Senin, 04 Oktober 2010

Nyumbang nama versi Yunda Akang

"Alisa Fitriana, apa artinya?" tanya Yunda penasaran.


"Fitri nama dari Nyai Sundari, artinya suci. Alisa ndak tahu apo artinyo" jawab Ami Kiki spontan.
"Pengen bae, cucu Nyai yang lain kan sudah ado Anisa, Aisyah, Auliya, Alexa. Na.... Ami Kiki pengen Alisa" ternyata ini alasannya.

Berhari-hari kemudian, nama Alisa alias adek Fitri sering jadi bahasan kami di rumah.
"Kasih nama kok ndak tahu artinya" dan Yunda Akangpun urun saran, terinspirasi dari buku-buku cerita Princess yang sering mereka baca.
Ada Princess Azizah, Amira, Azimah, adalagi Adila. Dan mereka tahu artinya. Bukankah nama adalah do'a?

Karena adek Fitri belum diresmikan namanya, baru besok. Insya Allah tepat hari ke 14, sekalian aqiqah. Maka Yunda Akang coba mengutarakan masukannya.
Menurutku, tak apa tak diterima, yang penting mereka sudah berani sumbang saran untuk sesuatu yang mereka ketahui alasannya. Bahkan Fitrianapun mereka kritisi, Fitri aja kalee, begitu kira-kira kata mereka.

***

Malamnya, Bicak Anggun kirim SMS. Minta sumbang nama untuk bayi kembar laki-laki yang Insya Allah akan SC Rabu, 6 Okt 2010 besok. Antusias Yunda Akang menyebutkan nama-nama usulan mereka:
Upin-Ipin
Aziz-Izzi
Azzam-Azkar
Faqih-Fahim
Faiz-Farriz
Muhammad-Achmad
Wildan-Zidan
Daffa-Daffi
Zakwan-Zaydan
Fadlan-Fadhil
Rayhan-Rayyan
Fathi-Fahri
Hafidz-Hamzah
Abdullah-Abdurrahman
Umar-Usman
Zaid-Said
Iqbal-Ilham
Ya.....semua dari nama-nama kawan sekolah atau teman yang mereka kenal, ada juga yang terinspirasi dari film favoritnya. Dan menurutku yang terlucu adalah: Nafiz-Naruto 
Hmmm......boleh lah Nak masukan kalian, dan mereka bersemangat sekali :)

Nak, nak.....la pengen nian caknyo punya adek. Semoga Allah kabulkan ya....karena kalian begitu peduli :) Aamiin yra

Tugas dari Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI)

Di Asrama Embarkasi

  1. Melaporkan kepada PPHI Embarkasi dalam hal ini seksi pemantapan petugas dan meminta penjelasan seperlunya.
  2. Membantu petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dalam pemeriksaan akhir kesehatan calon jama'ah haji dan mencatat obat yang dibawa. 
  3. Ingat....ingat C A T A T  obatnya !!!
  4. Mengikuti rapat pemantapan Karu dan Karom yang diselenggarakan oleh PPIH Embarkasi. 
  5. Mengimformasikan kepada jama'ah haji untuk ikut menjaga kebersihan lingkungan asrama. 
  6. Melaksanakan pengamatan penyakit pada jama'ah haji terutama kewaspadaan terhadap keadaan luar biasa ( KLB)
  7. Meminta daftar manifest jama'ah haji beresiko tinggi dari petugas KKP dan memantaunya.
***

SK Menkes TKHI Embarkasi Pondok Gede, Jakarta
Kloter 31, Insya Allah masuk asrama haji Raja Basa tanggal 31 Oktober 2010/1431 H.
Tim Kloter terdiri dari PPHI : Imam Kahfi
PPIHI Imam Syakhroni
TKHI bersama Muhammad Zukhri Syarofi dan Dwi Isa.

      Contoh Penanganan Kasus Ibadah Haji

      Kasus: 
      Jama'ah haji menderita penyakit kronis

      Sebab:
      Jama'ah haji memang menderita penyakit kronis sejak dari Tanah Air

      Cara Penyelesaiannya:
      1. Dokter kloter memeriksa BKJH, apakah sesuai dengan hasil pemeriksaan kesehatannya sebelum berangkat.
      2. Penderita dirujuk ke RS
      3. Jika penderita yang dirujuk ke RS belum sembuh tapi sudah dipulangkan, maka penderita dirawat di BPHI untuk pemulihannya.
      4. Bagi penderita Chronic Renal Failure yang perlu dihemodialisis, pasien dan keluarga diingatkan akan jadwal hari pelaksanaanya. Agar segera didaftarkan hemodialisanya, selanjutnya dibuatkan surat rujukannya. Difasilitasi Ambulance dengan biaya oleh jama'ah sendiri.
      5. Bagi penderita DM atau Hipertensi yang memerlukan penangannan medis lanjutan, rujuk RS. Bila dibutuhkan tindakan operatif harus segera minta izin pada keluarga pasien. 
      ***

      Sebagai pengingat diri, bahwa sebagai TKHI amanah untuk mengurusi jama'ah yang sakit adalah wajib.
      Mewanti-wanti pada diri, agar selalu bersyukur betapa meski sebagai TKHI, diri ini adalah tamu Allah.
      Alangkah indahnya bila kita bisa bekerja sama dengan Tim dengan baik, jama'ah yang kita sertai sehat dan bersemangat untuk mengikuti semua rangkaian ibadah haji dengan maximal. Mudahkan lah ya Allah.....
       

      Sabtu, 02 Oktober 2010

      Kelana seorang Aktivis

      Rumah Kelana, Cerita seorang Brother

      Dulu ketika dunia kampus mencerahkanku dengan maraknya dakwah. Aku begitu menyatu bahkan gempita dengan segenap perjuangan menebar kebaikan pada sekitar, begitu kurasakan indahnya, bahagia meraja. Terlebih bersama orang-orang yang sama bersemangatnya denganku.
      Menjelang berakhir fase kampus, aku bersama kawan-kawan seperjuangan saling menguatkan. Berjanji untuk tetap istiqomah dijalan ini, walau terbentang belantara yang belakangan menjadi momok saat kami mengurai kisah dari para senior yang lebih dulu merambahnya. Medan yang sangat jauh berbeda dengan yang kami jalani bersama selama ini. Tapi jujur aku menatap semua dengan semangat yang mengepul, ini tantangan kawan. Pejuang sejati pasti menggandrungi semua bentuk tantangan yang akan menempanya untuk tangguh.
      Terpancang tekad kokoh, maka agar tak tersesat dirimba belantara, carilah saja wanita tangguh yang bisa jadi sahabat seperjalanan. Hmmm….. Mesem-mesem. Sumbringah :)

      Tamat kuliah, satu persatu kami berpencar, pulang ke daerah asal.
      Saling berkirim khabar dan mendo’akan, itu yang kami sepakati.
      Tak diduga akulah yang paling dulu menikah, bertemu dengan seorang wanita didaerah PTT. Sejawat PTT di Puskesmas yang sama denganku, akhwat Solo, alumni FKG UGM. Seorang dokter gigi. Proses yang singkat. Bertemu, merasa sevisi. Difasilitasi oleh ketua DPD PKS Kabupaten setempat, Akad nikah sebulan kemudian tanpa Walimatul Ursy. Warga puskesmas geger, kapan pacarannya, kok tahu-tahu nikah. Mulai kasak-kusuk ramai, dikira nikah karena kecelakaan. Fitnah yang membuat telinga panas berdenging. Namun tetap kami tanggapi dengan senyuman, andai mereka tahu yang sebenarnya, bahkan seminggu setelah pernikahan bahasa tubuh kamipun masih sangat kaku, malu rasanya bila bersitatap. Hanya bersitatap, apalagi lebih dari itu. Tapi biarkanlah kuasa waktu yang menjawab semuanya, energi kami harus terkumpul untuk mulai bersya’biyah.

      ~~~

      Ini permulaan kami mengumpulkan segenap aset kekuatan berdua untuk mulai melanjarkan misi dakwah pada masyarakat sekitar. Silaturrahim kejiran tetangga selepas jam kerja. Tetangga-tetangga terdekat diprioritaskan. Bahkan sejak awal kami memang sudah membuat jadwal kunjungan pada semua bapak-ibu sesama staff Puskesmas. Dari hasil investigasi inilah kami mengenal siapa-siapa saja yang berpotensi untuk menjadi pendukung dakwah kami digarda terdepan.

      Kami, aku dan istriku mulai menjalankan misi.
      Ada ”kelas generasi” setiap sabtu siang, yang isinya anak-anak SMP berkumpul aku ajak berdiskusi tentang apa saja. Tentang cita-cita, tentang semangat menulis, mengenalkan Nasyid, diskusi tentang NAFZA atau sekedar ngobrol santai di Saung, belakang Rumah Dinasku disamping Puskesmas. Ada 15-17 anak yang rutin berkumpul tiap pekannya, Alhamdulillah sudah berjalan 2 bulan ini.
      Anak SMA ??? Masih dalam proses, karena Kepala Sekolahnya masih agak parno dengan yang namanya kajian keislaman, katanya tahun lalu ada ROHIS, pembinanya dari RISMA setempat, tapi sejak aktif di ROHIS banyak siswanya yang nilainya anjlok. Pelan-pelan kuadakan pendekatan bahwa anggapan beliau tak ada benar, aku berusaha meyakinkan bahwa aku yang alumni ROHIS dimasa SMA dan Kampus dulu buktinya berhasil lulus dokter dengan tepat waktu dan nilai yang baik. Pak Kepala Sekolah sepertinya mulai termakan bujukanku, terbukti tahun ajaran mendatang aku diminta mengkonsep sekaligus mengelola kegitan ROHIS, tak mengapa walau masih harus menunggu, angap saja waktu ini disiapkan untuk mematangkan konsep ROHIS SMU yang berdaya.
      Aku juga ada diskusi seputar kesehatan dengan masyarakat di seakur puskesmas, tepatnya setelah senam pagi dihalaman  puskesmas, diskusi tentang  kesehatan dikaitkan  dengan aktivitas keseharian. Begitulah, bahannya ya dari internet, biasanya sekalian konsultasi kesehatan gratis.
      Tentang akses internet, aman, sinyal ada terus. Kami bahkan memanfaatkannya terus untuk berkomunikasi dengan kawan-kawan seperjuangan untuk saling mengingatkan atau sekedar saling sapa, silaturrahim didunia maya :)

      Dari sini aku juga bisa tahu sepak terjang kawan seperjuangan dibelahan bumi Allah yang lain. Rifki yang sedang PTT di daerah sangat terpencil Indonesia bagian Timur, hanya sesekali bisa OL bila sedang ke Propinsi. Yang sampai sekarang belum menikah karena Bundanya mewanti-wanti tak boleh menikah dengan akhwat sana, khawatir anak laki-lakinya tak bisa kembali kedaerah asal. Sementara tak ada akhwat yang siap dibawa berdakwah disana. Namun menurutku, bukan tak ada, hanya belum bertemu saja. Yang lucunya si-Rifki malah mau daftar PNS disana, karena peluang dakwah yang begitu subur alasannya.  Atau ceritanya Iqbal yang sucses mendirikan klinik 24 jam didaerah Banten, atas modal Ayahnya yang memang pengusaha sucses. Bulan lalu baru menikah, dan aku berkesempatan hadir, sekaligus meninjau klinik barunya dan ditraktir gaji pertamanya sebagai CPNS di RSUD setempat. Ada lagi ceritanya Fauzi yang langsung terima CPNS dikementrian kesehatan, sekarang bertugas dibagian siaga bencana. Pengantin baru ini jalan-jalan terus, keliling Indonesia atas biaya dinas, maklum orang lapangan. Apdate statusnya seputar jadi tim dan narasumber di Dinkes daerah-daerah yang rawan bencana. Mengingat kebersamaan kami dulu, kadang membuatku senyum-senyum sendiri. Kami yang dulu begitu alerginya dengan kata-kata PNS, mengapa sekarang latah jadi PNS ya :(  Termasuk aku dan istriku yang sedang mempersiapkan berkas untuk pendaftaran PNS daerah ditempat tugas kami. Tapi terlepas dari keberadaan dan tugas kami sekarang, aku bersyukur kami semua tetap istiqomah dijalan dakwah ini. Terbukti saat suatu ketika kami chatting dan membahas cita-cita setelah jadi PNS, kami punya kata yang sama. Kami ingin merintis karir menjadi pembuat  dan kebijakan, minimal Kepala Dinas, syukur-syukur Menkesnya. Agar kebijakan dibidang kesehatan berpihak pada dakwah ini. Aamiin.

      Adapun kiprah istriku tercinta. Ada ”kelas generasi” yang sama denganku tiap sabtu siang, khusus siswa SMP yang putri. Diskusi tentang haid, masa puber, sampai ke pembalut yang aman dan nyaman, yach namanya perempuan :)
      Ada diskusi kelompok lansia, sekaligus menyukseskan program Posyandu Lansia, ini yang paling seru menurutku. Pertanyaannya kadang sulit dicerna, jawabanpun entah apa sepenuhnya sesuai dengan yang mereka harapkan, yang jelas saat istriku membagikan snack atau panganan hasil percobaannya mengolah resep, ada mata-mata berbinar diiringi ucapan terima kasih yang sederhana tulus. Ini berlangsung tiap rabu siang.
      Kajian ibu-ibu yang terdiri dari ibu-ibu tetangga terdekat tentang pendidikan anak,cara menyusui yang baik, merawat kulit agar tetap awet muda, atau apalah khas para ibu, ini dilakukan istriku rutin setiap jum’at siang.

      Ahad pagi, kami menutup rumah dinas dan praktek dari pagi hingga sore hari, bahkan tak jarang sampai malam. Jadwal refresing alias liburan, ini yang kami bahasakan.
      Tak ada yang salah juga, karena sejatinya kami memang sedang refresing, penyegaran untuk ruhiyah kami, berkumpul dikota kabupaten tepatnya di markas dakwah, DPD PKS bersama para saudara seperjuangan. Ada guru SMU, penyuluh pertanian, bidan, bahkan anggota dewan. Kami berkumpul membahas banyak hal tentang dakwah ditempat kami masing-masing, jadi ingat saat di Kampus dulu.
      Perjalanan menuju tempat berkumpul ini kami tempuh dengan motor dinas, karena ambulans tak mungkin kami pinjam seharian, khawatir ada pasien yang harus dirujuk sewaktu-waktu. Lumayan jauh, sekitar 2 jam perjalanan dengan kecepatan diatas sedang. Cukup membuat tulang punggung istriku yang seanggun putri solo itu pegal total. Tapi syukurnya ia setangguh para mujahidah palestine. Tak terdengar kesahnya. Kenapa tak pilih yang dekat saja???  Hoho....Tak ada pilihan kawan, baru satu-satunya di Kabupaten ini :)
      Melintasi belantara, rimbunan semak dan suburnya perkebunan tapi tak sedikitpun menyurutkan langkah kami. Hujan sekalipun bila raga kami sehat akan tetap kami tembus dengan jas hujan diselingi dengan berteduh sesekali. Kami begitu menikmati moment ini.
      Kubuktikan sudah, bahwa dengan memiliki istri seorang mujahidah saja lah yang akan membuat perjalanan dakwah pasca kampusku tetap indah. Bahkan tak terasa sedang mengarungi rimba belantara seperti yang sering kami takuti saat dikampus dulu.
      ~~~

      Semua berlalu terasa cepat sekali. Aktivitas dakwah kami yang hidup membuat kami bergairah. Ditambah dengan kesibukan kami memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat yang membutuhkan, bukan kah memang secara formal inilah tugas kami berada disini. Tak terasa empat bulan sudah kami menikah. Belum ada tanda-tanda istriku hamil. Baru empat bulan :) Tapi ini sudah mampu menjadi bukti  langsung bahwa kami menikah memang tak seperti yang dituduhkan dulu.
      Kehebohan justru datang dari tetangga terdekat kami Mak Ipah yang datang sambil terisak. Anaknya yang kerja di Batam mau menikah, minggu depan pulang langsung akad nikah, lalu apa sedihnya. Ternyata sudah dalam kondisi hamil muda. Mak Ipah begitu terguncang, meski sudah ada sebelumnya anak gadis disekitar sini yang hamil diluar nikah saat merantau ke Jakarta, tapi buat Mak Ipah yang rajin sholat, ini adalah pukulan yang begitu menghantam. Terlebih almarhum suaminya dikenal sebagai seorang ulama semasa hidupnya. Kami terpekur, berusaha menenangkan Mak Ipah sementara hati juga segalau gulana.

      Malamnya tampa kata kubuka bahan tentang semua hal yang berkaitan dengan hamil diluar nikah. Meski sudah sering mendengar atau bahkan membaca tentang ini, aku merasa perlu mengkajinya lagi saat ini. Hingga ku temukan tulisan ini di blog seorang saudara, yang memang sering kubuka. Mengena telak. 

      Satu saat asy syafi’i ditanya: ”mengapa hukuman bagi pezina sedemikian beratnya ?”
      wajah asy syafi’ memerah, pipinya rona delima.
      “karena”, jawabnya dengan mata menyala.
      “Zina adalah dosa yang bala’ akibatnya mengenai semesta, keluarganya, tetangganya, keturunannya. Hingga tikus di rumahnya dan semut di liangnya”

      Ia ditanya lagi, dan mengapa tentang pelaksanaan hukuman itu, Allah berkata,
      “Dan janganlah rasa ibamu pada mereka, menghalangimu untuk menegakkan agama!”

      Asy Syafi’i terdiam, ia menunduk, ia menangis. Setelah sesak sesaat, ia berkata:
      “Karena zina seringkali datang dari cinta dan cinta selalu membuat kita iba dan syaithan datang untuk membuat kita lebih mengasihi manusia daripada mencintaiNya”

      Ia ditanya lagi dan mengapa, Allah berfirman pula: “Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”
      "Bukankah untuk pembunuh, si murtad, pencuri Allah tak pernah mensyaratkan menjadikannya tontonan?"

      Janggut Asy Syafi’i telah basah bahunya terguncang-guncang.
      “Agar menjadi pelajaran”,  ia terisak.
      “Agar menjadi pelajaran”, ia tersedu.
      “Agar menjadi pelajaran” ia tergugu.

      Lalu ia bangkit dari duduknya, matanya kembali menyala
      “Karena ketahuilah oleh kalian. Sesungguhnya zina adalah hutang. Hutang, sungguh hutang. Dan.. salah seorang dalam nasab pelakunya pasti harus membayarnya!”

      Akupun remuk terpaku usai membacanya. Pantaslah suatu ketika pernah kubaca bahwa disatu desa, saat mendapati ada anak gadis yang hamil diluar nikah, maka masyarakat akan mengusirnya dari desa mereka. Selanjutnya dilakukan ritual semacam upacara bersih desa. Aku belum mampu berfikir jernih tentang langkah dakwah apa yang sebaiknya kulakukan terkait tentang hamil diluar nikah buah perbuatan zina.

      Belum berhenti sampai sini ternyata. Besok paginya di Puskesmas terjadi kegemparan, Sinta, petugas kesling kami melahirkan. Anaknya sehat, wanita dengan bobot 2,7 kg. Alhamdulillah sehat....yang mencengangkan karena hanya terpaut empat bulan dari pernikahannya. Aku tak akan lupa karena hanya terpaut seminggu dengan hari pernikahan kami. Betapa tak ada yang mencurigakan selama ini. Sinta bahkan sesekali ikut dikajian ibu-ibu tiap Rabu siang, senang mendengarkan diskusi tentang kerumahtanggaan katanya. Istriku benar-benar terpukul. Malamnya masih seputar hamil diluar nikah isi obrolan kami. Kalau artis atau dikoran mungkin tak akan membuat kami segalau ini, tapi ini adalah orang-orang yang ada didekat kami. Akankah ini cara Allah menengur kami yang sempat merasa bahwa manuver dakwah kami sudah baik. Ternyata ada banyak hal yang masih harus kami garap. Bisa jadi kami baru akan memasuki belantara penuh onak yang rimbanya mampu menyesatkan atau setidaknya menguji kesabaran dan menggoyahkan keistiqomahan kami.
      Sampai jauh malam aku sulit tidur. Entah rasa apa yang mendominasi, tak mampu sempurna kumengerti. Kubaca lagi dengan linangan air mata tulisan dari blog -salim a. fillah- yang sudah ku ‘save’ semalam. 

      Duhai Allah....jangan hukum kami bila kami lalai atau kami bersalah. Tak selayaknya kami merasa cukup dengan yang sudah kami upayakan selama ini.
      Air mataku menderas disujud malam, bersautan dengan isakan istriku. Tak sepantasnya kami puas dengan apa yang sudah kami lakukan, jangan biarkan ada kesombongan walau sepotong serpihan debu. Terpatri satu azzam, kami harus melakukan lebih baik dan lebih banyak lagi. Bantu kami ya Robb.....

      ~~~

      Torehan penuh cinta untuk pernikahan Adinda, semoga selalu ”tumbuh dan mengepak bersama”. 
      Semoga bisa diambil gaharunya, yang sudah banyak berbuat saja masih belum cukup, lalu bagaiman dengan yang memang belum berbuat apa-apa, masih tenggelam dalam euporia gemilang kejayaan masa kampus.

      Sebuah Episode tentang Haji


      “Tidak cukup hanya dengan niat saja Bu, harus lebih kongkret. Ada wujud riil-nya :)
      Kata-kata yang terucap dengan senyuman itu tepat menohok jantungku.

      Ini penggalan dialog yang sangat kuingat bersama seorang Intan Mahasuri, Ibu Rumah Tangga berusia 30 tahun dengan 2 orang anak berumur 3 dan 2 tahun. Calon jama’ah haji kloter 31 asal Bumi Harjo, Kabupaten Way Kanan Propinsi Lampung yang Insya Allah akan berangkat bersama suaminya pada musim haji ini tepatnya tanggal 31 Oktober 2010/1431 H. Usia yang masih teramat muda untuk ukuran umumnya CJHI, itu yang membuatku tertarik ingin berkenalan dengannya pada saat awal pembukaan manasik di Depag beberapa waktu yang lalu.

      Aku adalah salah satu dari TKHI atau petugas kesehatan kloter yang akan menyertai mereka, memang aku langsung investigasi begitu ada  moment tatap muka dengan CJH kloterku. CJH termuda ada yang berumur 18 tahun, anak seorang pejabat PEMDA setempat. Selebihnya seperti kebanyakan CJHI adalah mereka yang berumur diatas 50 tahun. Hanya ada 5 pasangan usia subur dibawah 40 tahun, dan diantara mereka semua suami istri Imran dan Intan ini yang langsung akrab denganku. Pak Imran yang seorang guru SMP berumur 32 tahun ini antusias mengenalkanku pada istrinya.

      ”Bu Dokter, istri saya ini seorang perawat lulusan SPK, walaupun sekarang kerjanya dirumah saja ngurus anak-anak, tapi Insya Allah istri saya bisa membantu sedikit”, katanya ramah menawarkan bantuan sebagai ”relawan”. Adalah langka seorang jama’ah menawarkan diri ikut melayani jama’ah yang lain, bukan kah mereka adalah orang yang seyogyanya memang pantas mendapat pelayanan kesehatan. Bukankah banyak orang yang senang menuntut haknya untuk dilayani? Banyak orang, tapi ternyata tidak identik dengan semua orang bukan?

      Dan akupun langsung tertarik ngobrol dengan mereka berdua, sepasang suami istri yang tadinya kufikir adalah orang kaya hingga bisa berangkat haji diusia yang relatif masih muda. Tapi ternyata aku tak sepenuhnya benar. Mereka bukan sepasang jutawan atau tuan tanah. Mereka adalah sepasang suami istri yang luar biasa, yang memaknai bahwa naik haji adalah sebuah cita-cita mulia yang harus segera dilaksanakan.

      Berangkat haji memang cita-cita hampir semua muslim yang aku kenal, tapi mungkin cara mengwujudkannya yang sangat beragam. Percakapanku dengan seorang Intan dan suaminya satu yang sangat membekas dan menguatkanku. Bahwa niat berhaji harus lah disertai juga dengan langkah nyata untuk mengwujudkan niat tersebut. Dalam bahasa yang lebih mudah adalah saat kita berniat untuk berangkat haji ke Tanah Suci, selain berdo’a dengan sungguh-sungguh maka saat itu juga semestinya kita menyiapkan dana khusus untuk keperluan tersebut. Menabung, ya menabungkan dana secara khusus untuk haji.Selanjutnya Allah sajalah yang akan mencukupkan tabungan kita itu dengan cara-Nya.

      Adalah kisah Intan Mahasuri dan suaminya, Imran Rusidi. Menikah 5 tahun yang lalu tepatnya Juni 2005. Anak pertama mereka lahir hampir 2 tahun kemudian, Januari 2007, selang setahun kemudian Februari 2008 anak kedua mereka lahir. Tabungan pendidikan untuk anak-anak mereka baru mereka rintis sejak awal tahun 2010. Tabungan kesehatan? Ternyata mereka tak mengalokasikannya secara khusus, karena sebagai PNS golongan III B, Imran adalah peserta ASKES. Imran diangkat sebagai PNS tahun 2006 dengan pangkat awalnya III A. Yang luar biasa, setidaknya menurutku, sejak tahun pertama pernikahan mereka mereka sudah mempunyai tabungan haji, yang mereka setor tiap bulan secara rutin dengan besar dana yang relatif tak sama.

      Apasaja kah aset kekayaan mereka sekarang?
      Gaji PNS golongan III B dengan masa kerja yang kurang lebih 4 tahun tak sampai 3 juta. Kebun atau investasi lainnya mereka belum punya. Ternak? Pernah pelihara ayam dan bebek, tapi tak banyak, sempat beranak pinak tapi saat heboh kasus flu burung semua unggas peliharaan mereka dipotong. Kendaraan mereka adalah motor dinas tua yang sudah sering masuk bengkel. Rumah masih semipermanen, yang setengahnya belum jadi dan kalau hujan banyak yang bocor. Sebelumnya merekapun pernah tinggal diperumahan dinas guru tempat Pak Imran mengajar. Tapi karena banyak guru baru yang membutuhkan hunian, jadi mereka mengalah pindah dari rumah dinas sekitar setahun yang lalu. Harta warisan sejauh ini mereka tak punya dan memang tak mengharap. Intan adalah Ibu Rumah tangga sejati yang aktif mengisi kajian dibeberapa majelis taklim, murni majelis taklim artinya secara pengelolaan tak ada honor tertentu. Ini adalah gambaran lengkap tentang kondisi kekayaan keluarga Imran. Jadi memang prioritas menabung untuk berhaji ini sajalah yang menurutku mampu menghantarkan mereka berangkat haji diusia pernikahan yang baru lima tahun.

      Mereka sudah punya 2 anak, satu laki dan satu perempuan, sehat dan lengkap. Kepala keluarganya punya pekerjaan tetap jadi bukan karena alasan ada kepentingan berdo’a ditempat mustajab seperti di multazam, di rawdah atau saat wukuf di Arafah untuk mendapatkan keturunan, jodoh atau ingin dapat pekerjaan mapan yang membuat mereka antusias untuk secepatnya berangkat haji.Bukan...bukan seperti banyak orang yang pernah kudengar ceritanya tentang ini.

       “Umur manusia siapa yang tahu Bu, apalagi sekarang mau naik haji sudah mesti antri”.
      ” Alhamdulillah berarti kesadaran muslim di Negara kita untuk berhaji sudah semakin baik “, 
      Ya betul.
      Bahkan setahuku saat ini ada satu Propinsi di Sulawesi yang sampai tahun 2010 ini antrian CJHnya sudah sampai tahun 2020.

      “Kami ingin memenuhi panggilan Allah”
      Ini alasan mereka saat kutanya motivasi apa yang membuat mereka begitu bersemangat untuk segera naik haji. Semakin yakinlah aku, bahwa Pak Imran dan Ibu Intan adalah orang yang sangat kaya, meski bukan kaya materi. Karena seperti yang sudah kuuraikan tadi, secara finansial mereka amatlah sederhana.

      Bagaimana denganku ???
      Sungguh aku malu....  

      "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah, barang siapa mengingkari (kewajiban haji), sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." 
      Q.S Ali Imran:97

                                                                         ***
      Note: 
      CJHI = Calon Jama'ah Haji Indonesia
      TKHI= Tim Kesehatan Haji Indonesia

      Kado pernikahan untuk Adinda, semoga Barokah :)
      Kalaulah ada getahnya, semoga laksana gaharu....diedit 31 Desember 2010