Jumat, 31 Agustus 2012

Pesona Batik Palembang

Sebenarnya cerita tentang kecintaan sekaligus kebanggaan kami sekeluarga pada Batik Palembang yang mulai bangkit dengan warna dan motif nan memikat bukanlah hal baru. Sebab semuanya pernah kukupas tuntas  di Geliat Batik Palembang dalam rangka lomba blog yang bertema Batik Indonesia. Meski belum menang, tapi aku bersyukur bisa memperkenalkan khasanah Batik Palembang. Bahkan ada seorang yang mengajakku berkenalan secara khusus untuk pemesanan Batik Lasem, salah satu jenis Batik khas Palembang, walau belum tuntas bentuk kerjasama kami karena beberapa kendala. Do'akan lancar ya... 

Kali ini aku sengaja kusajikan foto-foto kami sekeluarga yang kuharap bisa mewakili, dimana Batik Palembang sangat layak dipakai semua umur dan bisa dalam suasana apa saja.


Semoga foto-foto ini membuat makin banyak orang berminat mengenal dan selanjutnya berburu Batik Palembang yang memikat :)

Lebih dari itu, pajangan koleksi foto (sok) narsis ini kupamerkan untuk meramaikan acara
 Giveaway Catatan Akhir Pekan dengan Tema Aku Cinta Batik Indonesia.


Kamis, 30 Agustus 2012

Sagu Bukan Sabu

Sagu alias Terigu adalah salah satu bahan dasar pembuatan Pempek. Karena sudah bisa buat Pempek sendiri, sepanjang Ramadhan lalu di Kulkas biasanya ada ikan giling. Cuka malah sering tersimpan dibotol yang juga didinginkan. Begitupun Sagunya. Jadi sewaktu-waktu ingin buat Pempek tinggal 'action' saja. 

Namun tak jarang bahannya mendadak kurang. Seperti kejadian sore lalu. Sagu persedianku ternyata tak cukup.

Hamas sedang membuat Pempek.
Sagunya belepotan :D
Ummi : "Yunda, tolong belikan Ummi Sagu ya di Warung Wak Kar. Ini Sagunya kurang"
            (Warungnya didekar rumah, hanya selang 2 rumah saja)

Yunda : "Berapa banyak Mi?" 

Belum sempat dijawab, Hamas nimbrung dengan wajah serius.

Hamas : "Jangan Mi, nanti ditangkap Polisi"

Ummi : "Lho kok?" *asli bingung...

Hamas : "Iya Mi, kata Bunda di Sekolah, Sagu itu barang haram. Bisa merusak otak"

Ummi : "????"

Syukurnya Yunda langsung menyelamatkan Umminya dari serangan rasa bengong tingkat lanjut.

Yunda : "Itu bukan Sagu Kang, tapi Sabu"

Ummi : "Oooo, Sabu-sabu tho maksudnya" *gubraaaakkkk....

Yunda : "Iya Mi, yang dibilang Bunda haram dan berbahaya itu Sabu-sabu"

Hamas : "Emang beda ya?" *nyengiiirrrr...

Bahan pembuat Pempek yang seperti bedak bayi, serbuk putih warnanya, di daerah lain namanya sama kan ya, Sagu atau Terigu juga? 

Rabu, 29 Agustus 2012

Memasak itu Menyehatkan

Terlahir dari seorang Ibu yang ahli masak, tidak lantas membuatku juga pandai memasak. Ya iya lah, karena memasak itu bukan kemampuan yang bisa diwariskan :) Aku contohnya. Meski ahli masak, Mamaku belum sempat menurunkan keahliannya saat aku mulai merantau setamat SD dulu. Jadilah aku termasuk yang gelagapan walau hanya disuruh menggoreng telur atau sekedar memasak mie instant. Bersyukurnya aku, tempat 'penitipan' pertamaku dulu sebuah Asrama Putri yang menyediakan makan 3x sehari, mengambilnyapun harus antri dan sudah ada jatahnya. Persis suasana Pesantren yang pernah kulihat. 

Singkat cerita sampai SMA tak ada kemajuan dalam kemampuan memasakku, akupun jadi yang tak tertarik untuk belajar seputar masak-memasak. Nanti saja, kalau saatnya tiba, batinku sok yakin. Masuk kuliah, aku kost dengan kawan-kawan yang lebih senang mengolah makanan mentah di dapur mungil kami ketimbang beli nasi bungkus di Warteg. Memasaknyapun bersama-sama, jadi  asli seru. Aku ya senang saja, selain keuangan jadi lebih irit, kebersihan dan kesehatannyapun tak diragukan. Walau soal rasa tak usah ditanya, disedap-sedapkan saja :P Apalagi bila disantap bersama, berkahnya mengalahkan rasa. Dan itu artinya,  ada sekelumit ceritaku untuk berkenalan dengan dunia masak-memasak saat kuliah. Sayangnya hanya sekelumit yang tak begitu bermakna.

Selanjutnya saat dipenghujung masa kuliah, ada seseorang yang melamarku untuk dijadikan istri *catat, istri lho ya, bukan tukang masak... Ya aku terima *atas izin kedua orangtuaku tentunya. Karena aku tahu, tak dibenarkan menolak lamaran hanya karena alasan tak pandai memasak bukan? Maka yang sebaiknya kulakukan (kelak) adalah memantaskan diri belajar memasak demi memanjakan lidah orang yang sudah memilihku menjadi pendamping hidupnya, cieee... Niat awalnya begitu, teramat mulia. Tapi ternyata, aktivitas perkuliahanku sangat tidak mengizinkan, jadilah kami sering menyantap makanan yang kami beli di Warteg. Sesekali memasak saat di rumah Ibu (mertuaku), tepatnya sebatas jadi pemerhati dan pengamat sejati. Ibu mertuaku orang Palembang asli, punya gelar Nyayu malah, hobby dan memang pintar memasak, juga rajin membuat panganan khas Palembang untuk keluarga. Banyak ilmu memasak yang aku sadap dari beliau.

Setamat kuliah, saat sulungku berusia > 6 bulan dan waktunya diberikan makanan pendamping ASI, sebagai Ibu yang ingin memberikan asupan bergizi pada ananda. Maka mau tak mau aku (wajib) rajin turun ke dapur, sebatas membuatkannya nasi tim. Belajar variasi aneka makanan bayi, lewat buku-buku resep, yang tujuan utamanya membebaskan ananda dari MPASI instant yang sekarang banyak tersedia dipasaran. Dan saat Yunda berumur 1 tahun, masa dimana ia bebas makan makanan yang sama dengan kami para orang dewasa, aku baru bergiat belajar memasak. Walau penerapannya belum rutin, karena setamat kuliah aku balik lagi tinggal bersama orangtuaku di Way Kanan, Lampung.

Baru saat tinggal di rumah sendiri sekitar tahun 2007 akhir, niatku untuk rajin memasak kesampaian. Belajar masak lebih giat dari sebelumnya. Tapi bergiat atau rajin belajar memasak tidak serta merta membuatku ahli memasak, sering juga gagal total. Masak ager saja kadang kebanyakan air. Buat Cah Kangkung, warnanya jadi hitam tak menarik, kadang bingung sendiri aku. Perasaan petunjuk dari buku resep sudah aku ikuti satu-satu, tapi kok masih aneh juga rasanya. Tak bosan mencoba dan tak malu bertanya. Itu kata kunci yang aku pakai dalam belajar memasak. Akhirnya satu hal yang aku catat, bahwa justru karena terlalu open book, masakanku jadi kurang mantap.

Dulu, kadang (sering malah) aku jadi bahan tertawaan Ibu-ibu bidan di Puskesmas gara-gara bertanya berapa gram gulanya untuk membuat Cake Pisang. Kata mereka, ndak usah ditimbang, pakai takaran gelas atau sendok saja, atau dikira-kira saja. Akupun nyengir. Adik ketigaku yang lulusan Akademi Gizi, adalah salah satu 'guru' yang kerap kutelfon kalau sedang mentok mencoba resep. "Buat puding aja ribetnya Yuk", celetuknya suatu ketika. Tapi ya itulah diriku beberapa tahun lalu, saat umur sudah menginjak kepala tiga. Memang perkara umur juga bukan patokan seseorang jadi piawai memasak.

Akupun terus belajar. Gemes juga sich kalau hasilnya hancur tak sesuai yang kubayangkan, tapi tidak membuatku kapok, apalagi mundur. Justru karena semuanya tak  pernah membuatku kapok dalam berkarya, mengolah aneka masakan favorite keluarga, kini aku bisa merasakan sensasinya memasak sendiri bahkan untuk makanan yang kata banyak orang "Kenapa mesti repot, tinggak beli aja, murah kok harganya, sebentar juga dapat". Dan cerita ini setelah melewati waktu bertahun-tahun dalam berproses, bahkan hampir menyamai usia pernikahanku yang menginjak tahun kesebelas.

Dan kini saat anak-anakku SD, aku makin keranjingan masak. Sekedar mampu menyiapkan bekal untuk mereka bawa ke Sekolah saja sudah membuatku luar biasa bangga. Menyusun variasi menu yang spesial *menurutku lho ya... buat keluarga menjadi sebuah tantangan tersendiri buatku.


Penampakan bekal sekolahnya Yunda.
Belum lagi membuat cemilan yang mudah, murah lagi sehat sangatlah kusenangi. Sebut saja kue Srikaya, aku lebih suka buat sendiri ketimbang beli, meski kalau beli juga enak dan murah.  Kalau buat, telurnya aku bisa pakai telur bebek, Hamas, putraku kadang alergi telur ayam. Cetakannyapun aku pakai porselen, kalau beli jadi, cetakannya pakai plastik. Resep pembuatan Srikaya ini pernah kubagi disini, saat Ramadhan lalu.

Bebas pewarna, kuning telur bebeknya khas.
Donat Kentang dengan resep kolosal (kuno alias asal) pernah kupertunjukkan di blog kesayanganku ini. Walau penampilannya tak begitu meyakinkan tapi kata anak-anakku, lebih enak dari si DD yang terkenal itu :lol: Meski saat membuatnya lama dan berpeluh ria,  tak seimbang pula dengan waktu untuk menghabiskannya, tapi sungguh, melihat binar mata anak-anakku saat menyantap hasil olahanku sungguh membuat hatiku berbunga-bunga, bahagia. Orang yang bahagia otomatis sehat kan ya, jadilah ini point pertama yang membuktikan pernyataanku, bahwa memasak itu menyehatkan.

Donat Kentang hasil kreasiku.
Demikian juga Somay Labu, pernah kupertontonkan disini. Bahkan aku sudah cukup PeDe membuat untuk skala yang lebih besar, yang menghadirkan orang belasan, saat itu ada acara pengajian.

Somay Labu ala dapurku.
Pokoknya tampil, soal rasa jangan ditanya, pasti memuaskan :oops: Ini juga menurutku lho ya, jadi please jangan terlalu percaya, hehe... 

Boleh sekalian diperiksa ulasan sederhanaku tentang membuat JASUKE (Jagung Susu Keju) yang bikin anak-anakku jera beli jadi, mending masak sendiri kata mereka, muraaaahh. Belum lagi menghias bekal sekolah anak-anak jadi lebih hebat setelah tahu istilah ONIGIRI dari buku resep hadiah GIVEAWAY: PRIBADI MANDIRISemuanya melengkapi cerita memasakku yang makin cemerlang *lagi-lagi menurutku lho ya...

Terus, dengan segala ceritaku memasak saat ini, terkategori ahli memasakkah aku? Tergantung dari sudut pandang mana kita menilainya. Ahli kalau dibandingkan aku belasan tahun yang lalu. Namun yang jelas aku belum PeDe lah kalau harus ikut bertarung di laga ala Master Chef Indonesia seperti di TV-TV itu. Jauuuuuuhhhh... Nach kalau sekarang aku berani tambil ikut lomba masak lewat tulisan itu sangat spektakuler dong *padahal mach PeDe gini karena rasanya tak akan dicicipi, ditambah hadiahnya itu lho yang bikin mupeng, pizzzttt, hiiihiiii...

Tapi paling tidak, sekarang aku bisa lebih selektif lagi memilih makanan yang bebas pengawet, pewarna dan perasa buatan yang efek samping sudah sering menghebohkan itu. Sebab saat ini di Negeriku Indonesia tercinta yang mayoritas muslim ini, mendapatkan makanan yang HALAL itu lumrah namun makanan yang TOYYIB itu butuh perjuangan. Meski dari beberapa yang pernah kudengar dari pemberitaan ada juga pedagang nakal yang tega menipu konsumen dengan menyatakan HALAL tapi ternyata sebaliknya. Semoga ini hanya ulah segelintir orang dan itupun segera bertobat.

Adapun tentang makanan yang TOYYIB, sejauh ini aku meyakini lebih aman bila makanan itu kita masak dan olah sendiri. Misalnya saja kisah Pempek CS (olahan serba ikan) khas Palembang, di beberkan pada beberapa acara TV banyak dicampur bahan pengawet berbahaya sejenis formalin, atau Cukanya yang diberi semacam arak agar awet dan terasa enak, jujur sebenarnya sebelum liputan itu gempar, di Kantorku BTKL pernah mengadakan uji laboratorium dan terbukti banyak pedagang nakal yang lupa pada pentingnya sebuah keberkahan dalam mengais rizky.

Maka sementara ini, untuk melakukan pengamanan atau bahasa kerennya penyehatan pangan keluarga, mau tak mau aku (seolah) dituntut untuk lebih rajin lagi membuat makanan khas Palembang yang sangat digemari oleh penghuni rumah, terutama suamiku, yang sejak kecil memang lidahnya sudah dimanjakan dengan ragam makanan olahan serba ikan tersebut. Akupun mengunakan jurus "tak bosan mencoba dan tak malu bertanya", sebuah kata kunciku yang selalu kupakai dalam memasak.

Ternyata sangat mujarab. Saat ini membuat cuka sendiri aku sudah bisa sampai pada derajat pas banget *Hhayooo menurut siapa?
Mengolah Cuka.
Cuko kalau bahasa Palembangnya.

Pempek? Awalnya memang sering kekerasan, atau seperti ada yang kurang. Tapi sekarang ragam pempek sudah sering aku cobakan dan tak kalah dengan yang ada dipasaran. Dijamin bebas pengawet dan bahan kimia berbahaya lainnya, otomatis lebih sehat untuk dikonsumsi. Lezat dimulut dan sehat diperut *ini istilahnya siapa yak?

Dan jangan ragukan soal harga, karena dengan harga Rp. 70.000,- misalnya kita hanya akan mendapat 5 pempek lenjer yang terkategori lezat, cukuplah untuk paket oleh-oleh satu keluarga. Kalau membuat sendiri, dengan dana Rp. 70.000,- itu bisa untuk oleh-oleh 3 keluarga. Belum lagi kalau cerita tentang si gurih Pempek Kulit yang satuannya sekarang bisa mencapai Rp. 2.500,- maka dengan dana Rp. 50.000,- hanya cukup untuk sekeluarga saja. Berbeda bila kita membuat sendiri dengan dana yang sama kita bisa mengantar tetangga kiri kanan, lebih terasa berkahnya.  Itu artinya memasak sendiri selain menyehatkan perut juga bisa menyehatkan kantong. Lebaran kemarin aku sudah membuktikannya. Untuk pertama kalinya aku membuat Pempek Kulit, dan langsung berhasil, buktinya tak ada yang protes atau mengeluh sakit perut setelah menyantapnya. Dan yang tak kalah penting, ternyata tak sesulit yang aku bayangkan selama ini *info tak penting, jadi malu...

Ini penampakan Pempek Kulitku,
 Sudah seperti di Resto atau Cafe?
 Model khas Palembang, buatnya bareng Cik Yun :D
Belum lagi cerita memasak makanan khas Palembang lainnya, seperti Mie Celor, atau kembarannya Mie Kobak khas Bangka, aku juga sudah bisa membuatnya *bangga lagi... 

Ini namanya Mie Kobak,
adapun Mie Celor baru beberapa hari lalu aku cerita disini.

Ragam pindang juga aku sudah bisa. Rasanya? Boleh, kapan-kapan silakan mencicipi kalau kebenaran datang ke Palembang. Lalu apa aku sudah bisa membuat semua jenis masakan khas Palembang? Sebenarnya bisa *gaya sok PeDe... tapi banyak yang belum pernah aku coba, sebut saja Celimpungan, Laksan, Burgo, Martabak HAR, Laksa, semuanya belum pernah aku buat sendiri, baru sebatas melihat Cik Yun (adik Ibuku) membuatnya pada moment-moment kumpul keluarga, entah itu arisan keluarga, syukuran atau saat ada keluarga yang datang dari jauh.

Yang jelas, kesimpulanku makin mantap, dengan membuat sendiri makanan tersebut, kesehatannya jauh lebih terjamin. Aman dari bahan kimia berbahaya dan jadi lebih hemat bahkan bisa sampai 100 %. Sehat di perut juga sehat di kantong. Akan terbukti bila kita sudah mencobanya sendiri, tak mesti menjadi ahli gizi untuk menyehatkan keluarga kita. Satu lagi, meski kemampuan memasak itu tak bisa diturunkan, tapi karena memasak itu sebenarnya keterampilan, makin sering dilatih maka makin terampillah kita memasak. Betul? Cobalah!


Tulisan ini diikutsertakan dalam "GiveAway Nyam Nyam Enny Mamito"

Senin, 27 Agustus 2012

Cerita Lebaranku (2)

Hari pertama lebaranpun berlalu dengan cepatnya. Ini lanjutan cerita lebaranku, maaf kalau semuanya hanya berisi curhatan basi, sekedar menuangkan isi hati.

H+2, 20 Agustus 2012
Kami sekeluarga paginya masih di Way Kanan, sembari menerima tamu, sibuk berbenah persiapan pulang ke Palembang. Dan sore harinya, kamipun jadi juga berangkat ke Palembang meski sempat ada kejadian Hamas dan Yunda ngambek karena masih mau di Way Kanan, ketemu sepupu kembarnya (anak adik ketigaku, yang sedang mudik ke Metro). Tapi apa daya De' Anggun sekeluarga belum ada tanda-tanda pulang dari Metro, mau ada acara Syukuran dulu di rumah mertuanya. Akhirnya sekitar jam 14.00 kami meluncur ke Palembang, ikut serta bersama kami adik bungsunya Jidah, Mang Winku, yang mendadak ingin jalan-jalan ke Tepian Musi.

Kami lewat lintas tengah Sumatera lagi seperti biasa. Jalanan sepi, tak ada kemacetan. Hanya saja di daerah Prabumulih kami sempat terpana saat melintasi area Waterboom, ramai sekali, parkirannya sampai luber ke jalan raya. Ini sejak kapan ya suasana yang lekat dengan silaturahim beralih ke acara wisata, mungkin sekalian lah ya, mumpung liburan. Gpp, asal jangan sampai melewatkan moment Ied Fitri dengan bertandang ke rumah-rumah untuk bersilaturahim. 

Sampailah kami di Palembang, sesaat setelah Adzan Isya. Karena suasana lebaran di Palembang masih kental, maka rumah makan masih pada tutup. Sepanjang pengamatan kami hanya ada 1 RM Padang yang buka di Jalan Angkatan 45 dan 1 warung tenda di Kawasan Istana Gubernur, yang tampak dibanjiri pengunjung. Kami beruntung di bekali segepok rendang dan malbi lengkap dengan nasi yang masih bisa dipanasi sampai rumah dan bertahan sampai sarapan keesokan harinya *irit apa medit yak? Dan akhirnya berlalulah hari itu, sementara kami tak kuat lagi mampir ke rumah Yai-Nyai, sudah ngantuk berat.

H+3, 21 Agustus 2012
Pagi-pagi sarapan ala kadarnya, menghabiskan sisa bekal dari Jidah. Jam 8-an pagi kami sudah berburu tiket kereta api Limex, kereta malam Palembang-Lampung untuk Mang Win. Semua loket pemesanan menyatakan HABIS *Alhamdulillah sorenya dapat dengan harga yang melonjak naik, padahal beli di loket resmi lho, bukan di calo... 

Mengantar Mang Win (Adiknya Jidah),
Mengitari Sungai Musi dan bernostalgia di BKB-AMPERA.
Acara pagi itu dilanjutkan dengan jalan-jalan sejenak di BKB dan seputaran AMPERA memenuhi hasrat Mang Winku, kamipun berpisah karena beliau mau ke Masjid Agung sementara kami menghadiri Open House di rumah Pak Amar, Kepala Kantorku di Jalan Hangtuah *padahal sebelumnya berniat izin tak bisa hadir. Tapi bersyukur sangat, sebab disana aku banyak bertemu kawan-kawan kantor, saudara 8 jamku, lengkap dengan keluarganya. Pulang dari sana, Yunda Hamas yang paling sumbringah dapat seamplop THR, yang lumayan isinya.

Senangnya Yunda dan Hamas dapat tambahan THR  :)

Jam 10-an kami sudah sampai di rumah Yai-Nyai, ba'da dzuhur mau jalan-jalan ke rumah Ayuk-Kakak, Wak-Bibik. Eh ternyata serombongan keluarga Paman dari Prumnas mau sanjau ke rumah kami, jadi kamipun pulang dulu. Baru setelah semuanya bubar, kami merealisasikan niat awal. Silaturahimpun bersambung sampai malam.

H+4, 22 Agustus 2012
Hari terakhir cuti bersama, mau silaturahim ke tetangga kiri kanan masih pada mudik, yang ada juga sudah ketemu. Kekeluarga Abinya Hamas sudah dibabat habis kemarin, akhirnya memenuhi hasrat anak-anak untuk berenang, maklum sepanjang Ramadhan acara renang dicoret dari jadwal. Pagi -pagi langsung siap-siap *namanya mau renang ya kudu sarapan berat dong...

AMANZI Water Park  :)
Kelar renang, saatnya mencari hadiah yang diminta Hamas atas puasanya yang penuh satu bulan. Apa ayo, tebak? Ini penampakannya...

Kandang Ayam ini dijual @Rp. 500.000,-
Iya, Hamas mau peliara Ayam. Ayamnya sudah dapat sepasang diberi oleh Yai Darmisa, adiknya Nyai. Sekarang masih belum diambil, masih menunggu kandang yang pantas dan layak. Tapi begitu tahu harganya sebegitu, aku bergidik juga, lumayan muahal menurutku :mrgreen: Syukurnya Hamas mau dibujukin supaya kandang ayamnya minta dibuatkan Yai Zul saja. Agar bisa menekan harga, perkiraanku paling mahal ya 200 ribu. Dan hingga berita ini diturunkan, kadang ayam idaman Hamas belumlah terwujud :cry:

H+5, 23 Agustus 2012
Nyang ini sich acara makan-makan di rumah Ibu KASI,
Masakan Bu Mega diserbuuu...
Sudah masuk kerja. Hari ini juga berarti jatah usiaku berkurang 1 tahun lagi didunia, semoga keberkahan selalu menyertai hari-hariku *serangkum do'a kuhaturkan dalam hati... Suasana kantor sepi, masih banyak yang cuti tahunan. Lalu lintas di Palembangpun masih lenggang, tampaknya masih banyak yang diluar kota. 

Baru hari ini, Senin (27/8) kehidupan di kantor mulai berdenyut normal :P

Sabtu, 25 Agustus 2012

Ketupat, Kenangan tak Basi

Sebenarnya masih dalam seputaran 'cerita lebaranku' tapi edisi kejar tayang, hehe...

Tema kali ini:

"Ketupat Bisa Basi, Tapi Tidak Dengan Kenangan ini"

Yunda, Amahtie dan Ketupat.

Ditempat kami, ketupat hanya dibuat saat lebaran tiba, bagaimana ditempatmu?


Jumat, 24 Agustus 2012

Cerita Lebaranku (1)

Rencana awal kami sekeluarga akan berhari raya di Palembang, setelah bertahun-tahun selalu melewati Iedul Fitri di Way Kanan, Lampung sementara Iedul Adha di Palembang. Maka pada 1433 H kali ini rencananya akan dibalik, sholat Iedul Fitri di Palembang, sore dilanjutkan silaturahim ke tetangga dan keluarga Abinya Hamas. Setelah paginya ke rumah Yai-Nyai sembari menunggu kunjungan keluarga disana, karena Yai sekarang yang paling sepuh. Esoknya baru keliling ke rumah Wak Bibik. H+2 sore baru mudik ke Way Kanan.

Tapi semua berubah, saat menerima khabar adik ketigaku sekeluarga lebaran ke Metro (rumah mertua) sementara adik keduaku sekeluarga yang mukim di Jogya tak jadi mudik. Itu artinya di Way Kanan hanya ada Datuk-Jidah, Ami Aang (adik keempat) dan Amahtie (adik bungsuku). Tak tega membayangkan sepinya lebaran kali ini di rumah Datuk tanpa kehadiran cucu-cucunya. Maka akhirnya H-1 pagi kami mudik ke Way Kanan.

H-1, 18 Agustus 2012
Kami mudik, seperti biasanya, lewat lintas tengah Sumatera, Palembang-Prabumulih-Baturaja-Martapura, baru sampai Way Kanan. Situasi arus mudik, meski padat tapi tak ada kemacetan. Alhamdulillah lancar... Tiba di Way Kanan menjelang Ashar. Hamas dan Yunda langsung heboh minta hadiah (sesuai yang diiming-imingkan) Datuk, karena puasanya full sebulan penuh. Senangnya mereka saat menerima uang merah, masing-masing 100 ribu. Menerbangkanku pada kenangan masa kecil, saat menerima hadiah serupa dari Kakek karena sucses berpuasa sebulan penuh. Satu kenangan yang begitu membekas, aku yakin itu juga yang nanti akan diingat oleh Yunda dan Hamas pada Datuk mereka. 

Letih tubuh selama perjalanan terasa menguap saat merasakan suasana riang yang seketika hadir di rumah Datuk. Selepas sholat Ashar, aku dan adik-adik berjibaku menyiapkan hidangan berbuka untuk terakhir kalinya di Ramadhan 1433 H ini. Dan kami sekeluargapun berbuka bersama ditemani celoteh Hamas dan Yunda yang riuh bercerita tentang apa saja. 

Malamnya, Ami Aang menyempatkan diri mengajak Yunda Hamas menonton pawai takbiran, yang tak semeriah biasanya. Kembang api dan merconpun tak seheboh tahun-tahun lalu, semoga bukan dampak krisis melainkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menghindari kemubadziran semakin tinggi. Sementara Jidah. seperti biasanya, masih sibuk menyelesaikan masakan untuk keesokan harinya, kami hanya membantu ala kadarnya. Tata menata kue dan beberesan. Malamnya kutawari Jidah bekam, tapi katanya besok saja. Ya pada setiap kali ada kesempatan bertemu Jidah, aku selalu menyediakan diri untuk membekamnya. Sementara Datuk kurang suka dibekam, baru mau kalau sudah dipaksa-paksa dulu.

Hari Raya, 19 Agustus 2012
Kami sekeluarga sholat Iedul Fitri di Lapangan Masjid Agung Way Kanan yang juga dihadiri oleh Bapak Bupati. Di Ibukota Kabupaten Way Kanan, ada 3 tempat lagi yang menyelenggarakan sholat Ied, masing-masing di halaman Masjid Taqwa, Islamic Centre dan Masjid Lembasung. Tapi sejak kecil aku bersama seluruh keluarga selalu sholat Ied di Lapangan Masjid Agung, masjid tertua di Way Kanan, meski bukan yang terbesar.

Jidah, Menunggu Sholat Ied
di Lapangan Masjid Agung Way Kanan.

Pulang sholat Ied, kami menunggu keluarga di rumah Datuk, karena memang saat ini Datuk yang paling dituakan dalam keluarga besarnya. Sampai sore tamu tak ada putusnya, keluarga dekat, sanak-kerabat, jiran-tetangga semuanya ingin meraup berkah silaturahim. Biasanya malam kami keluar ke rumah Paman dan Bibi, tapi tidak untuk kali ini, tamu masih silih berganti, kalau kami tetap keluar justru bisa selisih jalan.

Ramai rombongan anak-anak kecil juga yang datang bertamu. Persis seperti zaman aku kecil dulu, kami berkeliling kampung datang ke rumah-rumah, terutama ke rumah para guru. Makan kue dan minum apa saja yang dihidangkan, kadang sampai kekenyangan. Sekarang bedanya, anak-anak kecil yang datang bertamu biasanya tak lagi makan kue-kue, sebagai gantinya mereka mendapatkan selembar uang baru, entah itu dua ribuan atau seribuan, semoga saja itu bukan tujuan utama mereka datang ke rumah-rumah.

Malamnya setelah usai serbuan tetamu, serasa open house, jadi juga aku membekam Jidah. Entah ya, kali ini ada bilur air mata yang jatuh tak tertahankan, saat menyadari tubuhnya yang makin ringkih dimakan usia. Menyusupkan segenap pinta pada-Nya, izinkan aku lewatkan lebaran demi lebaran lagi bersamanya. Huhuuu... belum sanggup kulanjutkan hari ini.

Judul tulisan ini sengaja kubuat sama dengan Mbak TARRY, nggak papa kan Mbak :)

Kamis, 23 Agustus 2012

Iedul Fitri 1433 H

Taqabballahu minna wa minkum, Siyamana wa Siyamakum...


Salam kami dari Tepian Musi :D

                     Semoga Allah, SWT  meridhoi kita kembali kepada fitrah dan mendapat kemenangan
Semoga kita diberi kesempatan untuk bertemu Ramadhan berikutnya
dalam keadaan yang lebih baik

Senin, 13 Agustus 2012

Mie Celor Khas Palembang

Mie Celor, Nyam-nyam...
Banyak ragam mie dijual dipasaran, tapi sering kali kita tak bisa memastikan bahan dan kebersihannya. Ingat, sedap dan eunak belum tentu sehat. Lain halnya kalau kita buat sendiri, pasti lebih yakin menyantapnya.

Maka dipenghujung Ramadhan kali ini, aku sempatkan berbagi resep andalan. Mie Celor khas Palembang, silakan dicoba ya...

Bahan Keseluruhan:

300 g mie kering (lebih bagus lagi mie basah yang kita buat sendiri)
Air untuk merebus
100 g taoge, seduh dengan air panas
5 butir telur ayam, 3 direbus, kupas dan potong. Sisihkan.
300 g udang kupas.
3 sendok teh air jeruk limau.

Dirinci lagi jadi bumbu dan air kuah. 

Bumbu, haluskan:

10 siung bawang mereh.
5 siung bawang putih.
3 cm jahe segar.
2 sendok ebi, rendam air panas.
2 sendok makan garam.
1 sendok teh merica bubuk.
1 sendok teh gula pasir.

Kuah:

1200 ml kaldu udang*
250 ml santan dari 1/2 butir kelapa parut.
1 sendok makan sagu.
1 sendok makan garam
1/2 sendok teh merica bubuk.
1/4 sendok teh gula pasir.
2 butir telur ayam, kocok.
1 sendok teh air limau.

Pelengkap:

Kucai, iris halus.
Bawang merah goreng.

Cara Membuat:

Rebus mie, angkat. Tiriskan.

Kuah: Aduk kaldu udang, santan dan sagu hingga larut. Didihkan. Kemudian tambahkan garam, merica dan gula. Masukkan udang dan masak hingga kuah mengental dan udang benar-benar matang.

Masukkan telur, air limau, aduk cepat hingga telur tak berserabut tetapi menyatu dengan air dan mengental.

Taruh mie, touge dan telur dalam mangkuk. Tuang dengan kuah. Sajikan hangat-hangat disertai pelengkap. 

* Kaldu Udang: Rebus kulit, kepala udang dengan api kecil, hingga air berubah kemerahan.

Ramadhan tinggal penghujung 
Mohon maaf sekarang jarang berkunjung

Jumat, 10 Agustus 2012

Jangan Ditahan Saat Ramadhan

Menahan diri adalah kunci sucses dalam meraih kesempurnaan Ramadhan. Namun jangan kaget dulu kalau ada yang menyampaikan pesan "jangan ditahan saat Ramadhan"

Ramadhan saatnya kita menahan nafsu, itu betul :)

Tapi kalau yang namanya kepedulian kepada sesama, nggak perlu ditahan-tahan ya... Di Ramadhan justru kita tak boleh menahan diri untuk banyak berinfaq, sering bersodaqoh dan segera dalam berzakat.

Pesan inilah yang disampaikan oleh PKPU lewat program-programnya kepada kita semua, mau lebih jelas klik di http://www.pkpu.or.id 


Mau tahu cara menghitung zakat, ingin menjadi donatur, berminat dengan layanan jemput donasi? Silakan ke PKPU ya...


Semakin cepat kebaikan itu kita ketahui
Semakin cepat juga kepedulian itu ditunaikan
Maka semakin cepat transfer kebahagiaan pada saudara kita yang membutuhkan.

Maka tunggu apa lagi, jangan ditahan saat Ramadhan ;)

KUIS MINI: DAUN PANDAN

Daun Pandan jadi Pewangi Serebat
Bagikan Kerabat Menambah Berkah
Ikutan Pantun di Blog Sahabat
Semarakkan Ramadhan Raih Hadiah

Masjid Agung sanding AMPERA berhadapan
Kebanggaan Masyarata Palembang nan Menawan
Berburu keutamaan di 10 terakhir Ramadhan 
Mendapat Lailatul Qadar jadi Idaman


Pantun ini rencananya untuk meramaikan Kuis Mini: Daun Pandan
berhadiah buku Haji Ngeteng, sayang telat #jadi untuk nambah postingan saja#


Senin, 06 Agustus 2012

Sejatinya Ramadhan

Ramadhan 1433 H sudah lewat setengahnya, cepat sekali waktu berlalu. Adakah yang masih bertahan prima? Stok kesabaran kita misalnya, makin tebal seiring gelora Ramadhan atau justru stoknya sudah bersih terkuras? Kesehatan kita? Ada banyak yang suaranya hilang, radang tenggorokan stadium lanjut. Ada yang mulai menyerah karena alasan maag. Ya ya, apapun kondisi kita, semoga kita tetap semangat mengisi Ramadhan. Meski sehat dan sakit, tentu berbeda :) 

Ramadhan bagi seorang Ibu, tentu punya cerita tersendiri. Sebab Ramadhan sejatinya perjuangan optimal untuk mengkondisikan seluruh anggota keluarga yang lain. Khususnya anak-anak, terlebih anak-anak yang sudah saatnya berlatih berpuasa.

Yunda dan Hamas misalnya, mereka sudah mulai ikut berlatih puasa sejak umur 5 tahun. Diawali dengan puasa setengah hari, sesekali puasa sampai Maghrib. Pada usia 5 tahun Yunda bisa dapat 15 hari sedangkan Hamas berhasil puasa penuh selama 3 hari. Di usia 6 tahun Yunda Alhamdulillah puasanya full sebulan, Hamas batal puasa 7 hari, harus minum obat karena radang tenggorokannya lumayan parah. Kasian kalau harus tetap puasa, obat bisa saja diberikan saat buka dan sahur tapi asupan air, mineral dan vitamin yang kukhawatirkan tak terkejar bila Hamas tetap berpuasa.

Mengkondisikan anak-anak pada puasa pertamanya, tentu perlu perjuangan khusus. Dulu saat Yunda mulai umur 5 tahun, menjelang Ramadhan aku buat suasana rumah untuk spesial menyambutnya. Dari cerita seputar Ramadhan, beli balon warna-warni untuk menambah semarak suka cita Ramadhan. Yunda dan Hamas sampai hafal, aku membelikan mereka balon yang banyak bukan saat hari lahir mereka, tapi justru saat menyambut Ramadhan. Bahkan saat Hamas mulai ikut berpuasa, meniupkan semangat menyambut Ramadhan lebih serius lagi. Aku sampai mengundang anak-anak tetangga untuk lomba mewarnai. Semuanya adalah serangkaian usaha agar ananda bersemangat ikut puasa Ramadhan meski belum wajib hukumnya untuk mereka.

Adapun Ramadhan kali ini, karena SDIT Bina Ilmi sudah mengkondisikan dengan baik, maka akupun tak begitu berjibaku. Namun aku tetap belajar dari pengalaman Ramadhan lalu, selang seminggu menjelang Ramadhan aku ajak anak-anak mengatur menu selama Ramadhan, untuk berbuka dan sahur. Merekapun antusias. Walau jujur ternyata jadi agak repot saat Yunda dan Hamas tak bersepakat dengan satu menu. Tapi biarlah, sesekali merepotkan diri demi menyenangkan anak-anak :D 

Memang, salah satu yang aku catat bahwa melatih anak-anak ikut berpuasa bukan hanya sebatas menanamkan arti puasa, pahala yang berlimpah dan juga manfaat berpuasa. Yang tak kalah penting, mengingat usia mereka yang baru 5-7 tahun, tugas orangtua agar mengupayakan kebutuhan ananda akan asupan gizi selama Ramadhan. Puasa selama sebulan banyak mengubah pola makan juga pola tidur kita. Tubuh kita yang belum terbiasa tentu saja kaget. Dini hari bangun untuk makan dan minum, tak berselera, tapi karena kita sudah tahu ini sangat dibutuhkan untuk bekal puasa besok, ya dinikmati saja. Sementara anak-anak?

Dalam lakon perjuangan anak-anak berpuasa, Ibunyalah yang memegang peranan penting. Bagaimana menjaga stamina ananda agar tak kekurangan nutrisi, yang paling mudah dilihat adalah bagaimana agar ananda tak kekurangan cairan. Sebab minum direntang buka-sahur bila tak disiasati dengan baik bisa menyebabkan anak-anak kurang cairan, salah satu cirinya mereka jadi jarang BAK dan urinenya berwarna kuning, pada derajat lebih lanjut, sakit saat BAK. Ramadhan tahun lalu, sepupu Yunda bahkan ada yang harus rawat di RS karena kekurangan cairan akut, kalau tak salah pada saat seminggu menjelang Ied Fitri.

Kurang asupan cairan juga bisa menyebabkan ananda jadi sulit BAB, maka waspadalah, waspadalah. Belum lagi sariawan dan radang tenggorokan yang bisa jadi ancaman paling sering selama Ramadhan, mengingat cuaca yang panas nan kering juga bujuk rayu Es dkk.

Sebagai Ibu kita tentu tak ingin ini terjadi. Perlu usaha untuk membuat anak-anak tetap ceria bebas sariawan dan sehat sepanjang Ramadhan. Masing-masing Ibu tentu punya cara dan tips tersendiri. Dan kali ini aku hanya ingin berbagi caraku menyiasati asupan gizi dan cairan pada Yunda dan Hamas selama Ramadhan.

Saat Berbuka:

* Minum air putih. Seteguk-setengah gelas. (Sunnahnya kurma ya, sayang sampai saat ini Yunda dan Hamas belum suka, semoga Ramadhan mendatang)
* Minum sop buah (paling sering sop buah yang banyak semangka dan nata de coco) /kolak pisang/serbat kolang-kaling dkk tanpa es yang terlalu banyak, bahkan kadang-kadang tak pakai es sama sekali.
*Makan buah-buahan (paling sering Mangga) + kue/pempek dengan jumlah ala kadarnya, biasanya karena ingin saja. Tak sampai kenyang.

*Sholat Maghrib
*Makan nasi dengan sayur mayur + lauk pauk sesuai yang mereka inginkan.

*Sholat Isya dan taraweh.
(Yunda biasanya bawa persiapan air putih ke Masjid)

*Makan cemilan yang mereka inginkan. Biasanya makan pisang dilanjutkan juga saat ini. Sesekali aku sediakan juga Yakult. Khusus Hamas, Ramadhan ini dia suka sekali Astor.

*Selesai dengan cemilan, minum madu 2-3 sendok + air putih. Lanjut sikat gigi. Baru tidur.

Tiba saat Sahur:

*Makan nasi dan lauk pauk. Sayur jarang bahkan kerap ditolaknya.

Nasi juga biasanya dikit, Hamas bahkan pernah hanya makan 3 suap nasi.
Bikin Umminya bingung dong? Tapi tenang, aku sudah siapkan pengganjal perut yang lain. Hamas suka makan roti tawar yang diisi. Bisa sampai 3 potong dilahapnya tandas. Yunda relatif stabil, makan sahur lumayan banyak, adalah kalau setengah piring ;)

* Minum Susu Kambing. Yunda bahkan sesekali mau minta Kopi Radix.
* Makan cemilan yang disuka. Hamas masih setia dengan Astornya.
* Air putih, usahakan lebih banyak.
*Siap-siap sholat subuh.

Susu Kambing andalan, buat Yunda dan Hamas.

Kopi Radix = Kopi + 7 Herbal, andalanku dan suami.

Alhamdulillah, sejauh ini kondisi kesehatan Yunda dan Hamas baik. Kemarin Yunda sempat sedikit sulit menelan, tapi tak sampai demam, mungkin baru dalam tahap gejala radang tenggorokan. Syukurnya diminumkan madu dan Kopi Radix tuntas, atas izin-Nya saja. Hamas sempat sulit BAB, keras katanya, wajar kalau kufikir, biasanya Hamas suka sayur mayur tapi kok saat Ramadhan hanya mau bila berbuka saja. Sahur yang itu lagi, itu lagi. Boleh dibilang menu yang disusun gagal total. Apa lauk andalan Hamas saat sahur? Udang asem manis, Cumi asem manis dan dadar telur yang dicampung daging cincang. Sesekali Ayam kecap. Mengapa sesekali? Karena buat anak-anak aku lebih memilih Ayam Kampung, agak sulit mendapatkannya, biasanya aku pesan sama Paman minta dipotongkan.

Bagaimanapun, Ramadhan kali ini sudah banyak kemajuan. Hamas tak lagi banyak mengeluh haus. Sehari-hari saat Umminya kerja Hamas dan Yunda sekolah, pulangnya biasanya mereka tidur. Sore saat aku pulang kantor mereka bisanya main. Ritual mandi sore jadi agak panjang, karena bisanya mereka sambil becanda.

Mengaji yang biasanya usai maghrib dimajukan sebelum maghrib, walaupun kadang tak sampai berlembar-lembar karena banyak selingan nimbrung Umminya mengolah bukaan. Ya Nak, apapun, sejatinya Ramadhan bersamamu saat ini akan menjadi kenangan buat kita kelak dan punya warna tersendiri buat kita saat ini :P

"Yang penting Ummi sudah maksimal mempersiapkanmu berjuang di Ramadhan Nak, soal sakit sehat, kehendak-Nya semata. Karena bukan sakitmu yang akan membuat Ummi sedih, tapi Ummi akan sedih bila tak bisa mengoptimalkan diri menyiapkan sehatmu untuk berpuasa di Ramadhan."

Awal Ramadhan lalu, ada buka bersama dengan para sahabat Abinya Hamas turut hadir juga Ust. Mustafa Kamal dari DPP, banyak anak-anak yang hadir. Ada seorang sahabatku yang sepanjang acara asyik menenangkan putri kecilnya yang baru kelas 1 SD (umur 5,5 tahun) yang mulai uring-uringan kehausan, sesekali digendongnya, jam sudah menunjukkan pukul 17.33 WIB, tak tampak raut kesal diwajahnya.

Saat ada yang menyapa, dijawabnya renyah dan spontan.

"Beginilah cara Allah menambah pahala Ramadhan kita sebagai Ibu, lewat anak-anak kita." 

Duchhh, resap dihati, berbahagialah para Ibu. Langsung ingat Mamaku.

"Sepenuh do'a untukmu Ma, semoga barokah umurmu, bisa isi Ramadhan dengan sebaik-baiknya dan bahagia selalu.

Rabu, 01 Agustus 2012

Tersulut Omar - MNCTV

Waktu pertama kali baca ulasannya Della tentang Omar di MNCTV aku langsung senyum  dan manggut-manggut sepakat. Jujur awalnya tak menyangka film ini bakal sucses meraih hatiku. Aku tak pernah begitu tertarik dengan tontonan TV, apalagi Ramadhan karena membaca buku jauh lebih seru buatku. Apalagi kategori film kolosal, aku ragu. 

Tapi ternyata, Omar di MCNTV kali ini berbeda, jauh dari bayanganku sebelumnya. Dialog Arabnya keren, tak pakai pengisi suara. Dan ternyata ini film baru, Ramadhan ini adalah tayang perdana di Dubai bersamaan dengan di Indonesia. Setting-nya dibuat seperti di gurun Arabia dengan menampilkan latar belakang masyarakat Mekkah - Madinah pada abad ke 7. Meskipun, kenyataannya syuting secara keseluruhan dilakukan di Marocco dan Syiria. Aku dapat info ini setelah dari blognya Della juga, silakan baca yang kami buka disini. Mantablah pokoknya... 


Salut buat Omar - MNCTV, menurutku lumayan dapat 'ruh' nya.

Tayangan ini juga membawa dampak baik pada Hamas dan Yunda, aku yang kerap menghubungkannya dengan SIROH saat menonton Omar jadi 'dipaksa' untuk baca ulang SIROH NABAWIYAH. Aku kan hanya ingat secara garis besar, tapi anak-anakku minta yang detail, tanya ini itu, dikiranya aku hafal kali ya.... 


Contohnya saat episode Perang Badar. Pertanyaannya, 
Hamas : Berapa orang muslim yang syahid Mi?
Ummi  : Kalau nggak salah 14 orang Nak, Ummi pernah baca di SIROH. Sementara dari kafir Quraisy ada 70 orang yang gugur. *jawabku (sok) mantab...
Hamas : Yang 14 orang itu siapa saja Mi?
Ummi  : ????? *gleekkkk, nyeraaaaahhh!
Atau sesekali dialog kami,

Hijrah ke Madinah naik Ontaaaa *Hamas berkomentar takjub.
Ali bin Abi Thalib ke Madinah jalan kaki?
*Rupanya mereka ingat Umminya dulu pernah cerita, dari Mekkah ke Madinah naik BUS sekitar 7-8 jam, sepanjang jalan yang berpadang pasir, maka mereka bayangkan kalau naik Onta.
Perang Badar itu perang pertama setelah hijrah ya Mi, tanya Yunda.

Blaaa... blaa...

*jadi mau nggak mau akupun harus ikhlas baca SIROH lagi...


Ramadhan ini Yunda dan Hamas makin langsing :D
Dan senyumnyapun makin maniz, melebihi kurma :D

Ramadhan sudah 12 hari, terasa cepat banget berlalu. Hamas dan Yunda masih semangat puasanya, tarawih juga tetap girang, bangun sahur yang awalnya sedikit lesu makin hari malah makin semangat, tersulut Omar dech kayaknyaa...

Siapa Omar Ibn Khattab? Yang kepemimpinannya adalah penaklukan. Hijrahnya adalah kemenangan. Keteladanannya adalah rahmat. Saksikan dalam "OMAR", setiap hari pukul 03.45 WIB di MNCTV.