Khitan atau lebih populer disebut sunatan.Bahasa medisnya circumsisi.Tapi entah mengapa aku lebih suka menyebutnya khitan saja.
Pernah denger kan ya? Ya iya lah, tapi kalu menyaksikan belum tentu pernah tho? Ngeri tahu ;(
Kalau mengkhitan? Apalagi. Emang aku ini perempuan apaan, lho kok nggak nyambung yak?
Adalah aku? Mendengar kata-kata khitan sering banget, tapi sekarang jadi agak deg-degan, ya semenjak beberapa bulan terakhir ini, saat anak laki-laki pertamaku minta dikhitan. Gugup aja. Padahal aku sudah sering lho mengkhitan, sejak zaman kuliah dulu, aku termasuk yang rajin ikut tim sunatan massal, bahkan sampai ke dusun-dusun. Pernah ke Prabu, ke Muara Enim juga pernah. Kalau di Palembang sudah keliling. Bahkan dimasa akhir kuliah dulu, aku mengkhitan adik ipar yang bungsu saat ia kelas 5 SD, waktu itu aku baru menikah. Setelah bekerja, sesekali mengkhitan bila tak ada yang lain, kebanyakan hanya mengawasi saja. Karena ini ranahnya para mantri sunat, merekalah biasanya yang ke medan lokasi sunatan massal.
Dan hari ini, nyaliku diuji, benar saja, terbukti aku justru tak berani mengkhitan anak sendiri. Aku bahkan tak tega menyaksikannya dari awal, hanya ngintip-ngintip saja. Setelah beberapa hari yang lalu meminta Abinya untuk mengundang seorang teman sejawatku datang kerumah dan mengkhitankan Akang Hamas, maka hari ini jadwal Akang dikhitan.
Eeng ing eeng...ternyata ;)
Lancar, Akang malah tak menangis. Jagoan ya...
Akang khusyuk berdo'a sebelum dikhitan. |
Abi mendampingi sambil ngajak ngobrol ya? Kok senyum-senyum? Cerita apaan sich... |
Meringis saat dibius, ternyata cuma segini sakitnya, kata Akang. |
Abang Daffa, Kak Wildan dan Yunda jadi penonton setia. |
"Ini termasuk yang sangat tidak merepotkan", komentar dr. Agus Marsyal, TS seangkatanku.
Tak sampai 30 menit, dari jam 14.00 sampai 14.26 WIB, diawali dengan kejadian mati lampu sejenak. Hampir diboyong ke Klinik LKC, syukurnya lampu segera menyala. Selesai, sang dokterpun pulang, tak lama menelfon lupa memberi obat untuk dimakan. Aahaa, baguslah batinku, daripada mubazir. Aku berniat memberi Hamas madu dan habatussada saja, kalaupun besok dirasa kurang, spirulina jadi pilihan pelengkap. Sampai sore jam 5 aman, Akang Hamas bahkan asyik bermain dengan Kak Wildan juga Abang Daffa, anggota Genk Kompleks yang menyaksikan prosesi khitanan sejak awal.
Rombongan Nyai Yai datang Akang Hamas sudah kesana-kemari. Gembira sekali dapat angpau banyak, hiiii...mungkin ini salah satu pemicu Akang ingin segera disunat, biasalah cerita anak laki-laki menjelang masuk SD, sunat dan dapat banyak uang, nggak sakit kok, itu yang sempat kutangkap dari pembicaraan Genk Akang. Apapun, aku bangga pada keberanian Akang saat dikhitan tadi.
Karena aman, Akangpun tetap ceria, maka aku memutuskan berburu madu dan habbatussauda yang ternyata stok dirumah kami habis. Sekalian ke rumah Ayuk, menjenguk pamanda yang sedang sakit. Maghrib disana, baru mau makan malam bersama, Yunda sms Akang minta ditelfon. Dan ternyata Akang mulai meringis kesakitan. Ooo...aku dan Abinya segera menghambur, sampai rumah tangis Akang sudah keburu pecah. Bujuk sana-sini, kipas-kipas, berdo'a ini itu, minum madu plus habbatusauda dan akhirnya setelah hampir 1 jam Akang berhasil tidur. Alhamdulillah leganya...
Dan bisa buat cerita ini ;) Apa ya komentarnya kelak kalau baca ini, hehe...
Gaya Akang Hamas saat di Khitan. Kakak Wildan, Abang Daffa dan Yunda serius menyemangati. Abi mendampingi. Ummi? Yang moto dari jaauuuh ;) |
Melengkapi Cerita Khitan
Dalam Islam, khitan merupakan salah satu media pensucian diri dan bukti ketundukan kita kepada ajaran agama.
Dalam hadist Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Kesucian (fitrah) itu ada lima: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memendekkan kumis dan memotong kuku" (H.R. Bukhari Muslim).
Faedah Khitan:
Seperti yang diungkapkan para ahli kedokteran bahwa khitan mempunyai faedah bagi kesehatan karena membuang anggota tubuh yang yang menjadi tempat persembunyian kotoran, virus, najis dan bau yang tidak sedap. Air kencing mengandung semua unsur tersebut. Ketika keluar melewati kulit yang menutupi alat kelamin, maka endapan kotoran sebagian tertahan oleh kulit tersebut. Semakin lama endapan tersebut semakin banyak. Bisa dibayangkan berapa lama seseorang melakukan
kencing dalam sehari dan berapa banyak endapan yang disimpan oleh kulit penutup kelamin dalam setahun. Oleh karenanya beberapa penelitian medis membuktikan bahwa penderita penyakit kelamin lebih banyak dari kelangan yang tidak dikhitan. Begitu juga penderita penyakit berbahaya AIDS, kanker alat kelamin dan bahkan kanker rahim juga lebih banyak diderita
oleh pasangan yang tidak dikhitan. Ini juga yang menjadi salah satu alasan non muslim di Eropa dan AS melakukan khitan.
Hukum Khitan
Dalam fiqih Islam, hukum khitan dibedakan antara untuk lelaki dan perempuan. Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum khitan baik untuk lelaki maupun perempuan.
Menurut jumhur (mayoritas ulama), hukum khitan bagi lelaki adalah wajib. Para pendukung pendapat ini adalah imam Syafi'i, Ahmad, dan sebagian pengikut imam Malik. Imam Hanafi mengatakan khitan wajib tetapi tidak fardlu.
Adapun hukum khitan bagi perempuan telah menjadi perbincangan para ulama. Sebagian mengatakan wajib, sebagian mengatakan itu sunnah dan sebagian mengatakan itu suatu keutamaan saja. Imam Syafi'i dan para pengikutnya berpendapat bahwa hukum khitan bagi wanita adalah wajib. Bahkan menurut imam Nawawi pendapat ini shahih, masyhur. Sedangkan Imam Abu Hanifah dan Imam Malik serta sebagian pengikut Imam Syafi'i menyebutkan bahwa khitran bagi wanita itu hukumnya sunnah. Hadist paling populer tentang khitan pada perempuan adalah hadist Ummi 'Atiyah r.a., Rasulllah bersabda kepadanya:
"Wahai Umi Atiyah, berkhitanlah dan jangan berlebihan, sesungguhnya khitan lebih baik bagi perempuan dan lebih menyenangkan bagi suaminya".
Hadist ini diriwayatkan oleh Baihaqi, Hakim dari Dhahhak bin Qais. Abu Dawud juga meriwayatkan hadist serupa namun semua riwayatnya dlaif dan tidak ada yang kuat. Abu Dawud sendiri konon meriwayatkan hadist ini untuk menunjukkan kedlaifannya. Demikian dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Talkhisul Khabir.
Waktu khitan
Waktu wajib khitan adalah pada saat balig, karena pada saat itulah wajib melaksanakan sholat. Tanpa khitan, sholat tidak sempurna sebab suci yang yang merupakan syarat sah sholat tidak bisa terpenuhi.
Adapun waktu sunnah adalah sebelum balig. Sedangkan waktu ikhtiar (pilihan yang baik untuk dilaksanakan) adalah hari ketujuh seytelah lahir, atau 40 hari setelah kelahiran, atau juga dianjurkan pada umur 7 tahun. Qadli Husain mengatakan sebaiknya melakuan khitan pada umur 10 tahun karena pada saat itu anak mulai diperintahkan sholat.
Ibnu Mundzir mengatakan bahwa khitan pada umut 7 hari hukumnya makruh karena itu tradisi Yahudi, namun ada riwayat bahwa Rasulullah s.a.w. menghitan Hasan dan Husain, cucu beliau pada umur 7 hari, begitu juga konon nabi Ibrahim mengkhitan putera beliau Ishaq pada umur 7 hari.
***
Demikian yang kudapat dari berbagai sumber, adapun aku dan Abinya anak-anakku memilih untuk mengkhitan Yunda saat berumur 21 hari, sepekan setelah aqiqahnya yang dilaksanakan pada hari ke 14. Dan cerita bayi laki-laki yang disunat, sekitar 3 tahun terakhir kerap kudengar, bahkan ada beberapa anak temanku yang sudah melakukannnya, aku menjadi saksi, bahwa benar lebih cepat sembuh. Akupun berniat nanti kalau punya anak laki-laki berikutnya akan kukhitan sejak bayi. Mengapa tidak?
Pernah saat belum menikah baca hadist tentang aqiqah dan khitan yang disunnahkan, alam bawah sadarku bertanya, dulu zaman Nabi, nyukur rambut dan mengkhitan bayi pakai apa ya? Apa pakai pedang? Karena kurasa memang belum ada alat cukur elektric dan minor surgery atau cuter untuk khitan. Maha Besar Allah dengan segala perintah dan aturannya.
Semangat kalee aku posting cerita tentang khitanan Akang Hamas, padahal awalnya mau nulis naskah untuk kisah tentang saat jadi pasiennya seorang dokter. Akhirnya aku gagal kirim tulisan, aiyay cari-cari alasan ;(