Selasa, 21 April 2015

Inspirasi Rajab

Inspirasi Rajab


Kita pernah "DILUKAI" dan mungkin pernah "MELUKAI", tapi karena itu kita BELAJAR tentang bagaimana cara menghargai, menerima, berkorban dan memperhatikan.

Kita pernah "DIBOHONGI" dan mungkin pernah "MEMBOHONGI", tapi dari itu kita belajar tentang KEJUJURAN.

Andaikan kita tidak pernah melakukan kesalahan dalam hidup ini, mungkin kita tidak pernah belajar arti diri MEMINTA MAAF dan MEMBERI MAAF.

Setiap waktu yang telah kita habiskan dalam hidup ini, tidak akan terulang kembali.

Namun ada satu hal yang masih tetap bisa kita lakukan yaitu BELAJAR dari masa lalu untuk hari ESOK yang lebih baik.

Hidup adalah proses, Hidup adalah belajar. Tanpa ada batas umur, tanpa ada kata lelah, tanpa ada rehat.

JATUH, berdiri lagi. KALAH, coba lagi. GAGAL, bangkit lagi.

Sampai Allah memanggil "Waktunya PULANG"

Subhanallah...

Ya Allah, muliakanlah sahabat-sahabatku, izinkan kami mewujudkan keluarga sakinah mawaddah warahmah.

Kelak masukkanlah Kami disurga yang terindah.

Aamiin Ya Robbal Alamin.



Copas dari WA


"Selamat Hari Kartini"

Jumat, 17 April 2015

Evaluasi Suami Istri

Edisi Evaluasi Jum'at 
By Cahyadi Takariawan


Pada suatu malam, sepasang suami istri tengah bercengkerama berdua.

Suami : Dek, ayo kita saling mengevaluasi, karena semua orang pasti memiliki sisi kekurangan dan kelebihan.

Istri : Iya Bang. Kalau menurut Abang, apa yang menjadi kekuranganku selama ini?

Suami : Ada dua Dek. Pertama, kamu kurang cantik dan kedua kamu kurang langsing.

Istri : Trus, menurut Abang, apa sisi kelebihanku?

Suami : “Ada dua kelebihanmu, yaitu kelebihan berat badan dan kelebihan omongan (nyenyes nian)

Istri : Aduuuuh. Jelek nian diriku di matamu

Suami: Tidak juga Dek, cuma bercanda kok. Trus, menurut Adek, apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan Abang selama ini?

Istri : Semua baik Bang, cuma satu saja kurangnya.

Suami : Kurang apa Dek?

Istri : Kurang ajar Bang.

Suami : Haaah? Begitu jelek diriku di matamu Dek?

Istri : Tidak juga Bang, cuma bercanda kok. Yang benar, kekurangan Abang cuma satu, yaitu Abang tidak punya kelebihan apapun

Suami : Aaarrrrghhh

***

Begitu mudah kita mencari dan menemukan kelemahan pasangan.

Namun begitu susah kita mengapresiasi kelebihan dan kebaikannya selama ini.

Itulah yang membuat mereka sulit bersyukur atas nikmat berpasangan yang sudah mereka rasakan selama ini.

Karena selalu melihat sisi kekurangan pasangan.

Mari perbanyak syukur


Purnama VS Bumi

Kepada purnama, engkau memuji cantik karena sinarnya diangkasa kelam. Engkau berkata engkau merindu kedatangannya di setiap malam. kenyataannya bulan hanya cantik karena berada jauh dari genggaman. Ketika dekat, dia gersang, berbatu dan tidak memberimu kehidupan.


Kepada bumi, engkau mencela lumpurnya, membenci hujan dan menghujat badainya. Engkau hentakkan kaki penuh rasa sombong ketika melangkah diatasnya. Padahal melaluinya lah Allah tumbuhkan pepohonan dan buah sebagai rizkimu, pancarkan air kesejukan, memberikanmu rumah yang nyaman, udara yang menghidupkan.


Wahai pengagum purnama, janganlah terjerat tipu daya. 

Sungguh bumi lebih indah dari purnama bila engkau saat ini menatapnya sembari memijak bulan.

Sayangnya, kita memang terbiasa mencintai sesuatu yang sulit kita miliki dan meremehkan cinta yang telah lama bersama dengan kita.



Bagimu wahai lelaki, purnama berupa setiap perempuan yang tidak halal untuk engkau puji.
Maka berhentilah memuji kecantikan purnama bila engkau terbuta untuk menemukan makna kecantikan yang sebenarnya dimiliki oleh bumi.



Sedangkan Bumi adalah setiap perempuan yang halal dan pantas untuk engkau puji karena kebaikan dan ketaatannya namun entah berapa lama waktu berlalu engkau malah menolak melakukannya.

Sumbr: Fb Rahmat Idris

Jumat, 10 April 2015

SANG MARBOT

MARBOT



Ada dua sahabat yang terpisah cukup lama; Ahmad dan Zaenal. Ahmad ini pintar sekali. Cerdas. Tapi dikisahkan kurang beruntung secara ekonomi. Sedangkan Zaenal adalah sahabat yang biasa-biasa saja. Namun keadaan orang tuanya mendukung karir dan masa depan Zaenal.

Setelah terpisah cukup lama, keduanya bertemu. Bertemu di tempat yang istimewa; di koridor wudhu, koridor toilet sebuah masjid di luar kota.

Adalah Zaenal, sudah menjelma menjadi seorang manager kelas menengah. Necis. Perlente. Tapi tetap menjaga kesalehannya.

Ia punya kebiasaan. Setiap keluar kota, ia sempatkan singgah di masjid di kota yang ia singgahi. Untuk memperbaharui wudhu, dan sujud syukur. Syukur-syukur masih dapat waktu-waktu yang diperbolehkan shalat sunnah, maka ia shalat sunnah juga sebagai tambahan.

Seperti biasa, ia tiba di satu kota. Ia mencari masjid. Ia pinggirin mobilnya, dan bergegas masuk ke masjid yang besar, indah dan mewah yang ia temukan.

Di sanalah ia menemukan Ahmad. Cukup terperangah Zaenal ini. Ia tahu sahabatnya ini meski berasal dari keluarga tak punya, tapi pintarnya minta ampun.

Zaenal tidak menyangka bila berpuluh tahun kemudian ia menemukan Ahmad sebagai marbot masjid!

“Maaf,” katanya menegor sang marbot.
“Kamu Ahmad kan? Ahmad kawan SMP saya dulu?”.

Yang ditegor tidak kalah mengenali. Lalu keduanya berpelukan. “Keren sekali Kamu ya Mas… Manteb…”. Zaenal terlihat masih dalam keadaan memakai dasi. Lengan yang digulungnya untuk persiapan wudhu, menyebabkan jam bermerknya terlihat oleh Ahmad. “Ah, biasa saja…”.

Zaenal menaruh iba. Ahmad dilihatnya sedang memegang kaen pel. Khas marbot sekali. Celana digulung, dan peci
8 didongakkan sehingga jidat hitamnya terlhat jelas.

“Mad… Ini kartu nama saya”.

Ahmad melihat.
“Manager Area”.
Wuah, bener-bener keren.

“Mad, nanti habis saya shalat, kita ngobrol ya. Maaf, di kantor saya ada pekerjaan yang lebih baik dari sekedar marbot di masjid ini. Maaf”.

Ahmad tersenyum. Ia mengangguk.
“Terima kasih ya. Nanti kita ngobrol. Selesaikan saja dulu shalatnya. Saya pun menyelesaikan pekerjaan bersih-bersih dulu. Silahkan ya. Yang nyaman”.

Sambil wudhu, Zaenal tidak habis pikir. Mengapa Ahmad yang pintar kemudian harus terlempar dari kehidupan normal. Ya, meskipun tidak ada yang salah dengan pekerjaan sebagai marbot, tapi marbot, ah, pikirannya tidak mampu membenarkan. Zaenal menyesalkan kondisi negerinya ini yang tidak berpihak kepada orang-orang yang sebenernya memiliki talenta dan kecerdasan, namun miskin.

Air wudhu membasahi wajahnya.

Sekali lagi Zaenal melewati Ahmad yang sedang bebersih. Andai saja Ahmad mengerjakan pekerjaannya ini di perkantoran, maka sebutannya bukan marbot. Melainkan “office boy”.

Tanpa sadar, ada yang shalat di belakang Zaenal.
Sama-sama shalat sunnah agaknya. Ya, Zaenal sudah shalat fardhu di masjid sebelumnya. Zaenal sempat melirik. “Barangkali ini kawannya Ahmad”, gumamnya. Zaenal menyelesaikan doanya secara singkat. Ia ingin segera bicara dengan Ahmad.

“Pak,” tiba-tiba anak muda yang shalat di belakangnya menegur.

“Iya Mas?”

“Pak, Bapak kenal emangnya sama Haji Ahmad?”

“Haji Ahmad?”

“Ya, Haji Ahmad.”

“Haji Ahmad yang mana?”

“Itu, yang barusan ngobrol sama Bapak"

“Oh… Ahmad. Iya. Kenal. Kawan saya dulu di SMP. Emangnya udah haji dia?”

“Dari dulu udah haji Pak. Dari sebelumnya bangun ini masjid ini”.

Kalimat itu begitu datar.
Tapi cukup menampar hatinya Zaenal. Dari dulu sudah haji. Dari sebelumnya bangun masjid ini.

Anak muda ini kemudian menambahkan, “Beliau orang hebat Pak. Tawadhu’. Saya lah yang marbot asli masjid ini. Saya karyawannya beliau. Beliau yang bangun masjid ini Pak. Di atas tanah wakafnya sendiri. Beliau bangun sendiri masjid ini, sebagai masjid transit mereka yang mau shalat. Bapak lihat hotel tingkat tiga di sebelah masjid ini. Itu hotel nya beliau. Tapi beliau lebih suka menghabiskan waktunya di sini. Bahkan salah satu kesukaannya, aneh. Yaitu senangnya menggantikan posisi saya.
Karena katanya suara saya bagus, kadang saya disuruh mengaji saja dan adzan”.

Wuah, entahlah apa yang ada di hati dan di pikirannya Zaenal.

Bagaimana tawadhu' nya temannya yang hebat itu.

Ahmad, Ahmad bagaimana aku bisa ketemu dengan kamu sesudah sholat ini, tidak tahu aku, kemana harus kusembunyikan wajah necisku


Edisi Dhuha
Cerita Hikmah dari WA

Jumat, 27 Maret 2015

Waspadai Penanda Cinta

Awas hati-hati! Penanda cinta haram tegangan tinggi
by. Rahmat Idris

Pernahkah anda terdiam dan menangis ketika mendengar sebuah lagu jaman baheula karena mengingatkan cinta lama anda?
Pernahkah anda merindukan seseorang ketika melewati sebuah bangunan, kota, atau propinsi?
Pernahkah anda tersentak dan terdiam untuk beberapa saat ketika bertemu dengan wajah yang dulunya pernah akrab di masa silam?
Pernahkah anda tanpa sadar mengetik nama seseorang di akun search fesbuk anda demi mencari tahu kabar seseorang dari akun tersebut?
Bila pernah dan saya yakin banyak orang pernah mengalaminya, maka anda baru saja menemukan salah satu penanda cinta dalam hidup anda. 
Penanda cinta adalah suatu kondisi dimana anda merasa kembali kemasa lalu anda disaat anda pernah merasakan cinta di dada begitu kentaranya ketika mendengar, melihat, atau kontak langsung dengan suatu hal.
Penanda cinta itu adalah hal yang wajar dan sangat manusiawi sekali. Setiap manusia mungkin memilikinya. Terkisah dalam sirah, di madinah pada masa Umar Radhi Allahu Anhu meminta Bilal untuk melantunkan azan pemanggil shalat. Maka Semua penduduk madinah menghentikan kegiatannya dan keluar dari rumahnya dengan menangis. Umar pun menangis. Mengapa mereka menangis?
“Sungguh setiap kali engkau melantunkan azan wahai Bilal, seolah-olah kami berada dimasa Rasulullah masih anda disekitar kami. Sungguh kami merasa beliau masih ada.”
Itulah penanda cinta para shahabat Rasulullah dan penduduk madinah yang terberkati.
Di kisah lain, banyak shahabat menyimpan beberapa benda peninggalan rasulullah, sebahagian menyimpan pedang Rasulullah, ada yang menyimpan baju miliknya, ada pula yang menyimpan helai rambutnya, demi penanda cinta mereka kepada Rasulullah.
Berbeda lagi dengan para pemuka ilmu selayak ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud serta shahabat unggulan lainnya, Mereka meletakkan penanda cintanya pada perkataan atau hadist Rasulullah. Ada shahabat yang ketika meriwayatkan hadist mereka tersenyum simpul hingga menampakkan gigi serinya. Ketika ditanya kenapa mereka tersenyum ketika meriwayatkan hadist tersebut. 

Mereka menjawab: “Aku mendapati Rasulullah menyampaikan hadist ini sembari tersenyum dan kami tersenyum pula mendengarnya. Maka aku menyampaikannya selayak rasulullah menyampaikan.”
Itulah penanda cinta kaum shalih-shalihin, mereka yang Allah janjikan syurga.
Penanda cinta adalah salah satu hal yang sangat menentukan sikap kita dalam melihat cinta tersebut. Bila penanda cinta berada dijalan keharaman dan maksiat. Boleh jadi seumur hidup kita akan tergugah untuk hal-hal haram. Sebaliknya bila penanda cinta berada dijalan ibadah dan kebaikan, sangat mungkin kita akan selalu tergugah dalam melakukan hal-hal yang baik pula.
Maka tidak heran bila kemudian kita menemukan banyak yang menangis ketika mendengar lagu romantis dan malah tidak pernah menangis ketika mendengar bacaan Al Qur'an ataupun kisah sirah nabawiyah. Hal ini adalah normal, karena dulu sekali, penanda cinta diletakkan pada lagu-lagu tersebut.
Tidak aneh juga bila kemudian kita menemukan banyak jiwa yang kemudian tergugah melihat mini drama 10 menit buatan produk tertentu yang sejatinya hanya cara perusahaan demi melariskan dagangannya karena awal pertama sekali dia mengenal cinta dimulai dari drama yang diputar 12 tahun lalu.
Tentunya sebaik-baik penanda cinta adalah manusia yang meletakkannya di hal-hal yang dekat dengan Allah. Bukan sebaliknya. dan bilapun kita pernah khilaf meletakkan penanda cinta di tempat yang salah, berjuanglah sekuat tenaga untuk melupakannya.
Percayalah, di setiap keinginan kita menjauhi keburukan, disana terdapat keberkahan dan pencatatan amal yang mulia.

Selamat berjuang duhai jiwa.


Jumat, 20 Maret 2015

Jauhilah Mantan

|Bertemu 'sang mantan'? Maka jauhilah|
by Rahmat Idris

'Sudahlah.. itu kan masa lalu..saat ini kita sudah berbeda. kita sudah menginsafinya. kita jadi teman saja ya.'
Begitu indah kalimat pembuka dari seorang lelaki atau perempuan yang mulai berinteraksi kembali dengan mantannya. Namun sungguh saya merinding membayangkan betapa mudah kata 'menjadi teman saja' mengalir dari para mantan-mantan tersebut. seolah dosa masa lalu tidak akan dipertanggung jawabkan, seolah perbuatan maksiat tidak akan masuk dalam catatan amal, seolah perbuatan dzalim tidak memberi efek apapun.
Padahal tidak seperti itu yang seharusnya kita lakukan. dalam urusan dosa khalwat, maka taubatnya adalah tidak melakukan komunikasi apapun lagi setelah bertaubat kecuali hubungan tersebut telah di ikat dengan akad pernikahan.
Tercatat satu kisah, seorang pemuda shalih yang dulu punya keinginan kuat untuk berkhalwat dengan seorang gadis cantik yang menawan. sang gadis itu adalah gadis gampangan yang menawarkan dirinya kepada siapapun demi sejumlah dinar. Maka dengan tekat kuat disebabkan hasrat berbalut cinta, dia bekerja keras untuk mencari prasyarat dekat dengan sang gadis.
Qadarullah, dia mendapati sejumlah dinar dan menuju ke gadis tersebut. ketika dia ditawarkan untuk merapat, belum sempat dia menyentuh sang gadis tersebut, tubuhnya mengigil, lututnya melemah, tangannya bergetar. lalu dia menyerahkan dinar tersebut cuma-cuma dan berlari keluar. Dia menyesal telah melakukan dosa khalwat hingga dia memutuskan diri untuk meninggalkan kota tersebut.
Gadis yang melihat peristiwa aneh tersebut itu pun kemudian bertaubat karena hidayah dari Allah dan memutuskan untuk mencari pemuda shalih itu serta meminta agar dia bersedia menjadi tempat labuhan jiwanya terakhir.
Namun apa yang terjadi? Setelah mencari kesana kesini hingga sampailah sang gadis di kediaman sang pemuda, kedatangan sang gadis yang sudah bertaubat dan berharap mendapatkan kebaikan dalam keinsyafannya itu tidak seperti yang dibayangkannya.
Bukan mendapatkan sambutan hangat nan membahagiakan, sang pemuda shalih tersebut malah terkejut serta menjerit kuat ketika melihat kedatangan sang gadis. dia menjerit karena melihat kedatangan sang penanda dosanya dimasa lalu. seketika itu dia meninggal dunia dan Insya Allah dalam keadaan khusnul khatimah.
Wahai para lelaki atau perempuan yang sudah menikah serta memiliki sejarah khalwat di masa lalu, ambillah ibrah dari kisah diatas. Begitulah seharusnya kita bersikap bila berhadapan atau bertemu dengan pasangan khalwat haram kita di masa lalu. 

Walau tidak berteriak ketakutan, setidaknya jauhilah mereka sejauh-jauhnya sedapat mungkin. tutup pintu-pintu hasrat yang dapat di susupi oleh syaithan. jangan memberi pembelaan seolah masa lalu sudah berakhir dan kita akan baik-baik saja.
Sedapat mungkin tidak usah membalas kontak via bbm, email, telepon, bahkan permintaan bertemu langsung. karena sungguh-sungguh ini dapat menjadi awal dari bencana besar. kalau bisa malah kita menghapus atau tutup segala bentuk hubungan komunikasi yang dapat membuat kita atau mereka berhubungan kembali.
Karena sering terjadi perselingkuhan bahkan perzinaan, banyak dimulai dari komunikasi seseorang dengan 'sang mantan' mereka dimasa lalu. jangan anggap enteng kehadiran mereka karena kelak anda dan mereka akan saling dihadapkan dengan depan Allah dan ditanyakan alasan mengapa anda bermaksiat dengan mereka. 

Bagaimana, masih menganggap remeh temeh hubungan dengan 'sang mantan?' 
Berpikirlah kembali hingga 100 juta kali.

Mari saling mengingatkan.

Jumat, 20 Februari 2015

Mrs. Masalah vs Miss Bahagia

|Mrs Masalah vs Miss bahagia|
by. Rahmat Idris

"Lalu bagaimana engkau bisa memilih menghabiskan waktu berjam-jam menelpon perempuan bukan mahrammu itu sedangkan istrimu sendiri engkau acuhkan? apakah engkau tidak malu dengan shalat dan sujudmu?"
Tanya saya ketika kepada dia, shahabat yang baru saya kenal 6 tahun lalu. beristri satu, beranak dua, berpenghasilan pas-pasan namun masih sempat-sempatnya menebar madu kepada siapun yang dikenalnya.
"Aku tahu menurutmu aku lelaki brengsek. tidak mengapa. aku jujur di depanmu. soal engkau mau menasehatiku dengan semua argumenmu lakukan saja. aku pun melakukan ini bukan tanpa alasan."
"Kamu tahu kan? penghasilannya 2 juta rupiah. dan dari 2 juta itu, semuanya aku berikan kepada istriku. tidak meninggalkan sepeserpun kecuali untuk ongkos transport dan pulsa. menurutmu apa yang kudapatkan dari usaha kerasku sebesar 2juta itu dari istriku?"
"Ucapakan terimakasih? senyuman dan pujian? pelukan selamat jalan di pagi hari dan pelukan selamat datang sore hari? tidak.. bahkan di hari rayapun tidak."
"Yang kudapat dari upah kerja kerasku sebesar 2 jutaan itu malah ratapan kesialan siang dan malam. spp anak semakin mahal. minyak makan naik, cabe menggila harganya. hidup yang semakin sukar. tentang tetangga yang suaminya sudah kerja ke malaysia dan mengirimkan uang tiap bulannya 5 juta sebulan. tentang sepupu istri yang mendadak kaya raya karena ikut-ikutan mencari batu giok ke calang. soal rumah sewa yang semakin sempit dan sumpek. selalu saja ketika aku pulang dalam kondisi capek, yang menyambutku adalah cerita masalah! masalah! masalah! dan kesuksesan orang lain. tidak pernah dia berusaha memahami betapa aku telah berkorban seluruh hariku untuk dia dan anak-anak."
"Lihatlah, dua juta sebulan aku mencari uang pagi hingga malam demi dia. namun berbilang tahun dapat kuhitung rasa hormatnya kepadaku. semakin besar anak-anak, semakin hilang hormatnya."
"Dan kamu tahu siapa yang kutelpon itu? dia entah anak perempuan mana yang ku kenal di jejaring sosial, dia tinggal dimana aku tidak peduli. Dia merahasiakan identitasnya, aku juga. yang kami lakukan hanyalah bicara apa saja yang bisa. Dari hal ringan hingga hal berat. namun tidak pernah sama sekali kami membicarakan masalah-masalah."
"Yang kami bicarakan hanya hal-hal yang membahagiakan saja. aku tidak peduli dia istri orang ataupun perempuan cacat. selama dia mampu membuatku tertawa dan dia juga tertawa itu sudah cukup. inilah hal yang aku dapatkan hanya dengan membayar 2000 rupiah perhari untuk sekedar mengaktifkan talkmania."
"Sedangkan dengan istriku, 2 juta sebulan pun tidak mampu membuat dia ceria sekejap pun seperti perempuan itu.lihat betapa mahal harga senyum seorang halal dan di sudut sana, betapa murah mendengar tertawa renyah perempuan yang tanpa ikatan"
Sering dalam ikatan pernikahan, dimana kebahagiaan seharusnya menjadi lebih dekat daripada hubungan lainnya, malah kebahagiaan itu menjadi nisbi dan sulit di ukur. Siapa yang harus disalahkan? Sepertinya tidak ada yang salah, mungkin iman didada sang suami yang sedang kelelahan, atau rasa syukur si istri yang sedang tiarap.

Namun pertanyaan yang lebih tepat diajukan kepada kita masing-masing adalah siapa yang terlebih dahulu bersedia memperbaiki diri.


Sebagai bahan renungan.