Sabtu, 31 Maret 2012

Membungkam Kata 'Jangan'

Anak adalah anugerah sekaligus  amanah yang harus dijaga dan dididik sebaik mungkin, agar mereka tumbuh sebagai anak-anak hebat sesuai yang kita harapkan.  Ibarat menanam, maka memelihara tanaman dari hama, penyakit dan memberikannya pupuk yang tepat adalah cara yang harus kita tempuh agar pada saatnya kitapun dapat menuai hasil terbaik.

Pada ananda masa keemasan mereka diusia kanak-kanak amatlah berharga untuk tumbuh kembang yang optimal. Maka sebaiknya sebagai orangtua kita harus pandai memanfaatkan masa tersebut untuk menanamkan nilai kebaikan tersebut tak hanya sebatas kata tapi juga contoh yang nyata. Namun  semuanya memang butuh proses dan kerja keras, tak segampang membalikkan telapak tangan. Mudah tampaknya, tapi prakteknya butuh perjuangan, perlu sabar yang tak bertepi. Anak-anak adalah sosok mereka sendiri bukan sosok kita dalam bentuk mini. Seringkali karena lupa atau kebablasan anak-anak kita pola untuk menjadi seperti kita diwaktu kecil dulu. Padahal mereka tentu tak suka dibandingkan dan zamannya juga tentu sudah jauh berbeda.

Untuk itu orangtuapun butuh ilmu. Bukan sebatas menurunkan tradisi pengasuhan yang dulu mereka dapat. Dunia anak memang penuh warna, mereka terus berkelana dan mengeksplorasi apa saja yang mereka ingin ketahui. Rasa ingin tahu mereka yang besar belum dibarengi dengan kemampuan mereka menganalisa baik dan buruk. Bahkan benar atau salah merekapun belum faham, amankah dari bahaya mereka seringkali tak mengerti. Tugas orangtualah yang membantu mereka untuk melewati masa-masa ini.

Saat mereka memanjat, atau main pisau tak hanya sebatas kata ‘jangan’ yang mereka butuhkan. Sulungku termasuk yang suka sekali memanjat, dibanding dengan anak seusianya, Yunda memang termasuk yang tak takut akan ketinggian. Awalnya sulit bagiku menahan kata ‘jangan manjat-manjat Nak’ tapi setelah membaca buku-buku  parenting aku menyadari kata sakti ‘jangan’  tak akan banyak gunanya. Lebih dari itu sejak dulu aku sadari betul bahwa kata-kata adalah do’a, maka aku tak akan berkata “jangan manjat Nak, nanti jatuh” yang artinya sama saja tampa kusadari ada do’a untuk ananda “nanti jatuh” selain itu dengan kata-kata ‘jangan manjat’ bisa membuat ananda menjadi pengecut atau sebaliknya malah jadi penasaran ingin melakukannya tampa sepengetahuan kita sebagai orangtua yang melarangnya. Menurut yang kupelajari kemudian sebaiknya kita hanya mewanti-wanti ananda untuk berhati-hati dan juga berpegangan yang kuat saat memanjat.

Salah satu penyebab utama aku sadar harus membungkam kata ‘jangan’ adalah karena sulungku saat masih TK A diusia sekitar 4 tahunan (sekarang ia sudah kelas 3 SD, Oktober nanti 9) berdasarkan cerita gurunya tak mau mewarnai. Heran dong, kok bisa? Sementara anak seusianya sedang getol-getolnya mewarnai. Sebenarnya di rumah Yunda masih mau mewarnai walau tak seheboh adiknya. Awalnya aku fikir hanya masalah minat dan bakat. Tapi setelah kuselidiki ternyata Yunda tidak PD mewarnai karena dulu saat awal Yunda mewarnai oleh Jidahnya (Mamaku=neneknya) pernah dikomentari. Kira-kira begini kata beliau “Yunda, kalau mewarnai jangan keluar garis ya, harus yang rapi” Tak sepenuhnya salah. Maksud Jidah supaya cucunya pandai mewarnai. Sayangnya kata ‘jangan’ terlanjur menjadi momok buat Yunda, hingga ia langsung merasa aku tak bisa mewarnai dengan rapi sebab bila mewarnai aku selalu keluar garis. Anak umur 2 tahunan mana yang bila mewarnai bisa langsung rapi, hiiiihiii…

Pelajaran berharga buatku, ternyata sangatlah tepat ungkapan  Dorothy Law Nolte tentang Anak belajar dari Kehidupan.

"Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
 Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar membenci
 Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah
 Jika anak dibesarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri
 Jika anak dibesarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah diri
 Jika anak dibesarkan dengan rasa iri, ia belajar kedengkian
 Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah
 Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
 Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
 Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
 Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mencintai
 Jika anak dibesarkan dengan keadilan, ia belajar rasa aman
 Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri 

 Jika anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan
 Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawanan
 Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan
 Jika anak dibesarkan dengan ketentraman, ia belajar berdamai dengan pikiran
 Jika anak dibesarkan dengan keramahan, ia meyakini sungguh indah dunia ini"

Syukurnya pada kasus Yunda, bisa kuatasi. Aku ingat saat itu secara intensif aku mengajak Yunda untuk menikmati acara mewarnai di rumah. Sempat ada kabut dimataku menyaksikan ananda yang memang tampak canggung mewarnai, ragu dan sangat tidak happy. Tapi selalu berusaha kuyakinkan bahwa hasilnya bagus, padahal jujur saat itu aku seperti mau menangis. Bayangkan hasilnya mewarnai sangat jauh dari rapi, kalah jauh dari adiknya yang 20 bulan lebih muda darinya. Setangkai bunga saja, Yunda membutuhkan waktu yang lama sekali untuk menyelesaikan pewarnaannya.


Yunda saat Mewarnai Bersama ^^

Sampai kala itu, aku memborong buku mewarnai banyak sekali, khususnya yang bergambar STRAWBERRY kesukaan Yunda. Pagi, siang, sore bahkan malam kami mewarnai bersama dalam kehangatan. Butuh waktu lama juga, hampir 2 tahun. Hingga menjelang Yunda masuk SD, aku sengaja membuat sebuah acara mewarnai bersama di rumah kami yang diikuti anak-anak sekitar, aku kemas dalam acara menyambut Ramadhan. Sasaran utamaku Yunda, agar ia berani ikut mewarnai bersama. Senangnya saat semuanya sesuai harapanku. Mungkin hal yang biasa buat para orangtua saat melihat anaknya lomba mewarnai, tapi tidak bagiku. Mengingat kasus mewarnai pada Yunda yang tidak biasa. Semuanya bermula pada satu kata ‘jangan keluar garis’.

Satu pelajaran berharga buatku, yang terlanjur bukan berarti tak bisa diperbaiki bukan? Walau Yundaku saat ini bukan pelukis handal, tapi kepercayaan dirinya yang tinggi pada banyak hal itu yang terpenting buatku. Ya, kita memang bukan orangtua malaikat yang tak pernah berbuat salah, kita boleh saja sedih, kecewa atau bahkan marah sekalipun pada ananda tapi bagaimana mengelola rasa tersebut menjadi satu yang tak membuat trauma, menyakiti fisik terlebih hati mereka. Karena luka fisik bisa mudah diobati tapi perkara hati yang luka tentu akan jauh berbeda.

Apapun ternyata menanamkan nilai kebaikan pada ananda haruslah dengan penuh cinta bukan dibawah kendali kata ‘jangan’, apalagi bila disertai paksaan, tekanan atau ancaman. Agar nilai kebaikan tersebut benar-benar berkesan dan membekas menjadi ukiran indah sampai mereka dewasa nanti. Dan saat itulah mereka bisa membuktikan sungguhlah indah warna dunia tampa ‘jangan’ yang diajarkan pada mereka. Selanjutnya merekapun siap mewariskan pada generasi penerus kelak. Tentu saja harus dengan cinta dan ketauladanan agar  hal tersebut menjadi gaya hidupnya. Percayakah? Buktikan sendiri!



Tulisan ini di-share dalam rangka mengikuti “GA GOLDEN MOMENT WITH TOUR CHILD” yang diadakan oleh penerbit byPASS www.penerbitbypass.com.

Jumat, 30 Maret 2012

Catatan Hati Seorang Istri



Ini memang bukan dalam rangka mereview, tapi judul ini aku ambil dari buku karya Asma Nadia yang berisi beragam kisah menyentuh sekaligus menggetarkan tentang perjuangan seorang perempuan yang berstatus sebagai istri menghadapi berbagai prahara dalam rumah tangga. Buatku pribadi buku ini mampu menjadi satu perenungan panjang betapa kisah nyata para istri di luar sana sangatlah berliku, membuatku sepenuhnya tersadar bahwa pada kenyataannya banyak perempuan sebagai seorang istri harus jatuh bangun mencari kekuatan untuk melanjutkan laju rumahtangga.

Akupun diajak menjadi saksi betapa semua kesulitan dan ketabahan harus selalu beriringan dengan perjuangan dan ternyata sungguh panjang jalan menuju sebuah keikhlasan. Berkaca pada perjalanan rumahtanggaku yang memasuki sepuluh tahun, sungguh banyak nikmat dan anugerah tak ternilai buatku sebagai seorang istri. Sehingga mematri hatiku pada satu sikap, sebagai seorang istri aku harus senantiasa pandai bersyukur. Jangan menunggu ada badai baru tersyungkur menyesal dulu tak bersyukur.

Diantara sekian banyak kisah bernuansa perselingkuhan dan beraroma poligami dalam buku ini, ada satu episode dalam buku tersebut yang membuatku tercenung. Yaitu pada kisah ‘perempuan istimewa di hati Aba Aqil’ berisi tulisan seorang anak (yang juga sudah menjadi istri) tentang Ayahnya yang tak mau menikah lagi sepeninggal Ibu mereka. Hal ini dikarenakan betapa sang Ayah yang mulai sepuh, tak sanggup mengantikan figur almarhumah istrinya dihati beliau. Achhh, sebuah romantisme yang aku rasa sangat disukai oleh banyak perempuan, membuat hati tersanjung.

Tapi bukan sekedar pilihan untuk tidak menikah laginya seorang suami sepeninggal istri. Bukan, sangat jelas dalam siroh, bahwa Rasulullah junjunganpun menikah lagi sepeninggal Syaidinna Khodijah, ra. Walau memang sosok istimewanya tak mampu digantikan oleh wanita lain. Pilihan untuk menikah ataupun tidak lagi tersebut tentu melewati serangkaian pertimbangan panjang dari seorang suami. Faktor usia juga sangat menentukan bukan? Aku sangat berbaik sangka pada para suami yang menikah lagi justru untuk menjaga dirinya dari serangan fitnah dan godaan. Yang artinya juga mengikuti sunnah nabi.

Jadi sekali lagi bukan soal pilihan menikah atau tidak menikah lagi, disini aku lebih menggarisbawahi pada faktor keridhoan suami, saat seorang istri telah tiada. Karena syurga hakiki buat seorang perempuan bisa didapat bila suaminya ridho saat kehidupan berakhir, entah suami atau dirinya yang lebih dulu tiada. Membuat harapku membumbung, semoga keridhoan suami selamanya bisa kuraih.  Tak harus menunggu salah satu tiada baru sibuk memulung ridho.


Lain lagi garis hidup yang dialami sepupuku, usianya lebih muda beberapa bulan dariku, ia menikah tahun 2001. Saat hamil anak kedua tahun 2004, suaminya berpulang dalam sebuah  kecelakaan lalu lintas. Dan sepupuku membuktikan ketegarannya, sebagai seorang bidan ia optimis membesarkan kedua anaknya meski single parent. Tapi Allah punya skenario lain, tahun 2007 seorang laki-laki yang sudah beristri melamarnya. Tentu dengan persetujuan istrinya. Aku turut menjadi saksi, bahkan sebelum mereka menikah aku sempat berkenalan dengan sang istri, sebut saja namanya Rahmi. Usianya 3 tahun diatasku. Mbak Rahmi pasti punya alasan, tapi maaf tak bisa kubagi disini. Yang pasti bukan perkara anak, karena dari pernikahnya saat itu mereka sudah dikarunia 3 orang anak.


Singkat cerita sepupuku akhirnya menikah. Dan selang setahun ia melahirkan anak ketiga dari pernikahan keduanya. Lengkap sudah kebersamaan mereka. Kedua anaknya dari pernikahan pertamapun tumbuh menjadi anak-anak yang cerdas dan tidak kehilangan keceriaan. Semua tampak baik-baik saja, seperti yang juga kulihat. Sampai suatu hari sekitar pertengahan tahun 2010, Mbak Rahmi menelfonku sambil berurai air mata. Beliau curhat tentang sikap suaminya. Sekarang jadi jarang pulang ke rumahnya, padahal sebelumnya sudah ada kesepakatan pembagian hari. Komunikasi yang aku sarankan. Mudah kalau hanya bicara, nyatanya beliau mengaku sudah melakukannya dengan berbagai cara.



Curhat Mbak Rahmi berlanjut, beliau mengeluhkan sikap suaminya yang selalu mesra pada sepupuku sementara padanya cuek. Bahkan saat bersamanya, sang suami kerap memuji sepupuku. Sepupuku yang penuh pengertian, perhatian dan pandai merayu. Bahkan soal cara menghidangkan makanan dimeja, seduan tehnya yang mantap tak luput dibeberkan suaminya pada Mbak Rahmi. "Mengapa justru sekarang aku dibandingkan", kata Mbak Rahmi meradang. Selama ini suaminya selalu nrimo, bahkan saat harus nyeplok telur sendiri ia tak keberatan. Tapi semua berubah setelah kehadiran sepupuku.


Klimaksnya Mbak Rahmi menelfonku, meminta agar aku memberikan solusi. Ooohhh… Saran sudah kulakukan, meski mungkin tak sesuai kebutuhan atau bahkan tak tepat sasaran. Lalu pada sepupuku, apa yang sebaiknya aku katakan? Bercerita bahwa Mbak Rahmi menelfonku sambil berurai air mata? Memintanya untuk mengurangi kualitas pelayanan pada sang suami? Kurasa itu bukan wewenangku , adakah salah tindakannya pada suaminya? Semua tentu berhak punya pendapat. Adapun tindak lanjut yang kuambil saat itu meminta suamiku berbicara dari hati ke hati pada suami sepupuku yang sekaligus suaminya Mbak Rahmi. Sampailah pada satu kata laki-laki, adil itu tak semudah yang dibayangkan.

Dan buatku, ini satu pelajaran berharga, terkadang sebagai seorang istri aku lupa untuk meningkatkan pelayanan prima pada suami disemua sektor, apalagi bertemu dengan suami yang penyabar, penuh pengertian. Ngelunjak kalau orang bilang, suka semaunya. Astaghfirullah... Padahal suami lebih dari sekedar atasan di kantor yang berhak mendapatkan kerja terbaikku. Aku bertekad untuk selalu sibuk berbenah, tak harus menunggu ada saingan dari luar.

Makin salut aku pada banyak perempuan sebagai seorang istri yang suaminya pemarah, suka mukul, neko-neko dan bermasalah tapi mereka tetap bersabar. Berjuang dengan baktinya sebagai seorang istri. Mereka maknai betul satu hadist yang menegaskan bahwa seandainya sesama manusia boleh bersujud, maka akan diperintahkan seorang istri bersujud pada suaminya. Aku bagai disentil-Nya untuk terus memperbaiki diri lagi, bukan karena takut cinta suamiku berpaling, tapi lebih dari itu, bukankah sebagai seorang muslim kita memang harus selalu lebih baik dari hari ke hari. 


Selamat berjuang untuk semua istri hebat diseantero jagad, semoga cinta dan ridho suami mampu mengantarkan kita pada keridhoan Illahi Robby.




Kamis, 29 Maret 2012

Sweet March Giveaway


Awalnya baca di The Other-nya Mbak Reni aku jadi mau ikutan Sweet March Giveaway. Tapi belum jadi, besoknya lihat Mama Cal-Vin, tenyata beliau ikut juga, ya udah makin semangat dong aku ikutan, dari GA ke GA nich ceritaku ^^ 


Giveaway yang diadakan oleh Mochie2 felt dan Hayano handmade membagikan hadiah:
1. Matryoshka Doll
2. Matryoshka Handphone Case
3. Matryoshka Key holder 
Buat siapa saja yang beruntung, semoga aku salah satunya...


Matryoshka Doll
One Matryoshka key holder and Matryoshka HandphoneCase

Caranya mudah kok, silahkan baca di blognya Mochie2 felt


Mari ikut bersamaku, semoga kita beruntung :D

MARCH giveaway: Flaper Craft

Baca di Nicamperenique.me ada GA gampang dan unik. Entah ya kok secara kebetulan sedang sesuai dengan minat anak-anakku saat ini, membuat prakarya dari kain panel dan rupa-rupa origami, sampai dijual kepada kawan-kawan di Sekolah. Aku senang banget walau ada malunya juga karya seadanya kok bisa banyak peminat ya, jadi ingin belajar lagi :P Syukur-syukur nanti kalau bisa merambah PaperQuilling, Papercrafting. Supaya makin okey gituuhhh...

Dan tak perlu berlama-lama walau belum kenal aku modal nekat aja ikutan GA ini, dengan begitu aku bisa sekalian kenalan sama sang penyelenggara, Ibu muda yang sedang hamil 7 bulan. Sepenuh hati kuhaturkan do'a semoga diberikan kesehatan untuk Vina dan bayi dalam  kandungannya. Semoga juga proses kelahirannya kelak lancar dan dimudahkan dalam semua urusan menhadapinya. Aamiin YRA

Ini penampakan hadiah yang membuatku kepincut itu, jujur aku ya baru pertama kali lihat ini, boro-boro punya dong :lol: Ini sungguh 'sesuatu' yang baru buatku...


"PaperQuilling Kit"

isi box: 1 jarum quilling, 1 gunting, 1 lem putih, 1 pinset
8 pak kertas quilling 5mm, 
kertas emboss, kertas buat card


Sekarang simak caranya, pasti tak ada kesulitan ;)


1. Follow blog http://flaperzone.blogspot.com
3. Tinggalkan komen dan kasih nama
2. Share March Giveaway ini, boleh di Facebook ataupun Blog masing-masing

Jangan sampai lewat karena sesuai namanya  MARCH giveaway  hanya sampai tanggal 31 Maret 2012, baru mulai 27 Maret lalu. Masih ada waktu 3 hari lagi.
Ayuuuhh buruan ikutan bersamaku :D 

Rabu, 28 Maret 2012

Geliat Batik Palembang

Saat ikut kontes Batikkan Harimu, aku baru tahu kalau ternyata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menetapkan tanggal 02 Oktober sebagai 'Hari Batik'. Pak SBY mencanangkan hari batik tersebut saat mengunjungi masyarakat korban gempa Padang Pariaman, di Balaikota Pariaman, Sumatera Barat, Jumat (2/10/2009). Dalam kesempatan tersebut Pak SBY pun mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk tidak melupakan batik dan memakai batik minimal tiap tanggal 02 Oktober.


Dan tepat setahun berikutnya, duniapun mengakui batik sebagai hak milik Indonesia melalui United Nations Educational, Scientific, and Culture Organization (UNESCO). Penghargaan juga langsung diberikan UNESCO di Abu Dhabi, 02 Oktober tahun 2010 lalu.  
“Kalau kita sudah mendapatkan hak tersebut, pertama kita syukuri. Kedua, mari kita lestarikan, paling tidak dengan memakai batik tiap tanggal 02 Oktober,” himbau Presiden SBY.(detik com)
Pengakuan ini memang layak diapresiasi sebagai kebanggaan atas kemenangan  batik indonesia sebagai warisan budaya nasional Indonesia. Sebab, batik adalah salah satu komoditas yang juga sudah mulai diproduksi oleh negara tetangga, Malaysia.


Jadi tidak ada salahnya kita memperingati 'Hari Batik' tanggal 02 Oktober tiap tahunnya, apalagi batik merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan dan dikembangkan agar tak punah oleh zaman dan yang tak kalah penting agar tidak diakui oleh bangsa lain. Apalagi sekarang ini, batik sudah dijadikan beberapa model pakaian yang cukup modern dan keren untuk di pakai. Seperti jaket bernuansa batik, kaos, kemeja, topi maupun sepatu yang ada unsur batiknya juga. Bahkan sekarang sedang marak batik bola, semoga bukan euporia sesaat. Jadi bisa dipastikan batik akan mengikuti perkembangan mode lifestyle zaman. 



Batik Indonesia bahkan sudah dijadikan seragam haji.


Perdana pada musim haji tahun 1432 H/2011 M lalu, jama'ah haji asal Indonesia menggunakan batik sebagai seragam resminya. Melalui proses yang cukup panjang. Diawali dengan lomba penentuan seperti apa motif batik yang akan dipakai, akhirnya pada musim haji 1431 H yang lalu Menteri Agama mengumumkan bahwa motif beraneka ragam corak bunga dari berbagai penjuru Nusantara yang terpilih sebagai pemenangnya. Karena memang Arab Saudi tak menghendaki adanya motif binatang pada pakain jama'ah haji. 


Dengan demikian batik indonesia makin dipandang dunia, sebagai sebuah kekayaan budaya bangsa. Maka pertanyaan berikutnya batik indonesia yang mana dulu? Apakah semua batik daerah sudah dikenal. Menurutku jawabannya, belum semua. Salah satunya adalah batik Palembang, masih belum banyak dikenal. Padahal harganya tak mahal. Pesonanya? Mari sejenak kuceritakan.

Batik Palembang sebagai khasanah kekayaan batik Indonesia.

Batik Indonesia itu sangat beragam corak dan motifnya. Kali ini aku coba kenalkan pada keistimewaan batik Palembang. Mengapa batik Palembang yang aku pilih? Karena aku tinggal di Palembang dan sepengamatanku masih sangat minim orang yang mengetahui betapa mempesonanya batik Palembang. Selama ini orang hanya tahu songket Palembang. Orang tahunya Palembang merupakan salah satu kota di Sumatera Selatan yang terkenal dengan ragam kuliner khas seperti pempek dan kroni-kroninya. 

Dibalik itu semua, ternyata Palembang juga menyimpan kekayaan seni batik yang tidak kalah rupawan dengan daerah lain di Indonesia. Tapi sayangnya, batik Palembang belum seterkenal batik lain di Nusantara, sebut saja batik Pekalongan, batik Solo, batik Madura atau batik Papua yang sudah tersohor sampai mancanegara. Aku bahkan pernah membaca berita di ANTARA.NEWS Sumatera Selatan tanggal 19 Februari 2012 lalu, disinyalir batik Palembang terancam punah, baru beberapa tahun terakhir ada upaya pelestariannya, sebab menurut para pengrajin mulai banyak orang yang berminat dengan batik Palembang. 

Aku pribadi sejujurnya baru tahu ada batik Palembang, mungkin sejak batik Palembang mulai bangkit, menggeliat lagi. Batik Palembang memang masih jarang terlihat dipakai dalam berbagai produk, bahkan untuk baju-baju sekalipun. Apalagi perabot rumah tangga seperti sprei kasur, bantal kursi, sprei meja makan, hordeng dll. Itu menandakan batik Palembang masih kurang promosinya dibanding dengan batik indonesia lainnya. Padahal Batik Palembang punya ciri khas tersendiri. Berbeda dengan batik pada umumnya, batik Palembang nampak lebih ceria karena menggunakan warna-warna terang dan masih mempertahankan motif-motif tradisional setempat.


Batik Tulis: Motif Songket.
Batik Tulis: Motif Serat Kayu.
Batik Cap: Motif Blogsong.
Batik Cap: Motif Jumputan-Pelangi.
Batik Cap: Motif Jumputan-Prada.
Batik Cap: Motif Songket-Brongsong.
Batik Cap: Motif Jumputan-Pelangi.

Konon khabarnya, motif batik Palembang tidak ada yang bergambar binatang hal ini karena pengaruh ajaran Islam yang melarang simbol manusia dan binatang untuk dijadikan hiasan. Motif batik Palembang yang terkenal adalah motif Lasem dan motif Bunga Teh. Motif Lasem ramai dihiasi dengan simbol tanaman atau bunga dan dihiasi pula dengan garis-garis simetris, sedangkan motif Bunga Teh kainnya dipenuhi dengan gambar bunga teh. Tapi belakangan aku sudah sering menemukan batik Palembang dengan motif songket, motif jumputan, motif blogsong, motif pelangi, sisik ikan, kerak montong dan juga serat kayu.


Dalam pembuatannya batik Palembang sedikit berbeda dengan pembuatan batik di Jawa pada umumnya. Kalau di Jawa kain yang akan dibatik cukup disampirkan kemudian dibatik tetapi kalau batik Palembang kainnya dibentangkan dengan kencang baru kemudian dibatik. Secara umum batik Palembang dibuat dengan dua cara, dicap dan ditulis. Sama dengan tekhnik membatik pada umumnya. 

Pengrajin batik Palembang saat ini masih sedikit sulit untuk ditemui. Karena itu, perlu dukungan beberapa pihak untuk tetap melestarikan seni budaya batik ini. Lokasi pengrajin batik Palembang bisa ditemui di sepanjang Jl. Aiptu Wahab Palembang sedangkan toko-toko yang sekarang banyak menjual batik Palembang banyak tersebar di daerah Pasar 16 Ilir baru, komplek Hero, di samping Ramayana. 


Batik Cap yang sudah jadi baju ^^
Batik Palembang, diperagakan oleh model,
 koleksi dari toko sepupuku ^^
Aku tahu karena salah satu toko di sana milik sepupuku. Harga batik Palembang beragam. Untuk yang batik cap relatif murah, satu kain batik Palembang yang belum terjahit harganya Rp. 35.000,- kalau yang sudah di jahit blus wanitanya berkisar Rp 60.000,- Murah saja. Adapun untuk batik tulis, motif serat kayu saja misalnya harga bisa mencapai Rp. 250.000,- untuk satu potong baju pria dewasa. 
Jadi bagaimana, setelah menikmati ceritaku tantang khasnya batik Palembang, apakah sudah bisa melihat pancaran pesonanya? Menurutku batik Palembang tak hanya cocok dibuat daster rumahan, atau seragam pelayan restoran, tapi batik Palembang juga layak untuk dibawa ke acara resepsi pernikahan, ke lokasi syuting, jadi seragam kantoran juga buat kunjungan ke luar negeri sekalipun. Bagaimana? Bila masih kesulitan mendapatkan koleksi batik Palembang, silakan menghubungi aku, akan siap kubantu dengan senang hati, anggap saja ikut mendukung geliat batik Palembang, semoga menjadi sebuah warisan budaya yang lestari dimasa depan.


Tulisan ini disertakan pada lomba Blog Entry bertema Batik indonesia, kerja sama Blogfam dan www.BatikIndonesia.com.

Senin, 26 Maret 2012

Tentang JK alias Jilbab Kaos

Senin tiba lagi. Bahagia dong? Harus. Meski itu artinya rutinitasku sebagai ibu bekerja dimulai lagi. Buatku kini, aku harus menikmati suasana di kantorku yang baru. Punya pimpinan, rekan kerja baru, ruangan dan atribut yang serba berbeda dari sebelumnya. Lagi-lagi harus bersyukur, lantaran diminta bergabung dengan LO kemarin, aku jadi sudah banyak kenal warga kantor. Bahkan beberapa sudah tahu sampai keluarganya, rumahnya dimana dan beberapa tabiat dalam bekerjasama. Kurasa demikian pula mereka terhadapku ya, hanya saja mereka belum ada yang tahu kalau aku seorang kapiten blogger. Pentingkah? Tak perlu dijawab kok, hehe...

Beberapa sahabat blog memintaku membagi cerita seputar pelatihan kemarin. Sepintas sudah kukhabari disini. Adapun soal materi pelatihan, jadwal acara kayaknya aku undur diri dech, secara bukan tempatnya, hikmah dan catatan hati itu yang utama kubagi, perdana sudah kuulas diposting sebelum ini. Foto-foto sebagian masih dikamera, saat ini sedang dibawa Abinya Hamas ke Medan. Jadi ya gitu dech... Lanjut. Di sela acara pelatihan kemarin, ada satu episode 'ramah tamah' yang diadakan untuk melepas seorang rekan mutasi ke Jakarta dan ternyata sekalian menyambutku juga. Duch rupanya aku ditodong kenalan didepan kelas, kayak diplonco rasanya, heheee...

Tentang sahabat yang pindah tersebut, beliau adalah seorang senior 2 tahunan diatasku. Ayuk aku memanggilnya, kami satu kelompok saat outbound, maka lumayan banyak info dan ilmu yang langsung diwariskannya padaku. Salah satunya ilmu narsis. Wachh itu sich mudah, yang tak bisa kusadap adalah ilmunya sebagai MC andalan di kantor, minggir dech aku. Bahkan bila acara pelatihan ditambah sebulanpun aku tetap tak akan pandai menggantikan predikat MC tersebut. Profesi MC memang bukan areaku. Tapi aku ndak minder kok, aku kan juga punya profesi lain, sebagai blogger. Setidaknya sebutan itu menguatkanku, menghiburku bahwa aku punya kelebihan, lebayyy... 
Aku bukanlah pribadi yang tak mau belajar tapi aku termasuk orang yang menyepakati bahwa salah satu kunci kebahagiaan terletak pada seberapa besar kita mengenal diri sendiri, dan mengoptimalkan apa yang kita miliki tersebut menjadi sebuah kerja. Artinya:
  • Menjadi diri sendiri dengan mengenali potensi yang telah dianugerahkan Allah kepada kita. 
  • Menjadi diri sendiri dengan mengembangkan keunikan diri. Karena  Allah telah menghujamkan potensi yang berbeda pada tiap manusia untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya hingga menghasilkan karya-karya luar biasa.

Ayuk minta foto ini kupeceng di fb,
tapi untuk sementara ditaruh di blog aja ya, pasti Ayuk yang ndak bakal menemukan foto ini ^^

Dan satu lagi fakta yang kutemukan dikantor baru ini, bahwa jilbab kaos (JK) hanya untuk olahraga. Eng ing eng, aku bersiap kembali ke masa kampus dulu. Dimana anggapan jilbab kaos = baju kaos, jadi kurang elok bila JK dipakai kuliah atau acara resmi lainnya. Memang tak ada aturan bakunya sich.. namun dulu pendapat ini aku setujui untuk kulakukan. Bergeser saat mulai bertugas di Puskesmas, aku ya malah terbisa ber-JK-ria kemana-mana. Ber-JK saat penyuluhan, ke Posyandu, ke BP Puskemas, ke Rawat Inap juga. Maklum medannya adalah lapangan dan Puskesmasku dipedesaan dengan jam kerja seolah 24 jam. Dengan sendirinya JK begitu aku jadikan karib. Hanya saat ada rapat-rapat di DINKES atau ke Kantor Camat aku masih kurang PeDe pakai JK. Selanjutnya aku akan mencoba lagi (di kantor baru), memakai JK hanya bila olah raga atau sesi outbound seperti saat LO kemarin. Ini sekelumit kisahku tentang JK, jadi ingin tahu apa cerita JK yang lain :D

Sabtu, 24 Maret 2012

Kelakar Betok


Ini adalah salah satu oleh-oleh pelatihanku kemarin. Makanan? Sayangnya bukan. Kelakar betok sangat jauh berbeda dengan pindang ikan betok. Kalau ngomong soal pindang betok ini salah satu makanan favorite Yainya Hamas lho... Kalau aku kurang suka, banyak tulangnya, lebih senang pindang baung. Bagaimana, adakah yang hobby makan pindang betok?

Ikan betok, Anabas testudineus
Gambar dari wikipedia/betok.

Betok (Anabas testudineus) adalah sejenis ikan perairan tawar, paling gampang tertemui di rawa-rawa, sungai kecil ataupun parit. Sisiknya gelap keemasan-kehijauan, dagingnya padat, siripnya mirip duri yang bisa melukai meski tak berbisa. Ikan ini bisa memanjat ke daratan untuk berpindah dari satu cekungan ke cekungan rawa lainnya. Karenanya, dalam bahasa Inggris betok dikenal juga dengan nama climbing gouramy.  Ikan ini memangsa aneka serangga dan hewan-hewan air yang berukuran kecil. Betok jarang dipelihara orang, dan lebih sering ditangkap sebagai ikan liar.

Sedangkan kelakar bisa diartikan dengan seni guyonan yang tumbuh macam jamur di musim hujan. Ia membudaya tak kenal kelas. Hidup pada segala strata. Tumbuh di rumah-rumah rakit, sampai sisa-sisa kejayaan rumah limas. Kelakar bahkan tumbuh di kantor dan pasar-pasar. Ada juga yang beranggapan kelakar sama dengan aneknot yang salah satu fungsinya untuk membuat diri sendiri tertawa.

Adapun sepanjang pelatihan kemarin, aku kerap kali mendengar istilah kelakar betok. Kelakar betok merupakan seni berkelakar tingkat tinggi. Khas melambas/menyebar dari satu wacana ke wacana lain, dari satu tema ke tema lain. Pengelakar betok seolah dituntut tahu banyak tentang apa saja. Ngulu-ngilir, ngalor-ngidul. Melintas sana-sini. Menyebrang sisi ke sisi. Yang berbahaya terkadang isinya hanya bualan angin. Masyarakat Palembang memang sangat terkenal sebagai masyarakat pengelakar, cenderung pakar bekelakar. Seperti salah seorang rekan di kantor baruku ini, ternyata beliau sudah diakui sebagai orang yang mahir dalam berkelakar, dimana ada dirinya suasana jadi ramai dan segar. Ia disukai banyak orang karena keahliannya tersebut. 
Asal muasal kelakar betok ini muncul? Jujur aku tak punya referensi apapun, hanya menduga-duga. Pertama, lahir sebagai otokritik terhadap fenomena sosial yang tumbuh di Palembang. Atau bisa juga lahir sebagai cara untuk melenturkan penat pikiran di kehidupan keras masyarakat Palembang.  Agar mudah membayangkannya, aku analogikan tradisi ini memiliki kesamaan ruh dengan seni bergurau di daerah lain. Misal di masyarakat Betawi seperti yang tertampil dalam Lenong, tradisi ngabodor di Sunda, gurau ndobos di masyarakat Yogyakarta, atau seni parikan yang sering nyelip dalam pementasan ludruk Jawa Timur.
Apa pun, semoga tradisi kelakar betok tetap lestari meski habitat betok, rawa, terancam punah karena penimbunan. Penimbunan yang telah mematikan sekitar ribuan kanal (sungai) di Palembang sebagai negeri yang berjuluk Venesia dari Timur ini. Penimbunan yang dinamai proyek reklamasi. Padahal cuma 'kelakar betok' untuk menyamarkan semangat aslinya, de-rewaisasi, akibat dibangunnya ruko-ruko yang tak memperhatikan lingkungan sekitar. 
Lebih dari itu aku juga sangat berharap kelakar betok tetap memperhatikan adab-adabnya. 
Bagaimana adabnya? Seperti yang dicontohkan Rasulullah junjungan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sering mengajak istri dan para sahabatnya bercanda dan bersenda gurau untuk mengambil hati serta membuat mereka gembira. Namun canda beliau tidak berlebihan, tetap ada batasnya. Bila tertawa, beliau tidak melampaui batas tetapi hanya tersenyum. Begitu pula dalam bercanda, beliau tidak berkata kecuali yang benar. 
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pun menceritakan, para sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam“Wahai, Rasullullah! Apakah engkau juga bersendau gurau bersama kami?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab dengan sabdanya, “Betul, hanya saja aku selalu berkata benar.” (HR. Imam Ahmad. Sanadnya Shahih)

Jadi sebagai muslim kitapun sebaiknya melatih diri untuk selalu berkata benar meskipun dalam balutan canda atau kelakar betok sekalipun. Semoga kita dimudahkan dalam berkelakar yang diridroi-Nya.

Kamis, 22 Maret 2012

Mendadak Pelatihan

Sebenarnya masa kerja 8 jamku di kantor depan Kodam baru akan dimulai 1 April 2012 tapi memang SK Menkes selaku pegawai pusat sudah sejak 1 Februari lalu. Hanya terkait masalah administrasi. Waktu yang sangat aku nikmati.

Mau kemana kita?

Namun ternyata, di kantor baru ada sebuah pelatihan yang melibatkan seluruh awak kantor, jadilah aku diminta bisa ikut serta. Duchhh bahagianya, sebab itu artinya aku bisa berkenalan lebih dekat dengan saudara 8 jamku, dan pada saat masuk kerja nanti aku tak seperti orang nyasar lagi dong ^^

Senin, 19 Maret 2012

Ibu Ainun dan SINGER

Sudah lama buku Habibie&Ainun aku terima sebagai tali asih atas permintaanku saat jadi model BlogCamp edisi Awal Januari 2012 lalu. Keren ya, dah jadi model numpang tenar malah dikasih hadiah pula. Mengenal Pakde Cholik memang berwarna pelangi ya... Saat datang sebenarnya buku ini mau langsung kubaca, tapi apa daya ternyata aku kepincut pada hadiah buku satunya lagi. Karya Jondru tentang "Menerbitkan BUKU itu GAMPANG". Beneran, asli gampang sampai banyak yang terlena, aku maksudnya, hikss...

Akhirnya awal Maret lalu buku Habibie & Ainun sukses juga aku tamatkan. Tapi maaf ya kali ini aku sedang tak bisa meriviewnya secara keseluruhan. Silakan baca sendiri dech, kisah cinta sejatinya seorang Prof. Habibie-Almh. Ibu dr. Ainun, belahan jiwanya. Sepeninggal Ibu Ainun, betapa beliau merasa kehilangan itu begitu mengguncang, meluluh lantakkan pertahanan jiwanya, bagaimana beliau ternyata sempat limbung sampai harus dikonsulkan pada psiater. Syukurnya setelah mengikuti saran untuk menuliskan kisah cinta, kebersamaannya dengan mendiang istrinya tersebut, jiwa Bapak Prof. Habibie yang pernah dinyatakan sebagai Sang Jenius dari Indonesia itu akhirnya berangsur pulih. Ya ternyata menulis adalah therapy yang mujarab buat kestabilan  psikis Bapak Habibie yang remuk nyaris porak-poranda.

Buku Habibie & Ainun dari Pakde Gemuk Cholik

Dan selanjutnya terbitlah buku Habibie & Ainun yang menginspirasi banyak orang itu, termasuk aku. Terbukti sudah bahwa suksesnya seorang Habibie adalah andil pendamping beliau, Ibu Ainun, tampa melupakan peran besar keduaorangtuanya. Prof Habibie menulis buku ini dengan 'gaya' seorang ilmuawan tulen, ya paling tidak ini menurutku. Datanya lengkap, bahkan yang berbau ilmiah kentalpun masih diingatnya. Runut terinci dan tersusun rapi. Secara keseluruhan buku ini sangat bisa ditebak, berisi kebersamaan manis beliau dengan Ibu Ainun sejak dari awal jatuh cinta, masa indah sekaligus sulit diawal menikah, saat mendapat kepercayaan berkarya di IPTN, kala menjadi orang nomor 1 di RI dan hari-hari sakitnya almarhumah sampai menghembuskan nafas terakhir.

Buatku buku ini tetap bisa dinikmati meski bahasanya jauh dari bahasa para seniman, aku serasa baca sebuah karya ilmiah. Tapi ada satu hal yang sempat membuatku tertegun. Persis kalimatnya aku lupa, secara bukunya sedang dipinjam seorang sahabat. Ternyata saat awal menikah dulu pasangan ini pernah melewati masa-masa penuh perjuangan di sebuah kota kecil, Jerman sampai Pak Habibie harus berjalan kaki sejauh belasan kilometer untuk menghemat pengeluaran, saat dikantongnya uang yang tersisa bahkan tak cukup untuk ongkos kereta.

Bu Ainun yang terbisa hidup serba berkecukupanpun pandai mengimbangi dengan mengerjakan pekerjaan RT sendiri tampa bantuan asisten RT. Walau begitu mereka hidup bahagia jauh di Negeri Orang. Pada ulang tahun pernikahan mereka yang pertama, Bu Ainun mendapat hadiah mesin jahit dari Pak Habibie, SINGER merknya, saat itu harganya sedang diskon kalau tak salah, bahkan Bapak Habibie membelinya dengan mencicil. Luar biasa, Bu Ainun sangat memanfaatkan hadiah tersebut.

Hasil motret sendiri^^

Hari-hari selanjutnya dibeberapa bagian dalam buku tersebut banyak menceritakan kegiatan Bu Ainun saat menunggu kepulangan suaminya adalah menjahit. Achhh sungguh bersahaja dan rajinnya beliau. Ya aku selalu kagum pada perempuan yang bisa menjahit, apalagi bila sampai menghasilkan banyak kreasi dengan mesin jahit, tak peduli merk apapun. Aku sendiri sejauh ini belum pernah belajar menjahit, pernah dulu dibelikan suami mesin jahit kecil yang mirip streples, seperti yang dikisahkan Bun Monda pada Mesin Jahit dalam Genggaman. Karenanya hanya bisa menjahit untuk perbaikan saja, bila ada robek-robek kecil. Kalau besar apalagi membuat kreasi tak bisa diandalkan. Maka saat melihat pameran mesin jahit SINGER suatu hari lalu, aku tertarik dong... bertanya pada penjaul tentang spesifikasinya, sampai benar-benar dikira mau membeli. Iya sich mau, tapi belum sekarang dech... Mau belajar jahitnya dulu, dari pada buru-buru beli terus karatan karena jarang dipakai *alasanajakaleee...

Sabtu, 17 Maret 2012

ONIGIRI

Kata 'ONIGIRI' aku temukan dalam buku resep masakan Bekal Praktis untuk ke Kantor yang baru saja kubeli  dengan voucher belanja Gramedia, hadiah dari GIVEAWAY: PRIBADI MANDIRI yang diselenggarakan oleh Imelda Coutrier dan Nicamperenique. Pertama kalinya pakai voucher Gramedia, sesuatu dong...

Awalnya aku mencari buku kumpulan resepnya Bunda Inong seperti yang pernah diceritakan Thia pada Cooking With Love, tertarik dan penasaran :D tapi sayangnya sedang tak ada stok, tak apa, akhirnya aku dapat buku lain yang Insya Allah bermanfaat, untuk jadi sahabat 8 Jam (pinjam istilahnya Orin), mengingat Senin besok aku masuk Kantor dengan rentang waktu sekitar 8 Jam selama 5 hari itu. Selama ini tak ada jam kerja yang jelas, cenderung 24 jam kalau sedang ada di rumah, mengingat aku tinggal di Rumdin persis samping Puskesmas :P

Kembali ke ONIGIRI, ternyata artinya kepalan tangan. Maksudnya membuat atau mencetak nasi dari kepalan tangan. SEDERHANA saja, seperti yang sering dilakukan kebanyakan Emak saat menyiapkan bekal sekolah anaknya, termasuk aku. Tapi namanya ONIGIRI, aku ya baru tahu setelah membaca buku Bekal Praktis untuk ke Kantor. 

Ala Bento ^^

Si ONIGIRI ada di halaman 14 -15.

Tip membuat ONIGIRI:
1. Untuk memudahkan, gunakan nasi hangat. Kalau dingin mudah buyar dong...
2. Celupkan tangan ke dalam air garam. Kalau suka asin lho yaaa...
3. Bisa dibuat dengan menggunakan serundeng kelapa yang gurih.
4. Tangan bisa dilapisi daun pisang atau plastik wrap saat membuat ONIGIRI.

Bagaimana ;) mudah kan yaaa... berlaku juga untuk bekal sekolah ananda.
Selamat berkreasi dengan bontot, selamat mencoba ber-ONIGIRI-ria...