wildan dan Yunda jadi penonton setia.

"Ini termasuk yang sangat tidak merepotkan", komentar dr. Agus Marsyal, TS seangkatanku.

Tak sampai 30 menit, dari jam 14.00 sampai 14.26 WIB, diawali dengan kejadian mati lampu sejenak. Hampir diboyong ke Klinik LKC, syukurnya lampu segera menyala. Selesai, sang dokterpun pulang, tak lama menelfon lupa memberi obat untuk dimakan. Aahaa, baguslah batinku, daripada mubazir. Aku berniat memberi Hamas madu dan habatussada saja, kalaupun besok dirasa kurang, spirulina jadi pilihan pelengkap. Sampai sore jam 5 aman, Akang Hamas bahkan asyik bermain dengan Kak Wildan juga Abang Daffa, anggota Genk Kompleks yang menyaksikan prosesi khitanan sejak awal.  
Rombongan Nyai Yai datang Akang Hamas sudah kesana-kemari. Gembira sekali dapat angpau banyak, hiiii...mungkin ini salah satu pemicu Akang ingin segera disunat, biasalah cerita anak laki-laki menjelang masuk SD, sunat dan dapat banyak uang, nggak sakit kok, itu yang sempat kutangkap dari pembicaraan Genk Akang. Apapun, aku bangga pada keberanian Akang saat dikhitan tadi.

Karena aman, Akangpun tetap ceria, maka aku memutuskan berburu madu dan habbatussauda yang ternyata stok dirumah kami habis. Sekalian ke rumah Ayuk, menjenguk pamanda yang sedang sakit. Maghrib disana, baru mau makan malam bersama, Yunda sms Akang minta ditelfon. Dan ternyata Akang mulai meringis kesakitan. Ooo...aku dan Abinya segera menghambur, sampai rumah tangis Akang sudah keburu pecah. Bujuk sana-sini, kipas-kipas, berdo'a ini itu, minum madu plus habbatusauda dan akhirnya setelah hampir 1 jam Akang berhasil tidur. Alhamdulillah leganya...
Dan bisa buat cerita ini ;) Apa ya komentarnya kelak kalau baca ini, hehe...

Gaya Akang Hamas saat di Khitan. Kakak Wildan, Abang Daffa dan Yunda serius menyemangati. 
Abi mendampingi. Ummi? Yang moto dari jaauuuh ;)

Melengkapi Cerita Khitan
Dalam Islam, khitan merupakan salah satu media pensucian diri dan bukti ketundukan kita kepada ajaran agama. 
Dalam hadist Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Kesucian (fitrah) itu ada lima: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memendekkan kumis dan memotong kuku"  (H.R. Bukhari Muslim).

Faedah Khitan:

Seperti yang diungkapkan para ahli kedokteran bahwa khitan mempunyai faedah bagi kesehatan karena membuang anggota tubuh yang yang menjadi tempat persembunyian kotoran, virus, najis dan bau yang tidak sedap. Air kencing mengandung semua unsur tersebut. Ketika keluar melewati kulit yang menutupi alat kelamin, maka endapan kotoran sebagian tertahan oleh kulit tersebut. Semakin lama endapan tersebut semakin banyak. Bisa dibayangkan berapa lama seseorang melakukan
kencing dalam sehari dan berapa banyak endapan yang disimpan oleh kulit penutup kelamin dalam setahun. Oleh karenanya beberapa penelitian medis membuktikan bahwa penderita penyakit kelamin lebih banyak dari kelangan yang tidak dikhitan. Begitu juga penderita penyakit berbahaya AIDS, kanker alat kelamin dan bahkan kanker rahim juga lebih banyak diderita
oleh pasangan yang tidak dikhitan. Ini juga yang menjadi salah satu alasan non muslim di Eropa dan AS melakukan khitan.

Hukum Khitan
Dalam fiqih Islam, hukum khitan dibedakan antara untuk lelaki dan perempuan. Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum khitan baik untuk lelaki maupun perempuan.
Menurut jumhur (mayoritas ulama), hukum khitan bagi lelaki adalah wajib. Para pendukung pendapat ini adalah imam Syafi'i, Ahmad, dan sebagian pengikut imam Malik. Imam Hanafi mengatakan khitan wajib tetapi tidak fardlu.
Adapun hukum khitan bagi perempuan telah menjadi perbincangan para ulama. Sebagian mengatakan wajib, sebagian mengatakan itu sunnah dan sebagian mengatakan itu suatu keutamaan saja. Imam Syafi'i dan para pengikutnya berpendapat bahwa hukum khitan bagi wanita adalah wajib. Bahkan menurut imam Nawawi pendapat ini shahih, masyhur. Sedangkan Imam Abu Hanifah dan Imam Malik serta sebagian pengikut Imam Syafi'i menyebutkan bahwa khitran bagi wanita itu hukumnya sunnah. Hadist paling populer tentang  khitan pada perempuan adalah hadist Ummi 'Atiyah r.a., Rasulllah bersabda kepadanya:

"Wahai Umi Atiyah, berkhitanlah dan jangan berlebihan, sesungguhnya khitan lebih baik bagi perempuan dan lebih menyenangkan bagi suaminya".

Hadist ini diriwayatkan oleh Baihaqi, Hakim dari Dhahhak bin Qais. Abu Dawud juga meriwayatkan hadist serupa namun semua riwayatnya dlaif dan tidak ada yang kuat. Abu Dawud sendiri konon meriwayatkan hadist ini untuk menunjukkan kedlaifannya. Demikian dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Talkhisul Khabir.

Waktu khitan
Waktu wajib khitan adalah pada saat balig, karena pada saat itulah wajib melaksanakan sholat. Tanpa khitan, sholat tidak sempurna sebab suci yang yang merupakan syarat sah sholat tidak bisa terpenuhi.
Adapun waktu sunnah adalah sebelum balig. Sedangkan waktu ikhtiar (pilihan yang baik untuk dilaksanakan) adalah hari ketujuh seytelah lahir, atau 40 hari setelah kelahiran, atau juga dianjurkan pada umur 7 tahun. Qadli Husain mengatakan sebaiknya melakuan khitan pada umur 10 tahun karena pada saat itu anak mulai diperintahkan sholat.
Ibnu Mundzir mengatakan bahwa khitan pada umut 7 hari hukumnya makruh karena itu tradisi Yahudi, namun ada riwayat bahwa Rasulullah s.a.w. menghitan Hasan dan Husain, cucu beliau pada umur 7 hari, begitu juga konon nabi Ibrahim mengkhitan putera beliau Ishaq pada umur 7 hari.

***

Demikian yang kudapat dari berbagai sumber,  adapun aku dan Abinya anak-anakku memilih untuk mengkhitan Yunda saat berumur 21 hari, sepekan setelah aqiqahnya yang dilaksanakan pada hari ke 14. Dan cerita bayi laki-laki yang disunat, sekitar 3 tahun terakhir kerap kudengar, bahkan ada beberapa anak temanku yang sudah melakukannnya, aku menjadi saksi, bahwa benar lebih cepat sembuh. Akupun berniat nanti kalau punya anak laki-laki berikutnya akan kukhitan sejak bayi. Mengapa tidak? 
Pernah saat belum menikah baca hadist tentang aqiqah dan khitan yang disunnahkan, alam bawah sadarku bertanya, dulu zaman Nabi, nyukur rambut dan mengkhitan bayi pakai apa ya? Apa pakai pedang? Karena kurasa memang belum ada alat cukur elektric dan minor surgery atau cuter untuk khitan. Maha Besar Allah dengan segala perintah dan aturannya.

Semangat kalee aku posting cerita tentang khitanan Akang Hamas, padahal awalnya mau nulis naskah untuk kisah tentang saat jadi pasiennya seorang dokter. Akhirnya aku gagal kirim tulisan, aiyay cari-cari alasan ;(

Selasa, 28 Juni 2011

Naskah Facelift

Saat Antri dan Saat Sendiri

Lift sudah sangat umum dipakai dikantor-kantor, hotel berbintang, pusat perbelanjaan di Kota-kota besar, Universitas, juga beberapa Rumah Sakit besar. Banyak yang setiap hari  dalam beaktivitas sering memanfaatkan penggunaan lift, tapi tidak begitu denganku. Aku bekerja disebuah instansi pemerintah yang gedungnya tidak bertingkat, tanggapun tak ada. Pusat perbelanjaan di Kotaku masih setia dengan ekskalator. Dulu sewaktu kuliah hanya ada tangga menuju lantai 2, saat masa klinik di Rumah Sakit sesekali naik lift yang sebenarnya ditujukan hanya untuk para pasien atau dosen, pengalamannya ya tak banyak  juga, kalau dipaksa mengingat jujur yang kuingat hanya rasa was-was bila sedang naik lift kepergok dosen dan dimarahi, tapi rasa was-was itu dikalahkan oleh kebersamaan bercerita dengan kawan-kawan, artinya kalaupun dimarahi aku tak akan sendiri. Dimarahi ramai-ramai tentu tak menakutkan, begitu menurutku dulu, tapi syukurnya tak pernah terjadi. Setelah menikah, sesekali liburan bersama suami dan anak-anak, menginap dihotel berbintang yang ada liftnya, baik-baik saja. Tak ada cerita nyasar, salah pencet ataupun terkunci. Dan semoga selanjutnyapun begitu. Lancar-lancar saja.

Kalaulah ada yang ingin kubagi, ini justru pengalamanku menggunakan lift di Luar Negeri. Aku pernah ke Arab Saudi selama kurang lebih 40 hari, dalam rangka tugas dinas sebagai tim kesehatan haji Indonesia (TKHI) atau lebih dikenal sebagai dokter kloter pada musim haji 1431 H yang lalu, tepatnya 2 November sampai 12 Desember 2010. Pengalaman pertama ke Luar Negeri, mengemban tugas mendampingi tamu Allah dalam kesendirian tampa keluarga tentu menjadi suatu kenangan yang tak terlupakan. Terlebih aku memang ada kecendrungan disorientasi tempat, walau tak begitu parah. Kalaulah ada yang dikhawatirkan oleh banyak orang terdekat yang tahu keadaanku, mereka mewanti-wanti agar aku selalu membuat tanda pada rute jalan dan jangan berjalan sendiri. Semoga tak sering nyasar, begitu canda mereka.

Pesan jitu, akupun sebisa mungkin selalu membuat tanda pengingat bila menyusuri suatu jalan atau daerah baru. Tapi untuk tidak berjalan sendiri ternyata tak selamanya berhasil. Aku terkadang terpaksa harus berjalan sendiri, walau hanya untuk jarak yang relatif sangat dekat. Melintasi kamar demi kamar dan mengunakan lift.  Kami tim kesehatan hanya terdiri dari 3 orang, seorang dokter dan 2 lainnya paramedis. Sedangkan jama’ah yang harus diperhatikan kondisi kesehatannya terdiri dari 450 orang. Dan sudah bukan rahasia lagi kalau jama’ah haji asal Indonesia lebih banyak yang sudah lanjut usia, artinya dengan resiko penyakit yang juga tinggi. Terkadang kami bertiga harus berbagi tugas kesana kemari. Ada yang merujuk ke pusat kesehatan haji yang sarana dan prasarananya lebih lengkap, ada yang harus jaga diposko kesehatan dan pada saat yang bersamaan ada pangilan dari jama’ah lainnya yang minta diperiksa dengan kondisi tak kuat lagi berjalan. Penyebabnya sering karena terlalu lelah atau serangan mendadak, ini harus segera diatasi dan biasanya aku langsung menghambur. Tak ada kesempatan lagi untuk menunggu kawan yang lain. Dan ini kerap terulang.

Maka kali ini akan kuceritakan kemana aku terpaksa harus berjalan sendiri. Di Mekkah selama 1 bulan lebih 2 hari, pemondokan untuk jama’ah kloter kami terbagi 2. Ini biasa terjadi, syukurnya jarak antar pondokan yang satu dengan yang lainnya tak jauh, selang hanya sekitar 50 meter saja. Berbeda dengan pemondokan beberapa kloter lainnya yang terpisah sampai 300 meter, tapi ada juga yang lebih beruntung, satu kloter satu pemondokan. Ini jelas sangat berpengaruh pada tugas kami tim kesehatan kloter. Kembali ke pemondokan kloter kami, di Mekkah kami mendapat pemondokan di daerah Bakhutmah, Maktab 55 dan 56 berjarak sekitar 2 Km dari Masjidil Haram. Di Maktab 55 yang terdiri dari 9 lantai, hanya ada 10 kamar untuk jama’ah kloter kami, semuanya tersebar dilantai 6 dan 7, sisanya adalah jama’ah asal Banten, Jawa Barat. Adapun di Maktab 56 yang terdiri dari 10 lantai, jama’ah kloter kami lebih banyak, mulai dari lantai 5 sampai lantai 10. Dan posko kesehatan kloter ada di lantai 6. Adapun tetangga satu pondokan kami adalah jama’ah asal Medan yang menempati lantai 1 sampai 4. Memperhatikan sebaran penempatan jama’ah kloter kami, praktis hampir semua aktivitas harian harus menggunakan fasilitas lift.

Maktab yang dihuni jama’ah haji rata-rata asal Indonesia beragam jumlah liftnya. Aku pernah melihat yang satu pondokan liftnya ada 3 atau 4. Tapi dipondokan kami yang ada di Mekkah berjumlah 2 buah. Lift 2 saja sudah cukup menurutku, bahkan tak selalu ramai, karena memang ritme ibadah di Mekkah sangat variatif, artinya berbeda antar jama’ah yang satu dengan yang lainnya. Menjelang pelaksanaan wajib haji, ibadah para jama’ah biasanya terpusat pada kegiatan berangkat ke Masjidil Haram, ada yang hanya sholat ada juga yang melakukan serangkaian umroh sunnah. Ada jama’ah yang berangkat subuh pulang dhuha, ada yang berangkat menjelang dzuhur pulang sampai isya, ada yang berangkat menjelang isya sampai subuh. Jadi kejadian ngantri di lift sangat jarang kutemui. Kalaupun ada aku justru menikmatinya sekali, bersyukur bisa ngobrol dengan para jama’ah sekaligus mengetahui kondisi kesehatan mereka secara langsung atau menggali informasi seputar kesehatan teman sekamar mereka. Jadi ngantri di lift buatku adalah moment yang justru kutunggu. Kecuali saat ngantri lift menjelang keberangkatan ke Arafah. Menjelang puncak haji 9 Dzulhijah, para jama’ah terlihat sangat ingin mendahului satu dengan yang lainnya, berulangkali sudah diingatkan tapi seolah tak didengar. Disinilah kubuktikan, bahwa ibadah haji kuncinya harus sabar, godaan untuk bersikap dan bertindak tak sabaran yang hanya mengandalkan emosi seolah mencapai puncaknya justru di menjelang wajib haji. Saling rebutan ingin mendahului, lift berulang kali berteriak karena kelebihan muatan dan nyaris tak ada yang mau mengalah. Sampai harus keluar kata-kata kasar demi menurunkan seorang dari lift agar lift mau berjalan. Ini kusaksikan dengan hati miris berduka. Oh sabar sedang kemana dirimu? Dan kejadian serupa ternyata berulang lagi ketika kami hendak berangkat ke Madinah, orang dan barang ngantri dengan tidak sabar dipintu lift, rebutan ingin masuk. Padahal Bus yang mau dipakaipun dengan setia menunggu didepan Maktab. Nyaris lupa juga berkawan dengan yang namanya sabar.Atau si sabar sedang jalan-jalan ;)

Demikianlah, antri dilift walau sudah berusaha kunikmati, bagaimanapun terkadang bikin heboh. Apalagi di Madinah, Hotel kami hanya berjarak 150 meter dari masjid Nabawi, bahkan suara adzannya terdengar jelas, dan jarak adzan ke iqomah lumayan lama. Kondisi inilah yang dimanfaat oleh banyak jama’ah untuk berangkat ke Masjid sesaat menjelang adzan dan karena aktivitas ibadah sunnah di Madinah terpusat pada sholat arbain, yaitu sholat 5 waktu selama 40 waktu berjama’ah di Masjid Nabawai, yang artinya rutinitas keberangkatan dan kepulangan jama’ah hampir bersamaan, maka pengunaan liftpun sering antri. Tapi syukurnya lebih terkendali dan sudah bisa sambil bercanda. Entahlah, semua kami petugas kesehatan mengakui bahwa fase Madinah lebih tenang, secara umum jama’ah juga lebih sehat, sehingga saat beribadahpun menjadi lebih menyenangkan. Apa karena sebentar lagi mau pulang ke Tanah Air? Semuanya jadi terasa membahagiakan. Lewat sebulan lebih di Mekkah, maka tinggal menghabiskan 8 hari lagi di Madinah untuk bisa pulang ke Indonesia. Dan tercatat sampai waktu kepulangan, antri di lift tidak sampai membuatku trauma.

Yang ada aku justru seringkali was-was bahkan nyaris trauma saat berada dalam lift sendirian. Seperti yang kuceritakan sebelumnya aku terkadang tak berhasil menghindar untuk berjalan sendiri, tadinya kufikir tak mengapalah mengingat jaraknya yang sangat dekat. Naik turun lift saja. Seringnya aku berpapasan dengan para jama’ah yang mau naik atau turun, bila bertemu dengan jama’ah asal kloterku yang jelas sudah mengenalku biasanya kami terlibat obrolan sederhana, seputar aktivitas harian juga kondisi kesehatan mereka. Bila berpapasan dengan jama’ah asal kloter lain yang memang satu pondokan biasanya bertukar senyum juga salam. Dan pengalaman berpapasan inilah yang sempat membuatku cemas tapi langsung tanggap melakukan tindakan cepat yang tepat menurutku. Saat berpapasan dengan petugas cleaning servis pondokan di lift, yang ada di pondokan kami saat di Mekkah dan di Hotel Madinah adalah pekerja asal Banglades. Hampir mirip orang India, berpostur tinggi tegap besar dan biasanya muslim. Bagiku mereka tetap orang asing, meski beberapa kali mereka datang ke posko kesehatan kami sekedar bertukar salam atau meminta obat, tapi tetap saja adat kebiasaan dan bahasa yang berbeda membuatku harus lebih waspada. Maka saat berpapasan dengan mereka di lift, aku memilih segera keluar walaupun belum sampai lantai yang kutuju. Keluar dan berganti lift, tampa menampakkan wajah kikuk tentunya. Ini kuanggap strategi paling aman, daripada sibuk mengatur kata saat berada dalam lift untuk beramah-tamah dengan mereka dan kita tak bisa pastikan apa yang terjadi selanjutnya, bagaimana bila lift tiba-tiba mati dan kita terjebak dalam lift dengan mereka, begitu kata hatiku, jenderung paranoid.

Kebanyakan aksi langsung keluar lift walau tidak di lantai tujuan berlangsung aman, kecuali sekali. Saat 2 hari lagi kloter kami berangkat ke Madinah, kloter tetangga asal Medan yang berada di lantai 1 sampai 4 Maktab 56, sudah berangkat terlebih dahulu. Dan sayangnya aku lupa. Hingga aku harus mengalami kejadian lari dari lantai 1 ke lantai dasar lewat tangga, setelah berpapasan dengan petugas cleaning servise pondokan di lift. Kejadiannya aku mau turun ke lantai dasar dari lantai 6, saat pintu lift dilantai 1 terbuka dan masuklah petugas cleaning servise yang orang Banglades aku langsung ngacir keluar lift, tak kupedulikan wajah keheranannya. Baru kusadari lantai 1 telah kosong, karena telah sehari yang lalu kloter asal Medan berangkat ke Madinah. Akupun langsung ambil langkah seribu menuju tangga dan turun ke lantai dasar, syukurnya tak kepergok orang lain dan syukurnya juga hanya dari lantai 1, coba kalau dari lantai 4, pasti lebih ngos-ngosan. Hampir mirip saat di Hotel Madinah aku pernah salah pencet, mungkin mengantuk karena kala itu sudah lewat isya, aku dipanggil ke lantai 8 ada jama’ah yang sakit, ternyata sampainya ke lantai 9 yang sudah kosong jama’ah. Sempat bergidik juga, kabur langsung turun lagi.

Kali lain masih di Mekkah, saat aku pulang dari lantai 7 memeriksa jama’ah yang sakit di Maktab 55, pintu lift terbuka dan klik, akupun langsung tersipu malu, saat kudapati sekelebat bayangan sepasang Nenek Kakek yang usai berciuman. Aku malu sampai wajahku tak berani kuangkat, tapi namanya usia lanjut, banyak penelitian membuktikan seolah kembali kemasa kanak-kanak, mereka justru senyum-senyum tampa dosa. Jadilah aku yang serba-salah sendiri. Akhirnya bertanya mengurai rasa,
“Nini dan Aki dari Banten ya? Tadi dari jemur pakaian?” tanyaku penuh retorika sambil melirik tentengan ember yang mereka bawa, kupastikan mereka dari lantai teratas, bisa-bisanya tadi tak menyadari kalau pintu lift bisa saja terbuka sewaktu-waktu karena ada yang mau ikut dan menangkap adegan mesra mereka. Eleh-eleh sempat-sempatnya ya... 
“Iya Neng”, jawab mereka bersamaan, masih mengulum senyum. Lalu turun di lantai 5.
Ya jelaslah, aku tak kenal mereka, berarti mereka bukan jama’ah kloterku dan di Maktab ini selain kloter kami hanya ada jama’ah asal Banten. Syukur yang tak bisa kupungkiri, kalau kenal jelas aku makin malu dan jadi rikuh berkepanjangan. Ini berpapasan di lift dengan sepasang suami istri yang terheboh, umumnya aku hanya dibuat iri melihat kebersamaan mereka dan segera berdo’a, semoga ditahun mendatang aku bisa jadi jama’ah haji berdua bersama suami tercinta. 

Beginilah, kisah sendiri melintasi lift yang penuh warna. Itu pengalamanku saat berjalan sendiri melintasi lift di Negeri Orang. Sedangkan untuk jarak tempuh yang jauh biasanya aku tak akan sendiri, harus dikawal oleh petugas lain, ketua regu atau ketua rombongan bila untuk serangkaian keperluan menjalankan tugas, tapi bila untuk aktifitas yang sifatnya pribadi biasanya aku ikut jama’ah yang berangkat rombongan. 

Ini saat antri atau saat sendiri?
Yang pasti ini bukan didalam lift, hiii...

Catatan Kaki:
Aku agak heran, mengapa di Madinah pemondokan lebih umum disebut hotel, berbeda dengan di Mekkah yang lebih sering disebut Maktab.


***

Tulisan ini kukirim ke gm_cakrawala@yahoo.com pada tanggal 25 Juni 2011 yang lalu dari Sukabumi ditengah kendala sinyal yang hilang timbul, tadinya tak yakin juga terkirim sampai malam ini baru sempat buka email, ternyata ada balasan singkat:
Nuhun Yunda :)

Salam, 
Tias

Alhamdulillah ternyata sampai juga ya...soal nanti naskahnya lolos seleksi atau tidak, buatku yang penting sudah menulis, sudah usaha, jujur awalnya agak keder menulis pengalaman seputar lift sepanjang 4-5 halaman tapi akhirnya berjibaku untuk tetap menulis. 
Soal hasilnya, buatku bukan yang utama.


Minggu, 26 Juni 2011

Sang Diri dalam Sepuluh

Kisah Seuntai Awan Kecil Oleh Subcomandante Marcos
Kutipan dari Kumpulan Tulisan Terpilih "Kata adalah Senjata"
(sengaja kusertakan, semoga menginspirasi) 

Alkisah, hiduplah sebuah awan kecil.
Ia sangat kecil, nyaris tak sampai seuntai. Dan manakala awan-awan besar menjadikan diri mereka hujan dan mengecat hijau pengunungan, si awan kecil akan terbang mendekat untuk menawarkan jasanya. Tapi mereka mengoloknya, karena ia begitu kecil. Mereka mengoloknya menjadi-jadi.

...

Maka awan kecilpun pergi lebih jauh lagi dan sampailah ketempat yang sangat kering kerontang sampai tak ada satu dahanpun yang tumbuh. Awan kecil berkata:
"Ini lokasi yang sempurna untuk menjadikan diriku hujan, karena tak ada awan lain yang pernah datang kemari".

Si awan kecil mengerahkan semua kemampuan untuk menjadikan dirinya hujan, dan berhasil menelurkan satu tetes kecil.
Dan akhirnya tetes kecil itu menciprat sendiri. Maka karena padang itu begitu kering, tetesannya menimbulkan kebisingan hebat saat menciprat tepat diatas sebuah batu. Iapun membangunkan bumi. Dan bumipun bertanya:
"Ribut-ribut apa itu?"
"Tetes hujan jatuh" jawab batu.
"Tetes hujan? Artinya hujan bakal turun! Lekas bangun! "
Lalu bumi mengingatkan semua tetumbuhan yang sembunyi dibawah tanah dari terik matahari.

Maka tumbuh-tumbuhanpun bangun dan mengintip, dan untuk sesaat seisi padang gersang tersaput warna hijau. Awan-awan besarpun melihat hijau itu dari kejauhan dan berkata:
"Lihat ada banyak hijau disana. Ayo kita bikin hujan ditempat itu. 
Kita tidak tahu disana begitu hijau !"

...

Tak seorangpun ingat, tapi si batu menyimpan rahasia tentang seuntai awan kecil. Waktu berlalu, awan-awan besar pertama itupun lenyap dan tanaman-tanaman pertamapun mati. Adapun batu yang tak pernah mati, memberitahu tanaman-tanaman baru yang terlahir dan awan-awan baru yang tiba, kisah tentang seuntai awan kecil yang mengucurkan setetes hujan.

Ini cuplikan dari tulisan : Para Wanita Pengukir Sejarah, 29 Januari 2011.
Yang melahirkan puisi berjudul Sang Diri, 05 Februari 2011 yang juga bersamaan dengan pergolakan rakyat Mesir menurunkan Rezim Mubarok. Demikian kutipannya...
Sang Diri

Diri memang tak semulia Khadijah
.....yang dari rahimnya juga lahir seorang wanita penghulu syurga berikutnya
Tak juga setegar Asma binti Abu Bakar
.....yang keberaniannya mengambil andil peran pada hijrah Rosullulah bahkan disaat sedang hamil besar, Jabal Tsur menjadi saksi bahwa beliau memang tiada duanya
Bahkan diri tak selayak Al Khansa'
....yang menangisnya hanya karena rasa khawatir pada Baginda Nabi, tak ada air mata setelahnya, dan saat khabar syahid keempat putranya, tak ada setitik duka, hanya tersisa kerinduan tak ada lagi putra berikutnya yang akan menyusul syahid


Pada dekade selanjutnya...
Diripun sungguh tak seperkasa Zainab Al-Ghazali
.....yang dipenjara karena makna penanya, betapa katanya mampu menggetarkan penguasa, dan anjing-anjing dipenjarapun menjadi saksi jiwanya tak bisa dinista

Ya....setiap masa ada pengukir sejarahnya
Dan semua kita bisa membuat ukiran seindah yang kita mau 
Walau tak semulia Khadijah
Tak setegar Asma
Tak seagung Al-Khansa'
Juga tak seperkasa seorang Zainab dari Mesir
Tapi kita bisa menjadi seuntai awan kecil yang selalu bercita membuat hujan,
meski hanya mampu beri tetesan…
namun inilah permulaan hijau disebuah gurun nan gersang
Semoga diri mampu menjadi seuntai awan kecil
yang mempunyai visi besar, visi peradaban

Maka inilah aku, Sang Diri dalam 10 yang diminta oleh Bunda Loving:
Sebelumnya 8 tentangku sudah kubuat di Award Perdana, atas permintaan Tia.
Jadi tinggal diulik dikit dan melengkapi, dan inilah aku:
  1. Anak sulung dari 5 bersaudara. Adikku 2 laki-laki dan 2 perempuan. Yang persis dibawahku laki-laki, sekarang menetap di Jogya dan menikah dengan putri Jogya sudah dikaruniai 2 anak. Yang selanjutnya perempuan, seorang ahli gizi bertugas di RSUD dan  menetap di Way Kanan, kampung halaman kami dengan 3 orang anak, yang 2 orang kembar. Nomor 4 laki-laki sedang skripsi di Jogja, belum menikah. Adalah si bungsu, semester 4 di Kedokteran UNILA. 
  2. Merantau sejak masuk SMP. Dulu awalnya karena di Kampungku tak ada SMP yang bagus menurut orangtuaku. Bersyukurnya aku punya orangtua yang begitu mengerti bahwa memberikan pendidikan pada anak-anaknya haruslah yang terbaik. Walaupun harus berpisah raga. Jadi SMP-SMA di Bandar Lampung dan menghabiskan masa kuliah di Fakultas Kedokteran UNSRI Palembang. Wajar bila suka duka jadi anak rantau tak akan habis sehari semalam bila kuceritakan, so nyicil aja ya kisahnya...
  3. Di Tanah Rantau juga aku ketemu jodoh, sehingga keterusan merantau. Suamiku seorang pengacara (pengacara beneran lho...) Silakan bila ada yang memerlukan jasa pengacara, bisa langsung kontak saja, promosi euy...
  4. Sekarang baru punya 2 orang anak yang multitalenta, sholeh dan sholeha. Alhamdulillah...dan semoga tahun ini Allah izinkan untuk punya anak lagi.             Do'akan ya...
  5. Seperti diprofilku, aku seorang dokter fungsional yang bercita-cita bisa membuat kebijakan di bidang kesehatan, suatu saat kelak. Punya impian untuk mendirikan pusat rehabilitasi mental khusus buat anak dan remaja yang memadukannya dengan konsep spiritual, lebih konkret aku ingin punya tempat rehabilitasi yang sekaligus rumah tahsin dan tahfidz Al-Qur'an. 
  6. Karena tahu beragam dan bahayanya efek samping obat, maka sejak setahun terakhir aku justru menjauhkan diri, keluarga dan orang-orang sekitar dari mengkonsumsi obat-obatan kimia. Jadi sekarang aku justru kembali kepada madu, habatussauda dan bekam. Selanjutnya bercita-cita punya klinik sehat Ath Tibbun Nabawi.
  7. Suka berkebun, ngakunya kalee...
  8. Suka menulis, yang ini ngaku-ngaku juga kayaknya. Tapi tetap berusaha untuk terus menulis, karena menulis itu mendamaikan jiwa dan lewat tulisan kitapun bisa menungkan damainya jiwa.
  9. Benci bahkan sangat benci ROKOK. Kasian dengan para perokok. Serta sangat ingin membantu bila ada perokok yang ingin STOP ROKOK.
  10. Seorang yang merasa sanguinis tapi sebenarnya pemalu ;)
Semoga ada manfaatnya, paling tidak ada sahabat yang sudi mendo'akan semua harapan, cita-cita dan impianku, so suuittt.

Dari Abu Ad-Darda’ t dia berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda: 
“Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya (sesama muslim) tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama.” (HR. Muslim no. 4912)

Dalam riwayat lain dengan lafazh:

“Doa seorang muslim untuk saudaranya (sesama muslim) tanpa diketahui olehnya adalah doa mustajabah. Di atas kepalanya (orang yang berdoa) ada malaikat yang telah diutus. Sehingga setiap kali dia mendoakan kebaikan untuk saudaranya, maka malaikat yang diutus tersebut akan mengucapkan, “Amin dan kamu juga akan mendapatkan seperti itu.” 


Sabtu, 25 Juni 2011

Silaturahim

Definisi: 
Shilah = صِلَةٌ, bentuk mashdar (gerund) dari kata وَصَلَ   - يَصِلُ, yang berarti sampai, menyambung. Ar-Raghib Al-Asfahani berkata: “وَصَلَ  – الْاِتِّصَالُ “ yaitu menyatunya beberapa hal, sebagian dengan yang lain.” (Al-Mufradat fi Gharibil Qur`an, hal. 525)
     Rahim الرحم artinya hubungan kekerabatan, yang asalnya adalah tempat tumbuhnya janin di dalam perut.   رحيم  - kasih sayang (Lisanul ‘Arab)
     Sedang Rahmi رحمي   artinya rasa nyeri yang diderita para ibu ketika melahirkan, tali uterus/pusar
      Silaturahim = menyambung tali persaudaraan kepada kerabat yang memiliki hubungan nasab.
      Silaturahmi = menyambung rasa sakit nyeri .
      Itu sebabnya kebencian, kedengkian dan konflik masih saja ada meski silaturahmi terus terjalin. Sebab, yang kita sambung adalah rasa nyeri para ibu kita ketika melahirkan tadi.

Makna Silaturahmi:

QS 4:36. Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh [294 : Dekat dan jauh di sini ada yang mengartikan dengan tempat, hubungan kekeluargaan, dan ada pula antara yang muslim dan yang bukan muslim], dan teman sejawat, ibnu sabil [295 : Ibnus sabil ialah orang yang dalam perjalanan yang bukan ma'shiat yang kehabisan bekal. Termasuk juga anak yang tidak diketahui ibu bapaknya.] dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.

“Bukanlah penyambung adalah orang yang hanya membalas. Tetapi penyambung adalah orang yang apabila diputus rahimnya, dia menyambungnya.” {HR. Al-Bukhari, Kitabul Adab bab (15) Laisal Washil bil Mukafi, no. 5991} 

Dalam sebuah hadis diungkapkan, "Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada shalat dan shaum?" tanya Rasul pada para sahabat. "Tentu saja," jawab mereka. Beliau kemudian menjelaskan, "Engkau damaikan yang bertengkar, menyambungkan persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan tali persaudaraan di antara mereka adalah amal saleh yang besar pahalanya. Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan diluaskan rezekinya, hendaklah ia menyambungkan tali silaturahmi" (HR Bukhari Muslim). 

Motivasi:
       Syurga Bagi Yang Menyambung Silaturahim Dan Dianggap Sebagai Orang Yang Berakal (13:19-22)
       Shodaqohnya Bernilai Ganda
       Dari Salman bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, dari Nabiyullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata: “Shadaqah kepada orang miskin itu satu shadaqah. Dan shadaqah kepada kerabat itu dua shadaqah; shadaqah dan penyambung silaturahim.” (HR. At-Tirmidzi no. 685, Abu Dawud no. 2335, An-Nasa`I 5/92, Ibnu Majah no. 1844. At-Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan. Ibnu Hibban menshahihkannya) 
       Memiliki rizki yang lapang dan panjang umur
       Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, hendaknya ia menyambung tali silaturahimnya.” (HR. Al-Bukhari 10/348,Muslim no. 2558, Abu Dawud no. 1693)

Ancaman:

       Laknat Allah Dan Neraka Tempat Kembali Bagi Yang Memutus Silaturahim (13:25)
       Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dalam hadits dari Abu Muhammad Jubair bin Muth’imradhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak akan masuk surga, orang yang memutuskan.”
       Sufyan Ats-Tsauri rahimahullahu mengatakan dalam riwayatnya: “Maksudnya, orang yang memutuskan tali silaturahim.” (HR. Al-Bukhari10/347 dan Muslim no. 2556) 
       Dibuta tulikan penglihatan dan pendengaran bagi yang memutus silaturahim (47:22-23)
       Artinya terputus rahmat dan hidayah Allah terhadapnya
       Termasuk kelompok disegerakan azabnya di dunia dan diulangi diakhirat
       Dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, dia mengatakan: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada dosa yang pantas untuk disegerakan hukumannya oleh Allah bagi pelakunya di dunia bersamaan dengan (hukuman) yang disimpan untuknya di akhirat, daripada kezaliman dan pemutusan silaturahim.” (HR. Ahmad, 5/36, Abu Dawud, Kitabul Adab (43) no. 4901, dan ini lafadz beliau, At-Tirmidzi dalam Shifatul Qiyamah no. 1513, dan beliau mengatakan hadits ini shahih, Ibnu Majah dalam Kitab Az-Zuhd bab Al-Baghi, no. 4211)

Ayo isi liburan juga dengan silaturahim, dalam nyata ataupun maya, agar barokah dan pasca liburan makin cerah ceria :)

Rabu, 22 Juni 2011

Peringatan pada Diri

Peringatan pada sang diri dibuat agar diri lebih berhati-hati dan selanjutnya terus memperbaiki diri. Paling tidak ini menurutku. Ibarat lampu kuning pada rambu lalu lintas, peringatan selayaknya kita sikapi dengan bijak. Jangan ngotot tetap tancap gas, bahkan ada baiknya justru lajunya mulai dikurangi. Begitu juga bila suatu peringatan terjadi pada diri, segeralah berhati-hati dan memperbaiki diri sebelum kata henti berupa maut menghadang.

Peringatan pada diri juga bisa berupa penyakit fisik dan jiwa. Peringatan dalam bentuk sakit fisik pada kenyataannya lebih mudah disadari, dan biasanya segera disikapi sedini mungkin. Sakit gigi ke dokter gigi, sakit mata langsung ke dokter spesialis mata. Sakit jantung, baru gejala saja langsung kontrol rutin kepada ahli terkenal. Sungguh bagai sebuah peringatan yang paling mujarab agar diri berhati-hati. Akan halnya peringatan yang berupa penyakit atau ketidakseimbangan jiwa, seringkali tak disadari atau memang mungkin tak diambil peduli oleh sang diri. Ketika diri tak bisa berhasil menahan emosi, saat diri sering merasa iri, atau bahkan kerap diri berburuksangka, ternyata sulit untuk segera mencarikannya obat. Peringatan yang terabaikan. Padahal bila sakit fisik yang diderita maka yang merasakan dampaknya hanyalah diri sendiri. Berbeda bila jiwa yang sakit, orang lain jelas terkena getarannya. Maka tak pantas bila mengabaikan peringatan serupa ini.

Dan satu lagi peringatan yang berupa menuanya usia, walaupun tua adalah sebuah keniscyaan, namun ingatlah bahwa tak semua diri mencapai usia tua. Artinya peringatan demi peringatan yang hadir untuk menyatakan bahwa diri jelas makin berkurang usia, dan bahwa diri tak lagi belia. Sungguh semampunya bisa menyadarkan kita bahwa usia hidup kita semakin singkat. Saat tajam penglihatan mulai berkurang atau tulang sudah lagi tak sekokoh dulu, maka selayaknya diri makin menyadari bahwa peringatan sudah mulai menjalankan tugas baiknya. Peringatan yang berguna mengingatkan diri. Jadi sadarilah beragam bentuk peringatan pada diri, semuanya bertujuan agar diri terus memperbaiki diri. Mulai dari yang paling kecil, mulai dari diri sendiri dan mulailah sekarang juga. Jangan menunggu uban atau kulit keriput yang datang sebagai peringatan, karena sekali lagi tak semua diri sampai pada satu episode tua usia.

Artikel Ini Diikutkan Acara Satu Kata
 

Senin, 20 Juni 2011

Bahasa Cinta

Akhirnya jadi juga kirim tulisan didetik-detik terakhir.
Sering kali ya, seolah menikmati sensasi dibatas waktunya.
Pilihankupun jatuh di Tema 4: SAMARA
Khusus buat yang sudah ngejalani pernikahan lebih dari 5 tahun. Apa saja masalah yang paling berat dihadapi dan bagaimana kiat mengatasinya(minimal 5 masalah).

Berikut cuplikannya:

Bahasa Cinta
Kalau angka 10 sering diidentikkan dengan sebuah nilai yang mewakili kesempurnaan, maka 9 adalah bilangan angka yang paling mendekatinya. Adakah menjadi berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Jelas ada, tapi tak begitu kurasa nyata. Kalaulah diibaratkan sebuah pelayaran maka 9 tahun berlayar bersama, sudah cukup buatku untuk memahami siapa yang menjadi nahkoda pelayaran ini. Seseorang yang kupercaya membawaku mengarungi sisa usia dibawah kendalinya. Ibarat berlayar kapal ini mulai memasuki tengah lautan, sesekali ombaknya menghantam keras. Ombak pantai tentu berbeda dengan ombat tengah laut. Tapi kapal ini harus terus berlayar, dengan juang yang tentu berbeda. Dan aku menikmatinya, bagiku semua indah pada masanya.
Dari sekian banyak ombak besar yang menguncang pelayaran kami yang menjelang 9 tahun ini, yang paling kurasa adalah:
  • Perbedaan latar belakang
Ini terasa diawal-awal pernikahan kami. Aku adalah sosok mandiri yang ditempa medan perantauan sejak SMP. Semua biasa kulakukan sendiri, praktis dan selalu memperhitungkan semua bentuk efektifitas. Sangat bertolak belakang dengan suami yang tidak pernah merantau, sosok anak yang sangat dekat dengan kehangatan keluarga. Sosok yang selalu diandalkan untuk mengawal Ibunda dan mendampingi Ayahanda. Sehingga saat awal kebersamaan kami, wajar saja bila suami ingin melimpahkan semuanya padaku. Dan aku sangat kaget menerima sebentuk perhatian yang kala itu kuanggap terlalu berlebihan. Misalnya saja, selalu menawariku untuk diantar dan dijemput ditengah kesibukan kami yang jelas berbeda. Aku sempat uring-uringan, mengapa jadi tak disederhanakan saja atasnama sebuah keefektifan. Begitu ungkapku selalu. Aku gagap tak jelas, beginikah menikmati masa setelah menjadi seorang istri? Dan suamiku membahasakannya sebagai bentuk rasa sayang. Jadi setelah kupertimbangkan, apa yang harus kuributkan. Nikmati saja, dan seiring berjalannya waktu aku makin memahami bahwa bersama itu menyenangkan, waktu yang ada bisa digunakan untuk berdiskusi dan memberikan sebentuk perhatian. Misalnya kalau dulu menunggu saat dijemput aku manyun, seolah ingin menggugat, harusnya aku bisa langsung menghambur sendiri. Tapi karena ada yang menjemput, jadi harus menunggu. Tapi sekarang? Seberapa lama kadang aku tak menyadarinya, karena waktu menunggu bisa diisi dengan membaca atau kegiatan lain yang bisa dilakukan sendiri. Ini baru satu contoh. Banyak lagi tentang mandiriku yang bersemberangan dengan sangat perhatiannya suamiku. Namun seiring waktu berlalu gesekan itu tak lagi terasa. Aku bahkan menikmati perbedaan ini.
  • Cara pandang tentang suatu masalah.
Menghadapi masalah biasanya dengan pembawaan anak tua, aku cenderung ngotot dan ingin masalah selesai segera, saat ini juga. Tapi suamiku yang memang pembawaannya sebagai anak tengah yang kerap jadi penengah lebih memilih menyelesaikan masalah dengan tenang dan mencari jalan tengah. Mencari celah seperti air yang mengalir, jangan dibendung karena kita tak tahu pasti seberapa besar arus yang datang. Sediakan saja diri untuk memahami, menjadi muara yang sejuk lagi damai. Agar bagaikan air biarkan masalah itu mengalir sampai ia temukan lubuk landai atau justru laut biru.
Dan kini makin kusadari bahwa pernikahan adalah menyatukan dua hal yang memang sejatinya berbeda, tapi mana kala kita menyadari pernikahan adalah sebuah pelayaran menuju sebuah keridhoan-Nya saja, tak peduli seperti apa cara menyelesaikan masalah yang kita pilih, caraku ataukah caranya, maka akan indah bila kita selalu berada dalam rambu-Nya.
3, 4, dan 5 sengaja dirahasiakan :)

Minggu, 19 Juni 2011

Undangan Menulis

Menulis Tentang September 

September, adalah bulan yang penuh suka cita untukku. Ada banyak cerita yang berlabuh dan menyisakan segaris senyum di balik bibirku. Aku pernah memiliki dan kehilangan di bulan penuh cinta itu. Pun pernah tersenyum juga meratap pada bulan yang selalu hadir di tiap tahunku. Dan pada akhirnya, aku ingin September memberikan warna pelangi untukku. 


Tahun ini aku ingin menyambut September dengan mengundang para sahabat untuk membuat cerpen atau puis bertema september, dengan ketentuan :

Cerpen :
1. Cerita boleh Fiksi/Non Fiksi berisi tentang apa saja yang berhubungan dengan September, boleh tentang cinta, persahabatan, misteri atau hal lainnya.
2. Naskah diketik di Mic. Word 2003/2007 dengan format TNR12, spasi 1,5. Minimal 4 halaman dan maksimal 10 halaman.
3. Gunakan kalimat yang ringan dan mudah dipahami, dengan tetap memperhatikan EYD dan kaidah penulisan yang berlaku.
4. Kirim naskah ke alamat email : antologi.gado2@gmail.com, dengan format SEPTEMBER_NAMA PENGIRIM_JUDUL.
Contoh : SEPTEMBER_ANI_SEPTEMBER YANG BIRU.
5. Melengkapi naskah dengan biodata narasi maksimal 250kata lengkapi dengan prestasi yang dimiliki, nama lengkap, nama pena dan alamat FB (bila memiliki FB) atau alamat blog (bila hanya memiliki blog)
6. Memposting info Undangan ini di Note FB/Blog masing-masing (hanya info Undangan ini dan bukan cerpen/puisi yang dikirim) dengan meng-tag 20 nama sahabat.

Puisi :
1. Wajib mencantumkan kata September.
2. Puisi diketik di Mic. Word 2003/2007 dengan Format TrebuchetMS 12, Spasi 1,5.
3. Jumlah kata maksimal 300 kata.
4. Kirim naskah ke alamat email : antologi.gado2@gmail.com, dengan format SEPTEMBER2_NAMA PENGIRIM_JUDUL.
Contoh : SEPTEMBER2_ANI_RIAKKU DALAM SEPTEMBER.
5. Melengkapi naskah dengan biodata narasi maksimal 250kata lengkapi dengan prestasi yang dimiliki, nama lengkap, nama pena dan alamat FB (bila memiliki FB) atau alamat blog (bila hanya memiliki blog).
6. Memposting info Undangan ini di Note FB/Blog masing-masing (hanya info Undangan ini dan bukan cerpen/puisi yang dikirim) dengan meng-tag 20 nama sahabat.

Ketentuan lainnya :
1. Naskah ditunggu paling lambat 10 Juli 2011 jam 18.00 WIB.
2. 20 Naskah cerpen dan 50 buah puisi terpilih akan diusahakan untuk diterbitkan di penerbit major. Atau bila tidak memungkinkan, akan diterbitkan secara indie.
3. Jika naskah cerpen dan puisi akhirnya diterbitkan di penerbit Indie, maka kontributor tidak mendapatkan royalti, akan tetapi 10 naskah terbaik akan mendapat masing-masing 1 eksemplar buku.
4. 3 Naskah terbaik utama akan mendapat hadiah berupa bingkisan buku dan pulsa yang nominalnya akan diberitahukan lebih lanjut.
Saya tunggu naskah dari seluruh sahabat yang akan bergabung.

*** 

Lowongan Naskah Antologi

Konsep Materi

  1. Konflik Kekerasan (kisah-kisah mereka yang mengalami tindakan disakiti baik secara fisik, mental, maupun intelektual (atau cerita orang lain yang boleh dituliskan) beserta cara serta usaha mereka untuk keluar dari permasalahan tersebut. Cerita kisah nyata, menyentuh, dan memberikan solusi. Artinya pelakunya sekarang sudah tidak lagi mengalami masalah tersebut. 
  2. Anak Pertama (saat-saat menunggu kelahiran anak pertama yang penuh dengan kenangan istimewa; kecemasan, panic, harap cemas, ngidam, tradisi, mitos-mitos yang menakutkan, sendirian karena suami tugas jauh, kasus-kasus penyakit, kelahiran yang sulit, campur tangan ortu dan mertua, dll) yang perlu dishare kepada orang lain dan solusi praktis yang telah dilakukan, sehingga orang lain bisa belajar dan bercermin bahwa kehamilan pertama kali bukanlah hal yang seram seperti banyaknya mitos yang beredar di kalangan pasangan muda. Laki-laki juga boleh menulis, karena ada banyak kisah istrinya yang hamil, yang jadi bawel ngidam dan aneh-aneh suaminya.
  3. Indahnya Memaafkan (setiap orang pernah melakukan kesalahan, disakiti dan didzalimi orang lain, tanpa bisa melawan atau mencari pembelaan, pernah terkena dampak kasus-kasus fitnah, persekongkolan, pengkhianatan, dll) yang membuat terpuruk dan tidak bisa menyelesaikan. Dendam, menyimpan sakit hati, iri dengki, dan tidak rela, pasti ada dalam kondisi seperti ini dan sepertinya “tidak akan memberi maaf” tetapi memaafkan jauh lebih penting, efeknya baik. Mesti ada satu hal-hal yang tertera dalam cerita kenapa akhirnya bersedia memaafkan dan apa akibatnya setelah memaafkan tersebut.
  4. Titik Balik (masa di mana seseorang berubah menjadi lebih baik; dari pecandu narkoba menjadi relawan rehabilitasi narkoba; dari orang yang pemalas menjadi rajin, dari strata minded (melihat seseorang berdasarkan kelas harta dan tahta menjadi orang yang egaliter dan social kepada siapa saja); dari pendendam yang gampang iri dengki, menjadi baik hati; pesimis ke optimis, dan hal-hal besar yang mendasari setiap perubahannya.
  5. Jujur (antologi fiksi komedi yang seluruh tokoh utamanya menggunakan nama Jujur). Kisah boleh apa saja yang penting komedi cerdas, lucu, kocak, menghibur. Tujuannya untuk mengingatkan kembali bahwa kejujuran itu penting dan mulia. Walaupun banyak orang yang menganggap jujur itu barang langka dan mahal harganya, tapi jujur sebenarnya selalu membawa kebaikan.

Aturan Umum
  1. Peserta adalah warga Negara Indonesia.
  2. Tidak SARA.
  3. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan bisa diterima, tidak menggunakan bahasa alay yang penuh singkatan dan tidak bisa dimengerti.
  4. Bukan berupa hujatan, caci maki, atau mendeskriditkan pihak lain.
  5. Tidak menggunakan kosakata kasar.
  6. Judul harus dalam bahasa Indonesia.
  7. Memenuhi aturan khusus yang ditentukan.

Aturan Khusus
  1. Di setiap konsep materi, satu penulis hanya boleh mengirim satu naskah.
  2. Naskah terdiri dari 8-10 halaman A-4, spasi 1.5 antar paragraph tidak ada jarak, batas kiri atas 4 cm, kanan bawah 3 cm, times new roman 12 point. Tiap-tiap halaman diberi nomor.
  3. Biodata dan foto disertakan di halaman terakhir naskah dengan format: foto, nama lengkap dan atau nama pena, tanggal lahir, pendidikan terakhir, pekerjaan, domisili, dan contact email. Semuanya ditulis dalam huruf miring, kecuali id email. Biodata yang lengkap dikirimkan dalam file tersendiri.
  4. Batas akhir pengiriman naskah 24 Juli 2011. Makin cepat makin baik, tidak perlu menunggu deadline kalau anda sudah memiliki naskah yang dirasa sesuai dan memenuhi syarat.
  5. Pengiriman file naskah ke griyakinoysan@yahoo.com dengan format “konsep dan nama penulis” misalnya “Konflik Kekerasan-Rani”; biodata dikirimkan dengan format “konsep, biodata, dan nama penulis” misalnya “Konflik Kekerasan-Biodata-Rani”.
  6. Pengumuman naskah yang lolos seleksi tanggal 6 Agustus 2011.
  7. Editor Griya Kinoysan berhak mengedit naskah yang lolos seleksi, termasuk mengganti judul, menyarankan nama pena yang tepat, dan lain-lain berkaitan dengan naskah tanpa mengubah substansi materi.

Silakan teman-teman memilih dan mengikuti mana yang paling cocok dengan kisah-kisah yang anda miliki. Silakan share ke teman-teman lainnya dan ajak mereka yang tertarik untuk menulis.

Salam menulis,
Ari Kinoysan W
Griya Kinoysan

***

by Awam Penulis Instan on Wednesday, 25 May 2011 at 22:35

Audisi Naskah " PERINDU SAMARA"
Ada istilah pernikahan seumur jagung.
Ada berita seorang suami yang hidup puluhan tahun tidur dengan "jasad istrinya" yang di awetkan.
Ada seorang teman yang masih usia belasan tahun tapi sudah berganti istri tiga kali.
Ada seorang kakek yang mengakhiri jalinan kasihnya bersama istri setelah bersama puluhan tahun.
Ada seorang pria beristri yang masih suka wakuncar dengan mantan pacar.
dan..... banyak lagi

Menikah adalah penting! Menikahlah segera....
Dalam rangka sosialisasi pentingnya pernikahan dan mencari naskah berkualitas dengan tema pernikahan. Ikutan yuk
Audisi Naskah " PERINDU SAMARA" 

Tema 1 : Jodoh Impian
 Khusus buat sobat yang belum nikah. Kira2 jodoh seperti apa sih yang paling diidam-diamkan. Trus, apa saja sih yang sudah dilakonin biar dapet jodoh seperti itu?

Tema 2 : Mengejar Jodoh
Kisah unik, kocak, tragis, waktu ngincer calon istri/suami. Kalo sampe jadi nikah, gimana kiatnya dan kalo batal gimana solusinya…

Tema 3 : Suami-istri yang aneh
Kira-kira apa saja kelakuan/kebiasaan istri atau suami yang tidak disukai dan menimbulkan konflik keluarga. Bila sampai bercerai apa alasannya. Bila langgeng gimana kiatnya.

Tema 4 : Samara
Khusus buat yang sudah ngejalani pernikahan lebih dari 5 tahun. Apa saja masalah yang paling berat dihadapi dan bagaimana kiat mengatasinya. (minimal 5 masalah)
PENGUMUMAN NASKAH TERPILIH HANYA JUDUL TANPA NAMA PENULIS UNTUK MENJAGA PRIVASI

Syarat Umum :
1. Seluruh peserta audisi harus menjadi teman Kang Rama Dani http://www.facebook.com/rhama.nirwana
2. Seluruh peserta audisi harus posting materi audisi ini di note FB (wajib ngetag Kang Rama Dani dan 19 teman lainnya). 3. Tulisan harus kisah nyata pribadi atau orang-orang terdekat (nama boleh disamarkan)
4. Naskah belum pernah dipublikasikan di manapun.

Syarat Khusus :
1. Naskah harus sesuai dengan tema.
2. Setiap peserta boleh mengirimkan lebih dari 1 naskah dengan tema berbeda.
3. Naskah berupa tulisan nonfiksi popular (Bebas tapi santun)
4. Panjang naskah 3 halaman kertas A4, ketik 1,5 spasi, huruf Times New Roman 12. file Word (.doc).
5. Naskah dikirim dalam bentuk attachment ke e-mail: majalengkabisa@gmail.com tidak ditulis di badan e-mail. Pada subyek, tuliskan: Tema - Judul Naskah.
6. Sertakan nama asli, nama FB dan biodata deskriptif sepanjang satu paragraf di akhir naskah.
7. Akan dipilih 40 naskah yang dinilai paling unik, penuh hikmah, memotivasi dan menginspirasi untuk dibukukan.
8. Naskah ditunggu hingga tanggal 20 Juni pukul 24.00 WIB.
 9. Pengumuman naskah terpilih akan di-posting di Notes FB Kang Rama Dani dan media lain blog/web tanggal 25 Juni 2011 Jam 20.00 WIB
10. Naskah yang terpilih dibukukan dan mendapat royalty dari penjualan.
(naskah yang masuk lebih awal akan langsung dikabari kelayakannya dan bisa diperbaiki)

NB : Mohon sebarkan informasi ini kepada yang lain.