Aku sedang di ruang UGD
Puskesmas pagi itu. Dan selang tak berapa lama, datanglah serombongan
orang dengan kegaduhan yang nyata. Ada tangis melengking, disusul isak tagisan
ibu yang memilukan, ada langkah kaki panik yang memburu dan suara-suara ribut
yang sahut-menyahut. Semua mata tertuju ke satu fokus, kami siaga dan
segera memberikan pertolongan.
Seorang anak laki-laki umur 5 tahun
dengan luka bakar disebagian tubuhnya, mulai dari dada sampai ke kaki tapi
hanya sebelah kanan. Aku tak hendak membahas soal therapynya disini. Lebih
kepada berbagi rasa dari pengalamanku ini. Luka bakar pada anak tersebut, siapa yang
layak disalahkan?
Dari seruntun pertanyaan
sembari memberikan penanganan, informasi yang kami dapatkan adalah si anak tersiram
air panas seukurang gelas besar yang diletakkan Ibunya diatas meja. Air panas
yang baru mendidih untuk membuat kopi Ayahnya. Ditinggal sebentar saja, hanya beberapa
detik saat si Ibu hendak mencuci tangan ke kamar mandi, anaknya datang
mendekati meja dan entah seperti apa persisnya tiba-tiba gelas sudah
menggelinding ke lantai dan tangis si anak langsung pecah. Separuh tubuh itu masih merah dan sebagian sudah
mengembung, bahkan ada sedikit yang mengelupas. Mungkin saat si anak meronta
atau saat melepaskan baju celananya.
Semua rekan kerjaku
yang sudah hadir seperti kompak menyalahkan si Ibu, tak ketinggalan Ayahnyapun
jadi kambing hitam*entah mengapa mesti hitam ya, kan banyak juga
yang warnanya coklat atau belang-belang, semuanya bisa dijadikan hewan qurban
lho… Maaf, mari kembali ke topik Si Ibu yang
sudah sembab dan masih menangis pilu makin terpojok. Ayahnya? Tentu merasa tak
nyaman, sampai ia hanya diam seribu bahasa dengan mata merah menyimpan lara.
Aku? Aku memilih diam. Apa sebabnya? Apa karena aku mengenal mereka jadi tak
enak hati ikut ngomel-ngomel, atau karena aku sibuk memberikan penanganan
hingga tak sempat ikut menyahut, bukan pula aku sok jaim. Semuanya bukan,
tapi karena aku pernah merasakan kejadian ini sebelumnya. Mungkin karena itu
aku lebih mudah berempati.
Dan inilah kisahku.
Beberapa bulan sebelumnya, kala itu Hamas baru berumur 11 bulan, 30 Mei 2006. Aku bahkan mencatat hari itu. Saat aku hendak mengajaknya mandi pagi, aku letakkan termos berisi air panas di samping pintu kamar mandi. Abinya pun sedang mengoda Hamas yang baru bisa jalan, mengol-mengol lucu sekali. Tawa canda keduanya mendekati kamar mandi, aku sedang mengisikan air ke ember. Selanjutnya air itu akan dicampur dengan air termos agar terasa hangat. Memang cuaca pagi itu dingin sekali. Saat tiba-tiba Hamas sudah mendorong termos itu, tak mengertilah ia bila itu berbahaya. Seperti akupun tak mengerti alangkah cepatnya kejadian itu, didepan mataku dan Abinya. Termos tertutup itu pecah dengan sedikit bunyi ledakan. Huaaaaa… tangisnya melengking menyayat hatiku. Langsung kugendong, kupeluk ia. Maafkan Nak… Tak sanggup aku untuk langsung melihat lukanya.
Beberapa bulan sebelumnya, kala itu Hamas baru berumur 11 bulan, 30 Mei 2006. Aku bahkan mencatat hari itu. Saat aku hendak mengajaknya mandi pagi, aku letakkan termos berisi air panas di samping pintu kamar mandi. Abinya pun sedang mengoda Hamas yang baru bisa jalan, mengol-mengol lucu sekali. Tawa canda keduanya mendekati kamar mandi, aku sedang mengisikan air ke ember. Selanjutnya air itu akan dicampur dengan air termos agar terasa hangat. Memang cuaca pagi itu dingin sekali. Saat tiba-tiba Hamas sudah mendorong termos itu, tak mengertilah ia bila itu berbahaya. Seperti akupun tak mengerti alangkah cepatnya kejadian itu, didepan mataku dan Abinya. Termos tertutup itu pecah dengan sedikit bunyi ledakan. Huaaaaa… tangisnya melengking menyayat hatiku. Langsung kugendong, kupeluk ia. Maafkan Nak… Tak sanggup aku untuk langsung melihat lukanya.
Suara
tangisan itu berbaur dengan suara Mamaku, Jidahnya Hamas yang menyalahkan kami.
Aku dan suamiku habis dimarahinya. Kira-kira begini inti kalimat beliau: “Didepan
mata sendiri anak bisa kena air panas, makanya dijagain” Tahukan namanya Nenek paling sewot kalau
ada apa-apa dengan cucunya. Apa artinya sang anak, pasti cucu lebih dibelanya. Akupun
maklum, beliau tentu dalam kondisi panik dan sedih. Tak ada maksud memojokkan. Hamaspun
beralih kegendongan Jidah, dan saat itulah aku baru bisa melihat jelas lukanya.
Sebesar uang logam seratus rupiah *yang lama.Ternyata percikan air panas meyembur
dari termos yang setengah meledak tadi dan mengenai punggung kaki Hamas.
Leganya hatiku, tapi
luka bakar itu lama baru mengering, berhari-hari. Dan setiap Hamas tertidur,
selalu kupandangi luka itu. Pasti pedih sekali, akupun seolah ikut merasakannya.
Bahkan malam pertama setelah kejadian itu aku sampai tak bisa tidur, mengipasi
lukanya, mengolesinya dengan madu, menjaga agar lukanya tak tersenggol apapun.
Dan yang ada aku juga masih didera rasa bersalah. Suamiku bolak-balik
mengingatkan. “Ikhlaskan, ini musibah” Ya, akupun sebenarnya hanya butuh waktu. Dan
bersyukur setelah itu aku menemukan banyak sekali pelajaran didalamnya. Dan
yang paling membekas, aku jadi faham benar bila ada kejadian serupa itu bukan karena si anak tak dijaga
dengan baik oleh orangtuanya.
Orangtua mana yang tak sedih bila
dihadapkan pada keadaan seperti ini, semua pasti tak menginginkan kejadian ini
menimpa anaknya. Begitu pula aku, atau siapapun. Ini murni musibah, mungkin ada
faktor kelalaian, tapi dalam situasi ini skenario Allah yang paling menentukan.
Secermat atau seketat apapun kita menjaga anak-anak kita, ada tangan lain
yang lebih kuasa memberikan penjagaan
terbaik.
Jadi sahabat, libatkanlah Allah selalu
dalam menjaga dan mengasuh anak-anak kita. Sehebat apapun cara kita menjaga dan
mendampingi ananda, jauh lebih hebat bila Allah yang menjaganya.
Satu kisah lain.
Ada seorang tetangga yang sudah kuanggap saudara sendiri, ia wanita karir yang sholeha, Ibu dari 4 orang anak. Bukan maunya bila raga kerap tak bisa mendampingi ananda. Tapi subhanallah, anak-anaknya tumbuh menjadi anak-anak yang sholeh dan membanggakan. Apa rahasianya? Ternyata beliau selalu mendampingi ananda dengan do’a-do’a ma’tsurnya. Saat tak bersama ananda, saat menatap anak-anaknya tidur, diusai sholatnya, dalam sujud-sujud panjangnya, dan juga disepertiga malamnya. Beliau minta Allah menjaga anak-anaknya, dari semua kejahatan makhluk yang nyata ataupun ghaib, dari teman dan lingkungan yang tak baik, dari pergaulan bebas, dari pornografi dan pornoaksi dan dari semua yang tak mampu dilakukannya sebagai Ibu.
Ada seorang tetangga yang sudah kuanggap saudara sendiri, ia wanita karir yang sholeha, Ibu dari 4 orang anak. Bukan maunya bila raga kerap tak bisa mendampingi ananda. Tapi subhanallah, anak-anaknya tumbuh menjadi anak-anak yang sholeh dan membanggakan. Apa rahasianya? Ternyata beliau selalu mendampingi ananda dengan do’a-do’a ma’tsurnya. Saat tak bersama ananda, saat menatap anak-anaknya tidur, diusai sholatnya, dalam sujud-sujud panjangnya, dan juga disepertiga malamnya. Beliau minta Allah menjaga anak-anaknya, dari semua kejahatan makhluk yang nyata ataupun ghaib, dari teman dan lingkungan yang tak baik, dari pergaulan bebas, dari pornografi dan pornoaksi dan dari semua yang tak mampu dilakukannya sebagai Ibu.
Suatu kali bahkan beliau bercerita, saat suaminya ke luar kota dan anak-anaknya harus pergi sekolah
dengan naik ojek. Didepan matanya ojek itu melaju sangat kencang. Ada sulungnya
yang kala itu baru kelas 4 SD diboncengan belakang.
Sang Ibupun spontan berteriak; “Nak, pegang yang kuat yaaa…”
Sang Ibupun spontan berteriak; “Nak, pegang yang kuat yaaa…”
Cemas sempat menggodanya, “Achh…
harusnya aku dekap mereka erat-erat, bagaimana kalau mereka sampai kenapa-napa?
Mengapa si ojek tak memperhitungkan bahayanya ” *dan masih
banyak lagi ragam kecemasan lainnya… Tapi syukurnya ia segera tersadar, bisikan hatinya mengingatkan; “Tak
berguna rasa ini”, dan beliaupun segera berdo’a. Seketika itu pula tenanglah
hatinya. Karena sudah diserahkannya penjagaan ananda pada Allah Sang Maha
Penjaga, pada Allah semata. Karena memang Allah sajalah sebaik-baik penjaga dan pelindung.
Dan akupun
meyakini hal yang sama. Apalagi saat ananda sudah mulai sekolah, saat mereka punya lingkungan selain rumah. Kita tak mungkin bisa mengawasi dan menjaga mereka setiap saat.
Ya, sejak aku mulai mengenal aktivitas berdo’a,
singatku sekitar masuk SD, aku sudah diajarkan orangtuaku untuk rajin membaca ayat kursi.
Rutinkan, paling tidak saat mau tidur, baca bersama do'a tidur. Pernah kutanya mengapa harus baca ini? Aku masih ingat jawaban singkat Mamaku,
agar Allah menjaga kita selalu, bahkan pada saat kita tidur. Begitu membekas, dan
kini akupun menanamkan ajaran yang sama pada anak-anakku.
“Mari berdo’a Nak, minta pada Allah agar selalu menjaga kita. Jangan sampai kita terlalai dari penjagaan-Nya walau hanya sekedip mata”
“Mari berdo’a Nak, minta pada Allah agar selalu menjaga kita. Jangan sampai kita terlalai dari penjagaan-Nya walau hanya sekedip mata”
***
Teriring salam untuk Fathan, selamat hari lahir ya...
Semoga makin sholeh, terkabul semua do'a, bahagia dunia akhirat dan menjadi kesayangan semua. Aamiin YRA...
Fathan 4 tahun, sudah rajin sholat lho... *Maaf fotonya dicrop, sebab saat ini aku kesulitan untuk upload ukuran besar. |
Kisah ini kutulis khusus untuk memeriahkana acara GiveAway "Anakku Sayang" yang diselenggarakan oleh Rumah Mauna.
20 komentar:
Semua sudah di atur ya bun.
Semoga menjadi anak yg shalah dan suksen dalam giveaway nya ya
Benar, mbak.... semoga Allah selalu menjaga kita dan menuntun kita.
salam buat Fathab, semoga menjadi anak sholeh dan menjadi kebanggan orang tua.
doa orang tua kepada anaknya itu mustajabah :)..
moga jadi anak yang sholeh dan pintar..
libatkan Allah dalam menjaga anak, benar mba..ah terkadang lupa padaNYA. maafkan Ya Allah
Mungkin ini juga yg
dilakukan emak saya y
mbak, meskipun jauh t
anak2nya tetap jd ana
manut *halah PD*
Hehehe kalau kayak gitu ga ada yang bisa disalahin. Memang takdir dari Tuhan begitu kali ya. Mungkin bisa jadi pembelajaran orang tuanya biar lebih hati-hati hehehe.
Qta hanya berusaha menjaga semaksimal mgkn ya mbak. Tp hanya Allah saja yg menentukan... Tak ada orangtua yg ingin anaknya celaka...
Salut dgn kisah ibu yg melibatkan Allah dlm menjaga anak2nya... Insya Allah akan berusaha ditiru..
Semoga sukses kontesnya, mbak Keke ^_^
karena pernah merasakan, kita jadi lebih mudah berempati .. suka deh dengan kata2 ini.
Pasti gak ada orang tua yang mau anaknya celaka ya Mbak ...
aduh bunda..saya jadi merinding baca tulisan bunda pluuuss..mata berkaca-kaca..teringat waktu kecil dulu saya sakit gigi..tidur tidak nyenyak sampai sering terbangun, sepertinya say sampai demam waktu itu..dan disalah satu keterbangunan saya malam itu, ibu saya sedang duduk memandangi saya dengan wajah sedih..
Huwaaa..udah ah bunda..saya nangis jadinya..hiks..
Terkadang kita sudah berhati-hati sekali etapi bila sudah musibah akan datang kita juga tak dapat menolaknya.
Saling menyalahkan juga tidak menyelsaikan masalah...semua terkadang di luar dugaan kita.
Jadi inget teman yanga naknya kesiram air panas juga....
Pada saat tidur malam, lupa menutup termos dengan kuat..ternyata malam hari kedua orang tuanya sedang tidur nyenyak si anak lagi main2...alih2 ketermos dan kenalah kaki dantanngannya.
doa seorang IBu lebih tajam dan didengar dibanding doa dari sang Ayah, hebat khan seorang IBu...
ummi, aku bacanya sambil berlinang air mata... lagi lebay dan sensi nih... hiks.. hiks
Ummiiii...terima kasih sudah diingatkan kembali, bahwa tak ada yg bisa menjaga sesempurna Sang Maha Menjaga..
ya jangan menyalahkan ortu. kadang udah hati2 banget, masih aja terjadi. memang serahkan semua kepada Tuhan utk menjaga buah hati kita.
Ayuk nak melok jugo ach, mugo masih sempat ;)
OOT : yuuukk, bagi FB/YM/atau apapun itu.. jadi nak kopdar dak?? dhe la ngajak blogger lain pulo untuk kopdar, harus jadi lah pasti seru :D
mb yunda. link di kolom komen saya ga bisa dibuka.trims
terima kasih atas partisipasi sahabat. anda telah tercatat sebagai peserta giveaway pertama rumahmauna "anakku sayang".
terima kasih sudah diingatkan. kita memang hanya bisa berusaha dan berdo'a, sedang hasil tetap urusan Alloh ya mbak
Subhanallah...
Menjadi ikhlas itu gak mudah ya, Mbak...
'Mengapa dan mengapa' masih sering terucap. Rasa khawatir juga kerap melingkupi hati. Saudara saya padahal sering mengingatkan, "serahkan saja segalanya kepada-Nya..."
ummi, dulu adik saya no 2 juga terkena air panas, panik sekali ya bu jika tidak ikhlas tentunya sudah resah sepanjang hidup. saya jadi belajar di sini. membaca almatsurat insya allah akan dicoba bu
Posting Komentar