Ini adalah salah satu oleh-oleh pelatihanku kemarin. Makanan? Sayangnya bukan. Kelakar betok sangat jauh berbeda dengan pindang ikan betok. Kalau ngomong soal pindang betok ini salah satu makanan favorite Yainya Hamas lho... Kalau aku kurang suka, banyak tulangnya, lebih senang pindang baung. Bagaimana, adakah yang hobby makan pindang betok?
Gambar dari wikipedia/betok. |
Betok (Anabas testudineus) adalah sejenis ikan perairan tawar, paling gampang tertemui di rawa-rawa, sungai kecil ataupun parit. Sisiknya gelap keemasan-kehijauan, dagingnya padat, siripnya mirip duri yang bisa melukai meski tak berbisa. Ikan ini bisa memanjat ke daratan untuk berpindah dari satu cekungan ke cekungan rawa lainnya. Karenanya, dalam bahasa Inggris betok dikenal juga dengan nama climbing gouramy. Ikan ini memangsa aneka serangga dan hewan-hewan air yang berukuran kecil. Betok jarang dipelihara orang, dan lebih sering ditangkap sebagai ikan liar.
Sedangkan kelakar bisa diartikan dengan seni guyonan yang tumbuh macam jamur di musim hujan. Ia membudaya tak kenal kelas. Hidup pada segala strata. Tumbuh di rumah-rumah rakit, sampai sisa-sisa kejayaan rumah limas. Kelakar bahkan tumbuh di kantor dan pasar-pasar. Ada juga yang beranggapan kelakar sama dengan aneknot yang salah satu fungsinya untuk membuat diri sendiri tertawa.
Adapun sepanjang pelatihan kemarin, aku kerap kali mendengar istilah kelakar betok. Kelakar betok merupakan seni berkelakar tingkat tinggi. Khas melambas/menyebar dari satu wacana ke wacana lain, dari satu tema ke tema lain. Pengelakar betok seolah dituntut tahu banyak tentang apa saja. Ngulu-ngilir, ngalor-ngidul. Melintas sana-sini. Menyebrang sisi ke sisi. Yang berbahaya terkadang isinya hanya bualan angin. Masyarakat Palembang memang sangat terkenal sebagai masyarakat pengelakar, cenderung pakar bekelakar. Seperti salah seorang rekan di kantor baruku ini, ternyata beliau sudah diakui sebagai orang yang mahir dalam berkelakar, dimana ada dirinya suasana jadi ramai dan segar. Ia disukai banyak orang karena keahliannya tersebut.
Asal muasal kelakar betok ini muncul? Jujur aku tak punya referensi apapun, hanya menduga-duga. Pertama, lahir sebagai otokritik terhadap fenomena sosial yang tumbuh di Palembang. Atau bisa juga lahir sebagai cara untuk melenturkan penat pikiran di kehidupan keras masyarakat Palembang. Agar mudah membayangkannya, aku analogikan tradisi ini memiliki kesamaan ruh dengan seni bergurau di daerah lain. Misal di masyarakat Betawi seperti yang tertampil dalam Lenong, tradisi ngabodor di Sunda, gurau ndobos di masyarakat Yogyakarta, atau seni parikan yang sering nyelip dalam pementasan ludruk Jawa Timur.
Apa pun, semoga tradisi kelakar betok tetap lestari meski habitat betok, rawa, terancam punah karena penimbunan. Penimbunan yang telah mematikan sekitar ribuan kanal (sungai) di Palembang sebagai negeri yang berjuluk Venesia dari Timur ini. Penimbunan yang dinamai proyek reklamasi. Padahal cuma 'kelakar betok' untuk menyamarkan semangat aslinya, de-rewaisasi, akibat dibangunnya ruko-ruko yang tak memperhatikan lingkungan sekitar.
Lebih dari itu aku juga sangat berharap kelakar betok tetap memperhatikan adab-adabnya.
Bagaimana adabnya? Seperti yang dicontohkan Rasulullah junjungan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sering mengajak istri dan para sahabatnya bercanda dan bersenda gurau untuk mengambil hati serta membuat mereka gembira. Namun canda beliau tidak berlebihan, tetap ada batasnya. Bila tertawa, beliau tidak melampaui batas tetapi hanya tersenyum. Begitu pula dalam bercanda, beliau tidak berkata kecuali yang benar.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pun menceritakan, para sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai, Rasullullah! Apakah engkau juga bersendau gurau bersama kami?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab dengan sabdanya, “Betul, hanya saja aku selalu berkata benar.” (HR. Imam Ahmad. Sanadnya Shahih)
Jadi sebagai muslim kitapun sebaiknya melatih diri untuk selalu berkata benar meskipun dalam balutan canda atau kelakar betok sekalipun. Semoga kita dimudahkan dalam berkelakar yang diridroi-Nya.
27 komentar:
wah mantap dan unik ya sifatnya :)
bercanda boleh, tapi harus tetap memperhatikan batas-batas nya ya mbak...
Melihat tampilannya, ikan betok itu kok sama dengan ikan sepat di kampung saya yo jeng. Banyak durinya pada siripnya.Ikan ini tangguh di kolam berlumpur lho.
Dulu kami sering menangkap ikan betok di kolam belakang rumah, namun agak kurang kami sukai karena dagingnya tipis dan durinya men ganggu.
Ikan ini termasuk lincah dan dengan mudah mudah melepaskan diri dari genggaman manusia dengan cara kejang2 lalu meloncat ha ha ha ha.
Salam sayank selalu
waduh, itu yg sering terlupa
klo udah becanda, lupaaaa aja
asal tambah seru ditambahin terosss hihihi
makasi ya mbak, udah diingetin hehehe
bercanda tetap ada batasnya ya, dan lihat2 kondisi juga siapa tahu yang diajak becanda sedang gak enak hati.. :-)
Salam kenal mbak.
Sayangnya kelakar masyarakat kita lebih banyak mengarah ke celaan2 fisik. Dan itu kelihatannya rata di berbagai daerah di Indonesia.
POstingan yang apik mbak :)
Kirain membahas ikan Bunda, soalanya sy lg cari artikel ikan..
Memang becanda juga ada adabnya..
Salam kenal Bunda...
nice blog ...
banyak yang bilang, palembang itu terkenal dengan kelakarnya yundo.. jadi bisa dibilang, wong asli palembang pasti jago bekelakar, apolagi kelakar betok.. cmiiw :D
kalo masalah ikan betok, ntah dhe kurang suka.. kurang suka dengan ikan nanggung seperti itu.. dibilang kecil gk kecil, dibilang gede juga gk.. ikan betok gitu kan ya??
yang penting tahu batasan mana saat bercanda mana tidak,
ngomong ikan betok aku kurang suka mba,lebih suka sama ikan cuek yg kecil tapi daging gurih
Wah, ada juga yah mbak di palembang kelakar2an hehehe...
kelakar sah-sah saja.. terlalu banyak kelakar itu yang berbahaya, karena bisa mematikan hati yang membuat orang lupa kontrol diri
hmmmm saya pernah kebablasan gak ya mbak, kalau bercanda disini? mohon dimaafkan
ngga hobi sih, tapi kalu dikasih, mau... :D
Terkadang kita dalam berkelakar selalu menyinggung perasaan orang ya Mba. Suatu nasehat kebaikan untuk kita semua.
Nsamun, untuk ikan betoknya mungkin paling enak dibuat pindang untuk dimakan bersama. Agar tercipta suasana kebersamaan yang lebih harmonis.
Sukses selalu
Salam
Ejawantah's Blog
kirain ini ikutan GA lagi, ternyata asli bukan GA rek..BTW tulisannya mantap tenan...ajarin dunk nulis yg berkarakter...
trus ttg kelakar bethoks, bleh aja khan asal tidak berlebihan dan tidak jatuh ke dalam ghibah,
ok, sukses selalu ke...
Kalau ikan betok, ane suka banget sob. Baru tahu nih ada pindang betok.
Kalau kelakar betok, bisa diartikan juga orang yang doyan ngomong untuk mencairkan suasana dengan bercanda.
Betul banget itu sob, meskipun bercanda, kita juga harus memperhatikan kaidah-kaidah dalam berbicara. Yaitu berkata benar. Tertawa juga ada batasnya, giginya nggak sampai kelihatan ya sob (kalau nggak salah)
wah..., oleh-oleh pelatihan yang penting untuk kita renungkan bersama ini....
oh kirain makanan
manrik tu kayaknya? tak kira itu khas makanan juga, salam kenal n happy blogging
wiw~
itu ikan semalam....
dipindang emang segerrrr :D
baru tahu ada istilah kelakar betok. Tapi kalau gambar ikan betoknya itu kok mirip ikan bethik ya Mbak? Sejenis ikan tawar juga, dulu waktu masih kecil kalau nguras empang di belakang rumah dapat juga ikan kayak di gambar tsb dan kami menyebutnya ikan bethik..siripnya tajam.
hehehehhe baru tahu juga ada istilah kelakar betok....hehhehehe
Kalau aku sob, gak suka makan Ikan
ikan betok banyak kalu disini mbak hehehehe...
tapi klo soal sabda rosul aku terus dan terus berusaha untuk meneladaninya mbak...
mh...ikan betok jarang dipelihara di kampunngku...
Kelakar betok memang lucu nian. Tapi memang harus memperhatikan adab.
Posting Komentar