Senin, 13 Juni 2011

Mulang Tiyuh

Mulang Tiyuh dalam bahasa Lampung Way Kanan berarti pulang kampung. Pada dekade 2 tahun terakhir, kata "Mulang Tiyuh" ini terasa sangat populer karena dijadikan motto oleh Bupati terpilih Way Kanan, Bapak Bustami Zainuddin. Ditujukan kepada perantau kelahiran Way Kanan, mengajak untuk membangun Bumi Petani setara daerah-daerah maju lainnya di Tanah Air, agar jangan terlena bermukim nyaman dan sukses di perantauan dengan meninggalkan sanak-saudara di Way Kanan.


Cerita tentang Way Kanan
Kabupaten Way Kanan dibentuk berdasarkan Undang Undang No.12 Tahun 1999 pada tanggal 20 April 1999. Luas wilayah 3.921,63 km2, Blambangan Umpu sebagai ibu kotanya. Jumlah penduduk 364.778 jiwa dengan 47.000 Keluarga masih tergolong miskin.

Way Kanan sebagai daerah yang berbasis pertanian maka peluang agraris dan agropolitan menjadi pilihan, sinergi dengan kebijakan propinsis maupun kebijakan nasional. Penetapan arah Way Kanan Bumi Petani mempertimbangkan karakter-budaya masyarakat, potensi internal maupun eksternal, dan sumberdaya yang tersedia. Kebijakan ini diyakini mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi Way Kanan menuju sejahtera, menciptakan kondisi yang demokratis, masyarakat yang berbudaya dan religius.

Way Kanan bumi petani
Jangan biarkan lahan yang tidur
Mari kita olah agar menjadi subur
Demi masyarakat yang makmur
Mulang Tiyuh solusi menyelesaikan persoalan Kabupaten Way Kanan.
Mulang Tiyuh peluang ekonomi yang menjajikan.
Mulang Tiyuh dalam kebersamaan...
(Ini bahasanya seorang Adik, Rinto Macho dalam Albumnya Way Kanan dalam Lensa) 

Antara Aku, Way Kanan dan Mulang Tiyuh  

Way Kanan sangat berarti bagiku, disini aku dibesarkan, belajar banyak hal dan tempat merekam berbagai kenangan hidup. Ya...Way Kanan adalah satu dari stasiun kenangan bagiku, yang akan abadi sebagai penyangga bagi lajunya perjalanan takdir hidupku.

Blambangan Umpu ada jalur Kereta Api.
Asal foto dari sini
Di Way Kanan atau tepatnya di Ibukota Kabupaten yaitu Blambangan Umpu semua adikku dilahirkan, aku menghabiskan masa kecil sampai tamat SD juga di sini, pun hingga kini, kedua orangtuakupun menetap. Itulah sekian dari banyak alasan aku menyebut Blambangan Umpu sebagai kampung halamanku, meskipun aku tak dilahirkan di sini. Karena kampung kelahiranku adalah sebuah tempat di kaki gunung Dempo yang terletak di Kabupaten Empat Lawang, Gunung Meraksa Baru namanya. Kampung yang sama tempat Ibundaku dilahirkan. Tapi jujur aku justru tak mengenal kampung ini, karena sejak usia 2 bulanan aku sudah diboyong dan sampai sekarang tak ingat lagi kapan pulang ke Kampung kelahiranku. Bahkan Kakekkupun ikut bersama kami sekeluarga mukim dan sampai selanjutnya dimakamkan di Lampung, sejak tahun 1987 setelah Nenekku meninggal. Jadi praktis hingga saat ini, kampung tempat mudik lebaranku adalah Blambangan Umpu, Way Kanan.


Adalah gerakan mulang tiyuh, aku sangat mendukung. Dulupun salah satu syarat aku diizinkan menikah oleh Ayahanda adalah aku harus "Mulang Tiyuh" dulu, paling tidak selama PTT, yang saat itu artinya sekitar 3 tahun. Suamikupun mengiyakan. Maka jadilah setamat kuliah, saat Yunda berumur 7 bulan kami sekeluarga mulang tiyuh, niatnya PTT di Kampung Halaman. Tapi ternyata Allah berkehendak lain, kala itu PTT Pusat untuk seluruh Propinsi Lampung penuh dan dinyatakan TUTUP, sekitar bulan Agustus 2004. Aku tak kehabisan akal, dengan masih memurnikan niat mengabdikan ilmu di Kampung Halaman, akupun melaporkan keberadaan diriku kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten, dan dijanjikan akan disertakan pada program PTT daerah pada Januari 2005 nanti, untuk sementara agar aku bisa praktek, aku dibekali surat tugas sebagai TKS. Tahukan artinya? Betul sekali. Tenaga Kerja Sukarela, dan di tempat tugaskan pada Puskesmas Induk Blambangan Umpu sebagai dokter jaga di Rawat Inap dan IGD. Dan sejak itulah aku praktek di rumah orangtuaku, kebetulan ada satu bangunan khusus yang dulunya wartel, sedikit dibenahi jadilah ruang praktekku. Melayani pasien JPK alias, jaminan kesehatan keluarga, secara hampir seluruh isi kampung adalah keluarga Ayahku yang asli orang Blambangan Umpu. Bahagianya bisa berguna di Kampung Halaman dan buat Ayahku senang.


Tapi lagi-lagi skenario Allah memang diatas semua rencana kita, bulan November 2004 ada penerimaan PNS Daerah, formasi dokter umum juga ada. Ayahandaku adalah orang yang paling bersemangat memintaku untuk ikut test. Suami? Langsung manyun, tertegun tampa kata. Baginya PTT tidaklah sama dengan PNS. Kalau PTT, jelas masa bakti selesai bisa langsung pindah. Sementara PNS? Bukan rahasia lagi, urusan pindah tugasnya masih sangat berliku. Tapi Ayahku menjamin alias ngotot, aku harus ikut test PNS, nanti setelah 3 tahun yang artinya seusia PTT, aku diizinkannya pindah kemanapun. Dengan bahas yang penuh penekanan, sehingga kami berdua suami sulit berkelit. Aku masih ingat reaksi suamiku saat itu. Bingung, karena tak mau mengecewakan orangtuaku. Akhirnya keluar juga restunya, "Ikutlah test Mi...kan belum tentu juga diterima ".   
Bahasa yang dipakainya untuk menenangkan diri. Aku? Sejujurnya aku lebih kepada jalani saja. Tak mau ngotot dengan orangtua, tapi juga tak mungkin membantah suamiku. Singkat cerita aku ikut test bulan November, di Desembernya dinyatakan lulus. Dan pada 01 Januari 2005 akupun resmi menjadi CPNS sebagai dokter fungsional di Puskesmas Blambangan Umpu. Prajabatan ditahun yang sama saat usia Hamas menjelang 6 bulan, dan 01 Januari 2006 kusandang gelar Abdi Negara 100% dan berhak mendapat gaji bulanan juga beragam cuti-cutian, jangan tanya kewajiban karena jujur aku tak hafal, banyak pokoknya. Eeiit tunggu dulu, tapi aku hafal Pancasila lho...*apa ya hubungannya ;)

Majang Award dulu ya... 

Award lagi dari Tia.
Kriiiiiiiiing...akupun bisa bersepeda di Blambangan Umpu.

Bakar jagung di Pematang
Aromanya sedap merakyat
Dapat Award pastilah senang
Soal majang, sambung merekat
Pertengahan tahun 2007 akupun mulai merintis langkah untuk pindah, mengingat proses pindah yang kutahu membutuhkan waktu yang cukup lama. Apa dinyana, hampir bersamaan dengan masa ini menjelang kampanyenya penguasa daerah. Ayahandaku dianggap tak mendukung yang sedang berkuasa. Dianggap? Sebenarnya memang sich...alasannya sederhana karena tak dirasa membawa kemajuan buat Way Kanan dan juga bukan putra asli Way Kanan, Ayahku dinilai memprovokasi tentang isu putra daerah. Ya gitu-gitu dech, karena Ayahku sudah pensiun maka akhirnya kami anak-anaknya yang PNS di Way Kanan yang jadi sasaran. Adik iparku tak mendapat izin untuk study S2, dan yang paling terasa, proses pindahku diboikot. Padahal dokter seangkatanku, apoteker dan beberapa teman lain sudah berhasil pindah dari Way Kanan. Tapi karena hubunganku baik dengan Kepala Dinas Kesehatan saat itu * yang sekarang juga baik kok hubunganku...maka akupun ditawarkan untuk pindah ke Puskesmas yang dekat dengan Sumatera Selatan, hingga pada tanggal 12 Desember 2007 akupun mendapat SK penugasan di Puskesmas Sukabumi sebagai Kepala Puskesmas. Di Sukabumi aku menemukan suasana baru yang lebih menyenangkan, walaupun harus pisah dari orangtuaku yang ada di Blambangan Umpu, sekitar 2 jam perjalanan dari Sukabumi ke Blambangan Umpu. 

Episode Sukabumipun dimulai, beruntungnya aku ditempatkan di Puskesmas yang ada 2 orang dokter selain aku, 1 orang PTT dan yang 1 CPNS baru. Jadi aku tak mendapat jadwal jaga perawatan dan murni kepala Puskesmas saja. Artinya tak mendapat jadwal piket, bila tugas kantor selesai akupun mulai ke Palembang, yang jarang tempuhnya 4 jam. Tapi ternyata keberadaanku terlacak penguasa, aku dimutasi ke Puskesmas ujung Way Kanan yang medan tempuhnya tak masuk akal bila aku harus ke Palembang, akhirnya akupun mundur dari jabatan struktural dan menjadi dokter fungsional agar bisa tetap bertahan di Sukabumi. Terhitung Agustus 2008. PILKADA pun terlaksana dan pemenangnya adalah orang yang memang didukung oleh Ayahandaku sekeluarga besar, asli Putra Daerah Way Kanan. Adapun aku memang sudah beberapa kali bertemu, bahkan dengan istrinya sudah kenal baik, karena saat aku tugas di Puskesmas Blambangan dulu aku suka diminta mengobati anak-anaknya. 


Singkat cerita, saat tugas TKHI-ku selesai, awal tahun 2011 kemarin aku mengantongi izin pindah dari Bupati Way Kanan saat ini, bukan karena beliau tak konsisten dengan program "Mulang Tiyuh"-nya tapi lebih kepada beliau sangat menghargai posisiku sebagao istri yang wajib turut suami, dan akan kuingat kata-kata pelepasan beliau saat menyetujui kepindahanku. 
"Ya, sudah saatnya memang kau pindah dan sudah lebih 5 tahun pula kau mengabdi di Way Kanan ini", begitu kira-kira bahasanya.
Yuppszz betul sekali, bahkan sudah 6 tahun. Dua kali periode dari yang diharapkan orangtuaku. Tak mengapa, semua tentu ada hikmahnya. Dan kini proses kepindahanku belum lagi tuntas, meski sudah jelas. Memang begitu kata banyak orang bila pindah antar Propinsi, jadi ya dinikmati saja. 


Sekali lagi, saat banyak orang di Sukabumi menanyakan alasan kepindahanku. Aku berulang kali menegaskan, aku pindah karena memang sudah waktunya aku harus pindah, bukan aku tak mencintai Sukabumi. Apalagi Way Kanan memang kampung halamanku, saat libur tujuan utama liburan anak-anakku pasti Blambangan Umpu. Bahkan terkadang saat tak libur Hamas suka merengek minta ngelibur, ya...seperti Selasa-Rabu kemarin Akang ngotot ingin ikut aku ke Blambangan, kangen Jidah alasannya utamanya, alasan berikutnya ingin ketemu adik kembar *sepupunya, anak adikku. Dan kamipun mulang tiyuh, walau hanya menginap semalam. Mumpung Akang Hamas belum SD, jadi masih lumrah ngelibur dan mumpung Jidah Datuknya masih ada, silaturrahim harus tetap diutamakan sekalian membekam Jidah yang memang rutin 1 bulan sekali aku BEKAM sejak bulan Maret lalu.

Pokoknya, walaupun aku kembali merantau, aku tetap mendukung gerakan MULANG TIYUH yang dibudayakan di Way Kanan. Bumi Petani, Way kanan butuh putra putrinya untuk membangun, banyak lahan tidur yang menanti untuk digarap. Banyak sekolah yang butuh guru berkualitas, banyak sarana kesehatan yang menanti tenaga terampil berbudi. Maka yang masih bisa untuk mulang tiyuh, mari kembali ke Way Kanan, sumbangsih pemikiran dan ilmu masih sangat dibutuhkan. 


Semoga Way Kanan ke depan makin maju, beradab, jaya, adil dan sejahtera. 

2 komentar:

Lyliana Thia mengatakan...

Ah ya.. Kenapa semua orang pindah ke Jakarta yah..? Padahal harusnya profesi petani sungguh mulia... :-)

Artineke A. Muhir mengatakan...

Iya Tia, kenapa ya?

Tapi pasti semua punya pertimbangan mengapa tak ikut gerakan mulang tiyuh alias pulang kampung.