Jumat, 30 Desember 2011

Syukuran di Akhir Desember

Salah satu bentuk syukur dari nikmat adalah dengan menampakkan nikmat tersebut secara lahiriyah. Kalau memang diberi limpahan nikmat-Nya, nampakkanlah dan siarkanlah...



Dan terhadap nikmat Rabbmu, maka hendaklah kamu siarkan.” 
(QS. Adh Dhuha: 11)


Maka dalam rangka bersyukur sekaligus memberi khabar pada yang mengirimi, aku tampilkan foto berikut ini:


Hadiah Mainan Bocah Contest dari Uda Vizon.
*terima kasih ya Uda...
Masih ada lagi yang belum ada fotonya, paket hadiah dari Pu dan Nia. Serta hadiah 3 buku request *malah nambah 1, jadi 4 buku...

Bonus foto, Rumah khas Palembang. 
Aku dapat saat ke Plaju (sebuah kecamatan di Kota Palembang, termasuk di tengah kota tapi suasananya masih pedesaan) tempo hari dalam rangga menemani suamiku saat menjalankan tugas BHG (Bantuan Hukum Gratis, program biro hukum PEMDA Propinsi Sum-Sel)



Berada dalam syukur dipenghujung bulan ini...
Sahabat, semoga harimupun indah bagai pelangi...


Anggota DPD RI yang Sehat


Menjadi  anggota DPD RI buat saya adalah sebuah amanah. Menjadi anggota DPD RI artinya mewakili  satu daerah pemilihan di lembaga legislatif tingkat Nasional.  DPD RI adalah sebuah badan yang dapat memberikan pertimbangan dan pengawasan untuk Undang-undang yang ditetapkan DPR RI. Jadi DPD tidak ikut membuat Undang-undang itu sendiri, inilah yang membedakannya dengan DPR RI. Tapi bukan lantas membuat anggota DPD menjadi  kurang berperan. Justru inilah yang membuat para anggota DPD RI bisa lebih fokus menyuarakan aspirasi daerah keterwakilannya. Dari semua bidang. Baik sosial maupun budaya, baik pendidikan, kebudayaan, kesehatan juga lingkungan hidup.  Tugas yang berat tampaknya, tapi akan menjadi mulia bila dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dan tanggung jawab. Tanggung jawab pada mereka yang sudah percaya memilih saya sebagai wakil daerahnya dan terbesar tentu pada Sang Khaliq, Yang Maha Memberi Amanah.
Selanjutnya, “Bagaimana jika Anda menjadi anggota DPD-RI?”
Maka jawaban saya, karena basic saya orang kesehatan, maka sayapun mencontoh program kesehatan dalam menjalankan amanah sebagai anggota DPD RI.

Promosi.

Saya akan melakukan promosi daerah yang saya wakili. Untuk itu saya wajib kenal potensi-potensi unggulan yang dimiliki. Dengan demikian saya bisa optimal melakukannya. Misal dalam bidang kesehatan, sebagaimana komitmen internasional sebenarnya sudah mulai mengarahkan akan pentingnya upaya penyelesaian masalah kesehatan secara menyeluruh atau holistik. Penyelesaian masalah kesehatan juga harus secara menyeluruh memperhatikan aspek sosial yang dapat mempengaruhi kesehatan. Contoh upaya peningkatan cakupan penimbangan balita tidak hanya melibatkan unsur kesehatan saja tetapi juga perlu melibatkan lintas sektor lainnya seperti PKK, tokoh agama, Kepala Desa dan perangkat pemerintah daerah lainnya, juga yang tidak kalah pentingnya perla melibatkan organisasi kemasyarakat dan dunia usaha. Yang tak kalah penting adalah mengembangkan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat. Ini tentunya juga berlaku untuk bidang yang  lainnya. Termasuk pendidikan, sosial, budaya juga lingkungan hidup.

Preventif.

Termasuk kepada diri saya sendiri. Mencegah dari semua prilaku yang dikendalikan nafsu dan ambisi. Kembali kepada menjadi anggota DPD RI adalah amanah. Maka sayapun harus memiliki ilmu dalam menjalankan tugas-tugas yang sudah dipercayakan pada saya. Ilmu untuk mampu mengemban amanah tersebut. Saya harus bisa, saya harus kafabel. Dan semaksimal mungkin. Berupaya melakukan usaha pengawasan agar tak keluar kebijakan ataupun undang-undang yang merugikan kepentingan masyarakat daerah juga Negara.

Kuratif.

Upaya lanjutan, bila sudah terjadi sesuatu yang tak seharusnya. Semaksimal mungkin untuk melakukan penanggulangan agar tak jatuh pada kesalahan berdampak luas yang berkelanjutan, dalam bahasa kesehatannya agar tak terjadi kecacatan permanen. Misal kejadian bencana alam yang berskala lokal, maka sayalah orang pertama yang datang ketempat kejadian sebelum pihak lain datang. Bukan karena ingin dipuji atau mengharapkan ucapan terima kasih, tapi lebih kepada menjalankan tugas dan peran saya dengan sebaik-baiknya.

Rehabilitatif.

Tahap akhir, bila memang menemukan hal-hal yang harus diperbaiki. Mengapa tidak? Sebuah kebijakan, undang-undang atau kerja bersama bisa saja terjadi kesalahan. Jangan didiamkan, apalagi pura-pura tak tahu. Lakukan tindakan rehabilitatif, semampu yang saya bisa lakukan. Mulai berusaha sepenuh hati, secara kreatif dan berkesinambungan. Ibarat hutan yang terlanjur gundul bila tak segera dilakukan penghijauan maka akan terjadi bencana yang merugikan banyak pihak. Lakukan penghijauan secara kolektif, karena ini jauh lebih bermakna bila dilakukan sendiri. Dalam hal rehabilitatif, tak ada gunanya mencari siapa yang salah, atau mengapa sampai terjadi begini dan begitu. Prinsipnya adalah lakukan perbaikan sesegera mungkin. Selagi kita punya kemampuan, karena kita anggota DPD RI. Lebih baik menyalakan sebatang lilin dari pada mencela kegelapan, itu kata seorang yang ingin perbaikan tapi ia bukan anggota DPD RI. Tapi bila saya anggota DPD RI maka akan saya katakana, lebih baik menyalakan banyak lilin atau membuat PLTA sekalian dari pada hanya menyalakan satu lilin saja.

Dan satu hal lagi, sebelum saya sibuk menyehatkan sekitar saya dengan kerja dan karya sebagai anggota DPD RI, maka saya harus menjadi pribadi yang sehat dulu. Sehat yang paripurna, paling tidak mengacu pada definisi sehat menurut WHO yaitu suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Sehat fisik bisa dilihat secara kasat mata, apalagi sebelum pencalonan dulu saya memang sudang menjalankan test semacam uji kelayakan untuk menjadi anggota DPD RI, dan tak diragukan lagi saya telah dinyatakan lulus. Namun sehat mental, ini yang sulit dinilai orang, tapi justru saya pribadilah yang bisa merasakannya. Termasuk dalam menjaga kesehatan mental bagi saya adalah dengan senantiasa menjaga keikhlasan niat dalam menjalankan amanah sebagai anggota DPD RI ini. Jangan sampai melenceng dari niat awal saya bahwa menjadi anggota DPD RI adalah sebagai sarana untuk saya beribadah. Maka sengan senantiasa memohon keridhoan-Nya sayapun berharap mental sehat saya tetap terjaga. Demikian juga sehat secara sosial, saya ingin memberikan manfaat buat daerah yang saya wakili semaksimal mungkin, semampu saya tampa harus takut dengan pandangan orang lain. Apalagi pandangan orang-orang yang bisanya hanya komentar, pandai protes dan mencari-cari kesalahan saja. 

Dan dalam menyuarakan semua aspirasi tersebut, baik dalam bidang promosi, preventif, kuratif dan rehabilitatif saya harus selalu bersemangat. Tak takut dicekal ataupun dicela, bukan kah saat saya kampanye untuk jadi anggota DPD RI dulu saya sangat menggebu-gebu, sampai-sampai dana kampanye rela saya keluarkan dari kantong sendiri. Maka saat saya sudah menjadi anggota DPD RI saya harus lebih menggebu-gebu lagi, dana bisa dicari, selagi saya yakin ini benar dan mendatangkan kebaikan maka saya akan berjuang semampu saya. Soal dana, saya percaya akan jauh lebih mudah daripada saat saya belum menjadi anggota DPD RI dulu. Bukankah jaringan yang saya punya sudah jauh lebih banyak dan mendukung? Saya harus bisa, maka saya bisa. Saya yakin itu. 

Usulan, kritikan yang membangun dari semua pihak sangat saya nantikan. Silakan ditunggu diblog saya ini, atau bisa langsung menghubungi nomor handphone saya. Facebook atau email juga boleh. Atau mau datang ke rumah saya? Silakan, akan saya terima dengan senang hati. 


http://lomba.dpd.go.id/index.php/registrasi/index/1/1

Kamis, 29 Desember 2011

Dua Sehat Tiga Sempurna

Sejak awal sudah meniatkan untuk ikutan Ce I eN Te A ini, tapi entah mengapa selalu tertunda. Belum telat kan ya?  Bicara cinta memang tak ada habisnya, dan aku setuju bahwa cinta sering sulit diungkapkan dengan kata-kata, tapi karena acara ini justru diselenggarakan agar merangkai cinta lewat kata-kata, maka baiklah kutuliskan ini untuk Anis dan Angga.

Mungkin sudah banyak yang cerita bahwa pernikahan tak selamanya harus bermodalkan rasa cinta, dan aku salah satu pelakunya. Kami dikenalkan, merasa cocok. Satu komitment. Bismillah... kamipun menikah. Singkat dan mudah saja, tak sampai 2 bulan waktu untuk mempersiapkan semuanya, juga disaat masa-masa kepanitraan klinikku di Rumah Sakit sedang berjalan, jadi tak sepenuhnya aku bisa ikut terlibat. Bahkan acara lamaran aku tak hadir, keluarga yang menyelesaikan semuanya. Aku ikut saja, tapi saat tanggal pernikahan ditentukan justru jadwalku yang jadi acuan. Karena mempertimbangkan masa 'cuti'ku agar tak terlalu lama. Seminggu menjelang pernikahan baru aku bisa benar-benar fokus. Kami menikah saat aku belum tamat kuliah itu betul, tapi bukan berarti pernikahan dini lho, karena umurku memang sudah selayaknya menikah.

Pada masa setelah menikah inilah kami melewati masa-masa yang orang bilang 'pacaran', belajar bagaimana mengungkapkan rasa hati masih dengan malu-malu. Romantisme kental khas pengantin baru. Haripun berganti, banyak sekali ternyata perbedaan diantara kami. Saat-saat terberat adalah setahun pertama kata banyak orang, itulah kenapa katanya dimasa inilah angka perceraian paling tinggi. Akupun merasakannya. Biasalah egoisme masih sering meraja. Aku yang terkategori parah kalee ya... Masih suka gamang sama yang namanya taat, padahal kudu kan ya... Pernah juga cemburu sama wanita lain, Ibu mertua maksudnya, achh maluuu kalau ingat. Tapi ya itulah, semua ternyata hanya butuh waktu. Disinilah kujawab mengapa aku setuju dengan pendapat bahwa cintapun butuh waktu, aku tulis lebih jelas disini. Tapi kalau bertanyaannya kapan aku mulai jatuh cinta pada suamiku? Sulit aku menjawabnya, bukan nggak mau ngaku lho ya, tapi kalau jatuh apa nggak sakit ya rasanya?*bukannya dijawab, malah balik nanya lagi, ngeles aja... Dalam hal ini aku suka sekali istilahnya "Salim A. Fillah" salah satu pengarang buku favoritku, begini katanya:
Jika kita menghijrahkan cinta, dari jatuh cinta menjadi bangun cinta maka cinta akan menjadi sebuah istana, tinggi menggapai Syurga.
Saat usia pernikahan masuk 5 tahun atau lebih, saat perekonomian sudah mulai stabil. Lahir atau belumnya anak-anak dalam rumah tangga, saat inilah cinta makin menunjukkan eksistensinya. Dan pada masa inilah pernikahanku sekarang bertahta. Anis dan Angga juga kan? Sama ya kita, hanya beda hampir 5 tahun, trus dimana samanya?*simak ya, kan diawal aku sempat bilang  fase 5 tahun atau lebih... Bahasa cinta makin berwarna-warni. Kadang mati gaya karena terjebak rutinitas. Kehangatan jadi barang langka, kejenuhan melanda. Komunikasi jadi hambar. Lalu apa yang sebaiknya dilakukan?

Yang terpenting adalah bagaimana membahasakan semuanya dengan bahasa cinta kita masing-masing. Kita yang paling tahu pasangan kita. Bukan lagi ribut masalah istri harus taat, suami harus bijak atau siapa yang seharusnya mencari nafkah? Taat seorang istri itu memang seharusnya kan ya? Tapi lantas kalau sebagai istri tak boleh ngomong itu artinya apa hayooo? Ya menurutku solusinya hanyalah masalah komunikasi yang sehat. Apa-apa dikomunikasikan.

Bahkan kakipun bisa bicara...
Cara berkomunikasikah?
Pakai bahasa yang dipahami oleh pasangan ya, jangan pakai bahasanya para peramal atau bahasa isyarat. Kita kepada rekan kerja saja bisa berbahasa dengan manis, santun, humoris, penuh sanjungan mosok sama pasangan ketus bak gunung meletus. Mungkin ada pasangan yang dengan semburan pedas justru bisa romantis, mungkin lho ya, selera pedas kan banyak yang suka... Tapi menurutku, pasangan kita justru adalah orang pertama yang harus kita perlakukan paling manis *semanis madu, atau semanis manggis yang dikasih gula... maksudnya teristimewa gitu lho... Dan kita yang paling tahu caranya. Wong sudah bertahun-tahun bersama juga.

Selanjutnya, aku cuma mau mengingatkan diriku. Bahwa tak ada manusia yang sempurna. Kesempurnaan hanya milik Sang Khalik saja. Maka jangan pernah mimpi punya pasangan yang sempurna. Cukup kiranya kisah ini menjadi perenungan. Dan aku sangat setuju bahasanya Asma Nadia dalam bukunya 'Sakinah Bersamamu',
"Cinta bukanlah mencari pasangan yang sempurna, tapi menerima pasangan kita dengan sempurna"
Demikianlah Anisayang, maka resep andalanku hanya 3 saja, menu favorite tentunya,
Satu: Komitmen yang Sama
Bahwa menikah itu adalah ibadah. Akupun percaya kalau niatnya ibadah, nikah jadi mudah. Jadi menikahlah, bukan untuk cari kekayaan, kepuasan apalagi yang lainnya. Kalau menikahnya seseorang supaya ada yang masakin, silakan cari koki, kalau menikah biar ada yang nyuciin, ya silakan saja menikah dengan mesin cuci*tenang-tenang, kenapa aku tampak sewot  yack...

Dua: Komunikasi yang Sehat
Dengan komunikasi yang sehat semoga mampu kita bangun cinta yang bisa menghantarkan kita bersama ke Syurga-Nya.

Tiga: Menerima dengan Sempurna.
Masing-masing kita tentu punya kelebihan dan kekurangan, semoga dalam pernikahan kita bisa saling melengkapi dan menyempurnakan. Bukankah kesempurnaan sejati hanya milik-Nya saja?

S3 ini mach namanya. Sama-Sehat-Sempurna, ambil kosa kata akhir maksudnya, hihiiii... Ini termasuk resep bukan sich, dikepala yang aku bayangkan adalah menu 4 Sehat 5 Sempurna yang terkenal itu lho, dimonifikasi jadi 2 Sehat 3 Sempurna, tapi yang tertuang mengapa jadi begini ya, so Pak Juri yang guanteng maafkanlah ya ... 

Setulus hati kudo'akan buat Anis dan Angga semoga pernikahanmu barokah, menjadi keluarga SAMARA yang diridhoi-Nya. Semoga terkabul semua do'a, dimudahkan dalam semua usaha, juga selalu bahagia kini dan kelak. 


Tulisan ini spesial tampa telor untuk acara 5th Anniversary Giveaway: CeIeNTeA 
yang diselenggarakan oleh Anis Zoothera.

Selasa, 27 Desember 2011

Kehamilan yang tidak Sehat

Jujur aku bingung mau nulis judulnya apa? Kehamilan yang tidak semestinya? Kehamilan yang belum masanya? Kehamilan yang tak senonoh? Atau kehamilan yang bikin heboh? *Haaallaaaah sudahlah, daripada bingung cari judul trus gagal nulis, mendingan nulis dengan judul yang bikin bingung, nach lho, hehe…

Rumpi ibu-ibu sore tadi masih tergiang, anak Pak Fulan baru 5 bulan menikah sudah melahirkan. Ochhh, bagai api disiram bensin. Khabar ini berkobar di seantero kampung. Tentang anak Pak Fulan yang sebenarnya berpendidikan, istri Pak Fulan yang rajin ikut pengajian, lengkap dengan keramahan dan kebaikan hati keluarga ini. Lalu mengapa petaka ini datang? Semua mencoba berargumentasi. 
 
Aku? Lidahku kelu, jujur aku tak begitu mengenal anak Pak Fulan yang mendadak seleb ini, hanya sesekali bersua dan itu tak cukup buatku untuk mengatakan aku mengenalnya. Resah hatiku sebenarnya ingin menghindar tapi apa daya. Aku diam seribu bahasa, dadaku bergemuruh. Aku belum bisa berbuat lebih jauh dari hanya sekedar diam. Aku tahu ini tak cukup. Ada satu yang merayap perlahan dihatiku, rasa lega sebenarnya, lega bahwa kasus seperti ini masih dianggap aib di kampungku. Bagaimana tidak, berapa banyak orang yang saat ini menganggap kehamilan diluar nikah itu hal yang biasa. 

Ya, biasa karena sudah banyak. Para selebritis papan atas negeri inipun banyak yang dengan tak malu-malu berkoar tentang kehamilannya yang sudah beberapa bulan justru menjelang akad nikahnya. Anehnya makin banyak orang terutama ibu-ibu justru menikmati cerita serupa ini, tak ada kecaman sedikitpun. Belum lagi tema sinetron sekarang yang secara sengaja *yeee, mana ada yang tak sengaja buat sinetron, ada-ada ajaaa dech… membuat seakan pelaku zina, hamil diluar nikah itu layak untuk mendapat simpatik, diposisikan seolah korban. Korban apaan maksudnya? Entahlah, huhhuuuu...
Dipuncak kegalauanku, aku teringan penggalan dialog ini,
Satu saat Asy Syafi’i ditanya mengapa hukuman bagi pezina sedemikian beratnya? Wajah Asy Syafi’ memerah, pipinya rona delima.
“Karena…”, diam sejenak, lalu dijawabnya dengan mata menyala.
“Zina adalah dosa yang bala’ akibatnya mengenai semesta. Keluarganya, tetangganya, keturunannya hingga tikus di rumahnya dan semut di liangnya”
Ia ditanya lagi, dan mengapa tentang pelaksanaan hukuman itu, Allah berkata,
“Dan janganlah rasa ibamu pada mereka menghalangimu untuk menegakkan agama!”
***
Asy Syafi’i terdiam, ia menunduk, ia menangis. Setelah sesak sesaat, ia pun  berkata,
“Karena zina seringkali datang dari cinta, dan cinta selalu membuat kita iba maka syaithan datang untuk membuat kita lebih mengasihi manusia daripada mencintaiNya”
Ia ditanya lagi, dan mengapa, Allah berfirman pula,
Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka harus disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”
Bukankah untuk pembunuh, si murtad, juga pencuri, Allah tak pernah mensyaratkan menjadikannya tontonan?
***
Janggut Asy Syafi’i telah basah bahunya terguncang-guncang,
“Agar menjadi pelajaran”
Ia terisak
“Agar menjadi pelajaran”
Ia tersedu
“Agar menjadi pelajaran”
Ia tergugu
Kemudian ia bangkit dari duduknya, matanya kembali menyala
“Karena ketahuilah oleh kalian, sesungguhnya zina adalah hutang. Hutang, sungguh hutang. Dan, salah seorang dalam nasab pelakunya pasti harus membayarnya!”
Jedek...duuuaaar, sungguh akupun terusik, tersungkur dalam ketidak berdayaan tapi tak ingin binasa, aku hidup di zaman apa saat ini? Apa yang bisa kulakukan kini? 

Saat banyak pernikahan yang terjadi hanya untuk menutupi aib di mata manusia. Aku tahu, tak cukup hanya dengan menulis kehamilan yang belum masanya, sehingga tak indah. Mungkin akan lebih tepat kalau judul yang kubuat adalah kehamilan yang dimurkai.

Saat perzinaan berebak. Saat pelakunya justru dibela dan masih dianggap idola, kutuliskan goresan ini dengan jiwa tercabik. Semoga menjadi pengingat buat diri.

*Mau buat PR tentang kehamilan kok malah nulis ini, maaf  Teh Nchie jangan marah ya, nanti akan kubuat, tapi besok rencananya mau ngontes dulu, ketahuan, heheee…

Senin, 26 Desember 2011

Senyum itu Sehat

Pulang dari Posyandu. Senyum dulu ya...


“Dibutuhkan tiga puluh dua otot untuk berkerut, tetapi hanya 11-17 otot untuk tersenyum.”

Senyuman menggerakkan belasan otot-otot wajah untuk rileks, sedangkan cemberut menegangkan 32 otot wajah untuk bekerja secara paksa akibat ketegangan. Jauh lebih sedikit otot yang bekerja ketika tersenyum dibandingkan saat mengerutkan dahi atau memasang muka marah. Jadi sebenarnya senyum itu lebih mudah lho...



Postingan ini sekaligus diikutsertakan dalam d’BLOGGER | KONTES SEGGER 
(Senyum Ekspresi Blogger) di Blog
Bonus Fakta Sehat dibalik Seyuman:
1. Senyuman dapat mengubah perasaan
Sebuah penelitian menyebutkan bahwa senyuman sangat mempengaruhi perasaan dan jiwa. Apabila perasaan sedang sedih, cobalah tersenyum, rasakan, senyuman yang akan membuat perasaan menjadi lebih nyaman. Perasaan nyaman bikin sehat kan?

2. Senyum itu mampu menghilangkan stress
Senyuman dapat mengurangi bahkan menghilangkan stres dan membuat pikiran menjadi lebih jernih. Maka ketika stres, luangkan untuk waktu lebih banyak untuk tersenyum, maka stres yang terpancar di wajah akan sirna secara perlahan. Cobalah!



3. Senyum dapat meningkatkan Imunitas
Sebuah penelitian mengenai senyum menggambarkan bahwa flu dan batuk bisa hilang dengan senyuman. Mengapa? Fungsi kekebalan tubuh atau imun bekerja secara maksimal saat seseorang merasa rileks adalam keadaan rileks. Saat seseorang tersenyum, tubuh bekerja membuat dan menghasilkan sistem kekebalan tubuh atau imun untuk bekerja lebih baik. Bagi yang sering terserang batuk dan pilek tanyakan diri apakah senyuman selalu terpancar?

4. Senyum dapat menurunkan Tekanan Darah
Penelitian terhadap senyum, mendapatkan hasil yang menunjukkan bahwa tekanan darah saat sesorang tersenyum lebih rendah. Tidak percaya? Segera ambil alat pengukur tekanan darah dan mulailah tersenyum dengan tulus dan lihat hasilnya. Kemudian pasang kembali alat pengukur tekanan darah dan mulailah marah-marah, coba perhatikan hasilnya. Dapat dipastikan bahwa tekanan darah akan meningkat saat dalam keadaan marah dan tekanan darah akan stabil atau rendah saat seseorang tersenyum.

5. Senyum itu melibatkan 3 hormon yang menyehatkan.
Senyuma secara otomatis akan melepaskan 3 hormon pengendali rasa sakit yaitu, endorphin, pemati rasa alamiah, dan serotonin. Sehingga senyum diibaratkan semacam obat alami, karena saat seseorang tersenyum secara otomatis tubuh menghasilkan endorphin,pemati rasa alamiah, dan serotonin yang dipercaya sebagai analgesik atau penghilang rasa sakit

6. Tersenyum adalah resep awet muda
Saat seseorang tersenyum hanya dibutuhkan 17 tarikan otot wajah. Sementara orang yang suka marah, suka cemberut, atau suka mengomel membutuhkan 32 tarikan otot wajah. Maka tidaklah mengherankan seseorang yang suka tersenyum, terlihat lebih awet muda.

7. Senyum itu cerminan kesuksesan
Senyuman yang terukir di wajah dapat memperlihatkan bahwa seseorang lebih percaya diri, dapat dipercaya dan diandalkan yang pasti akan lebih terkenal karena lebih banyak memiliki hubungan baik dengan orang lain.

8. Tersenyum = berfikir positif
Aktifitas yang terjadi pada tubuh saat seseorang tersenyum adalah bahwa tubuh akan mengirimkan sinyal "hidup adalah baik" ke dalam tubuh, dan tubuh akan menerima dan merespon sebagai "anugerah". Seorang penulis pernah mengatakan "hati yang gembira adalah obat dan tersenyum merupakan salah satu obat alami bagi tubuh"



9. Tersenyum membuat Lebih Menarik
Orang-orang yang banyak tersenyum memiliki daya tarik tersendiri. Orang yang suka tersenyum membuat perasaan orang-orang yang bersama disekitarnya nyaman dan senang. Dan sebaliknya bagi orang-orang yang selalu merengut, cemburut, mengerutkan kening, dan menyeringai membuat orang-orang disekeliling tidak nyaman. Dan dapat d
ipastikan orang yang banyak tersenyum lebih memiliki banyak teman, juga disukai banyak orang.



10. Senyum dapat Menular
Tersenyumlah kepada orang-orang disekitar, maka aku dapat pastikan bahwa orang yang berada disekitar akan ikut tersenyum dan merasa lebih bahagia. Menularkan senyuman, mari!



So, tunggu apa lagi? Tersenyumlah :P
Karena senyum itu selain ibadah yang paling mudah plus gratis, ternyata...
Senyum itu sehat buat diri sendiri dan bisa menyehatkan orang lain.


Minggu, 25 Desember 2011

Ayo Ngeblog: Paket Sehat Gratis

Tema tentang ngeblog selalu mampu membuatku berbinar, siap berbagi paket sehat gratisan :P  Sebenarnya ceritaku seputar ngeblog, sudah pernah 2 kali kutulis. Di BRC alias blogger return contestnya Mbak Anazkia bulan Mei 2011 lalu aku menulis dengan judul tentang Ngeblogku, dapat 2 buku dari sini. Senangnya... Dikesempatan yang lain, saat ikut Give Awaynya Pak Ies dalam rangka syukuran pernikahannya yang ke 17 tahun, temanya tentang aktivitas ngeblog dan bagaimana cara mengatur waktunya, aku tulis disini. Alhamdulillah berhasil mendapatkan sebuah Al Qur'an terjemah yang sangat bermanfaat. Berkah blogging (pinjem istilahnya Tia) yang membahagiakan hati *orang yang bahagia opomatis sehat kan ya... 


Selanjutnya, kali ini aku memcoba bercerita tentang mengapa aku begitu bergairah ngeblog? Jujur, itu karena aku menemukan paket sehat secara gratis dengan aktivitas ngeblog ini *sebenarnya ini cerita lama yang coba kugoreng lagi (dapat istilah dari Pakde Cholik), biar hangat dan spesial untuk diikutkan pada acara Ayo Ngeblog di duniamuam.  




Diawali dengan aktivitasku menulis (lagi)  terinspirasi dari seringnya membaca catatan di facebook, senang bisa dapat banyak hikmah dan juga menjalin persahabatan, terlebih caranya mudah dan gratis. Apalagi ajakan menulis bersama yang menurutku sangat membantu orang-orang yang punya minat menulis tapi tak punya ilmu tentang kepenulisan sepertiku.  Dan berkat berbagi ilmu kepenulisan yang juga dibarengi kesempatan untuk menulis bersama, puisi pertamaku masuk dalam buku antalogi “Selaksa Makna Cinta” yang digawangi group UNTUK SAHABAT. Selanjutnya saat beberapa tulisan aku posting di facebook, ada adik tingkatku yang rajin membaca tulisanku kasih masukan.  “Mbak buat blog aja, lebih seru lho kalau nulis di blog”, kira-kira begitu katanya. 

Saat itu akupun langsung minta diajari buat blog, tapi karena ia sedang sangat sibuk sekali,  jadilah aku hanya diajari dasarnya saja. Yang penting bisa entri baru. Jujur itu saja sudah membuatku takjub, ternyata nulis diblog jauh lebih keren, begitu fikirku saat itu. Buka-buka (atau ngintip bahasaku) blog orang lain membuatku makin penasaran belajar membuat blog yang cantik, tapi aku ternyata masih si-blogger pemula yang pemalu hingga jadinya sering malu-maluin ;) Malu bertanya pada orang yang belum kukenal. Sementara mereka yang ada dilingkungan nyataku tak ada yang  blogger. Jadilah aku ngeblog dengan gayaku sendiri. Sampai saat aku awal ngeblog April 2010 yang lalu, aku bahkan sudah pernah menemukan ajakan kontes blog yang diadakan Mbak Anazkia dan Denaihati  dengan tema berbagi kisah sejati, ingin ikutan tapi bingung caranya. Cantumkan banner dan buat link hidup, wallaaah aku nggak ngerti apa maksudnya. Waktu mau belajar tanya-tanya dengan adik tingkatku yang ngerti, ternyata waktunya keburu habis. Yang kuingat ada follownya Mbak Anazkia di blogku, tapi maaf aku beneran nggak ngerti cara follow balik kala itu. Parah ya....

Blogwalking? Sejujurnya aku juga baru tahu caranya *Ayo ngaku yang sudah ngajarin aku, terima kasih yaa... Walaupun blogwalking ternyata butuh waktu khusus ;) Tapi aku setuju bahwa blogwalking itu bisa diniatkan untuk silaturahim, gratis lagi... akupun suka nuansa silaturahimnya yang hangat, berbeda dengan gaya pertemanan di facebook.  Saat itulah aku mulai menikmati aktivitas ngeblogku. Tapi yang harus diingat adalah azas keseimbangan, bahwa silaturahim di dunia nyata jangan sampai terlewatkan. Amatlah tercela bila kita bisa dekat dengan orang-orang yang jauh lewat blog sebaliknya blog menjauhkan kita dengan orang-orang terdekat kita. Hidup sehat dengan silaturahim di maya terlebih di nyata.

Balik dulu ke asal muasal meletupnya semangat menulisku yaa *maaf buat yang sudah bosan dengan ceritaku tentang yang satu ini, tapi buatku ini sangatlah bermakna, karena aku merasa makin sehat dengan menuliskannya...  tak bisa dipungkiri ini semua dipicu oleh satu pertemukan dengan tokoh penulis wanita Negeri ini yang sudah go internasional, siapalagi kalau bukan Helvy Tiana Rosa, yang karyanya sudah menginspirasi banyak orang. Dan pertemuan dengan tokoh FLP inipun terjadi di tanah haram, Mekkah Al Mukarromah tanggal 02 Desember 2010 bertepatan dengan musim haji 1431 H yang lalu, saat aku menjalankan tugas sebagai dokter kloter atau dikenal dengan sebutan TKHI (Tenaga Kesehatan Haji Indonesia). Pertemuan ini terjadi atas undangan seorang teman facebook yang juga pengurus FLP Saudi Arabia, karena mereka sedang mengadakan workshop kepenulisan yang menghadirkan Mbak HTR sebagai pembicara, memanfaatkan moment Mbak HTR yang juga sedang berhaji. 

Aku yakin, siapapun yang punya mimpi jadi penulis, pasti senang bisa bertemu dengan Mbak HTR, tak terkecuali aku. Apalagi kalau itu di tanah haram, Mekkah. Senangnya tentu berlipat ganda. Terlebih bila tidak hanya sekedar ketemu, melainkan bisa menimba ilmu penulisan langsung darinya. Kebayangkan rasanya. Itu yang kualami. Pesan Mbak HTR tentang menulis, sangat singkat tapi langsung kuaplikasikan. Sederhana saja ternyata. Bahwasanya menulis itu hanya perlu satu kata, mulai, itu saja. Semua kemauan, semangat, bahkan bakat tak akan ada artinya, karena tidak akan pernah bisa menghasilkan sebuah tulisan. Sekali lagi menulis hanya butuh satu kata “mulai”. Selanjutnya beliau menyarankan untuk mempublikasikan tulisan agar kebaikan dari yang kita tulis bisa dirasakan banyak orang, jadi tulisan kita semakin berkah. Beliau memberikan tips, jangan ragu, publikasikan saja. Jangan khawatir tak ada yang membacanya. Beliaupun mewanti-wanti bahwa menulis itu ibarat jurus kungfu, akan makin lihai bila sering dilatih, jadi menulislah terus. Usahakan tiap hari ada yang kita tulis, walau hanya satu kalimat, anggaplah kita sedang melenturkan otot-otot dalam berlatih kungfu.  Atau dalam kata lain pena itu ibarat pedang, akan tajam sebuah pedang bila sering diasah. Begitu pesannya, singkat saja, jadi memudahkan kita untuk melaksanakannya. Aku yakin sekali pertemuanku dengan Mbak HTR adalah skenario hebat dari Allah yang Maha Segala agar aku makin rajin menulis. Thanksfull to Mbak Helvy untuk ilmu dan semangat menulisnya. Walau aku hanya pertemu sesaat, bahkan tak sampai acara selesai, tapi nasehatmu telah mampu menggerakkanku. Menulis dan terus menulis. Dan soal semangat menulis diblogku sekarang sedang happy-happy ye yee... sampai akupun tidak pernah lagi memposting di facebook, keasyikan nulis diblog jadi lupa buka facebook.

Sekarang saatnya kembali ke ngeblog. Aku makin keranjingan menulis diblog karena bisa dihias-hias sesuka hatiku, menampilkan foto-foto yang berkesan bagiku. Aku menganggap menulis diblog sebagai ajang belajar mempublikasikan tulisan. Mumpung gratis. Apalagi sekarang  sudah punya teman sesama blogger yang tulisannya sarat ilmu dan juga menghadirkan rasa persaudaraan yang begitu hangat, membuatku makin suka ngeblog. Dan kemajuan pesatku selain sudah acapkali ikutan kontes-kontesan menulis juga GA yang diadakan oleh para sahabat sesama blogger, aku sudah pernah mencicipi jadi penyelenggara GA bareng Tia.  Berasa senang saat ada sahabat blogger yang ikutan, serunya saat penjurian, dan beragam hikmah lainnya. 

Bahwa menulis itu Universitasnya adalah membaca itu sudah kita ketahui, dan akupun mengakui kebenarannya. Semakin banyak kita membaca, makin kaya juga ide yang bisa kita tulis.  Sejak kecil aku suka membaca, membaca apa saja. Karenanya aku sangat percaya, bahwa semua orang yang suka membaca sebenarnya bisa menulis. Tapi mengapa banyak orang yang belum juga mau menulis? Padahal bila keutamaan menulis sudah kita ketahui, maka tak ada alasan untuk tidak mulai menulis. Ingatkanlah pada diri kita bahwa tradisi membaca dan menulislah yang telah menghantarkan umat islam mencapai puncak kejayaannya. Tradisi membaca dan menulis terus mewarnai setiap aktivitas ulama dan intelektual muslim terdahulu sehingga mampu menghantarkan kejayaan sebuah peradaban yang diawali dengan mengikat ilmu dengan tulisan dan menyebarkannya. Sebagaimana dikatakan Ali bin Abi Thalib, “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya”, maka itulah sebabnya para ulama zaman awal tidak pernah melepaskan hari-harinya dari aktivitas menulis.

Setelah tahu keutamaan menulis, selanjutnya semangati diri kita bahwa dengan menulis, kita bisa mengabadikan fananya hidup ini. Bukankah dengan meninggalkan tulisan maka nama kita akan terus ada? Kata seorang adikku, “Dengan menulis aku akan membuat dunia mengingatku, bahwa aku pernah ada”. 

Aku sebenarnya suka menulis sejak dulu, biasanya untuk mengungkapkan rasa hati yang menurutku paling aman bila diluapkan lewat goresan jemari, aktivitas menulis yang hanya kunikmati sendiri. Lega rasanya bila sudah menumpahkan rasa yang mengganjal atau harapan yang bertumpuk lewat berlembar tulisan, seolah sebagian bebanku hilang. Saat itu aku suka sekali dengan ungkapan bahwa menulis bisa jadi keranjang sampah yang sehat buat diri. Pada tahap berikutnya aku terinspirasi dengan ulasan seseorang, “Sebenarnya sampah yang diolah justru akan semakin banyak manfaatnya”  Maka selanjutnya tulisanku sampai ketangan orang-orang terdekat, walau hanya sesekali alias jarang sekali. Dulu zaman kuliah pernah ikut menulis di mading dan majalah fakultas, tapi hanya sesekali. Faktornya tak lain karena malu :D  Iya malu, entah karena apa, akupun gagal menemukan penyebabnya. Jadi malu, karena pernah menaruh malu justru tidak pada tempatnya. Selain itu juga aku tak punya ilmu yang cukup tentang kepenulisan, sering diajak ikut acara latihan kepenulisan oleh banyak temanku, tapi waktunya selalu tak tepat. Jadilah aku hanya sebatas semangat dan minat saja.

Seiring berjalannya waktu, semakin banyak pula aku belajar. Belajar dari lingkungan sekitar dan beragam peristiwa, aktivitas menulisku diilhami oleh para tokoh yang telah berhasil berjuang dengan tulisannya, dengan karya-karyanya. Terutama sosok Zainab Al Ghazali, beliau yang terlahir di wilayah Al-Bihira, Mesir pada 1917, dan merupakan keturunan dari kalifah kedua Islam, Umar bin Khattab dan Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Zainab Al-Ghazali adalah satu dari banyak pejuang wanita yang mengukirkan sejarahnya dengan menulis. Pena telah menjadi alat perlawanannya untuk menentang kezaliman melawan rezim Mesir pada saat itu, Presiden Gamal Abdul Naser. Hingga ia harus mengalami hidup yang penuh siksaan dalam tahanan. Tapi semua itu tidak membuatnya gentar, penjara dan siksaan tidak pernah mematahkan tekadnya bahkan membuatnya lebih kuat. Zainab Al-Ghazali meninggalkan jejak perjuangannya,  ia telah mengukirkan sejarah dirinya. 

Demikianlah, dengan pena, seorang tokoh bisa menombak penguasa yang telah berlaku sewenang-wenang. Pena di tangan seorang tokoh kerap bersuara meskipun harus pula berbuah penjara dan siksaan. Ya, menulis memang mampu menghadirkan banyak fenomena. Begitu banyak tokoh mencipta karya, begitu banyak fenomena tercipta. Satu fenomena yang seakan-akan mengguratkan heroisme adalah perlawanan pena seorang tokoh.

Adalah aku, aku baru mulai menulis lagi, walaupun dengan segala keterbatasan. Alasan utama aku mulai menulis, bukan karena ranah bicaraku kehabisan kata, akau dibungkam penguasa. Bukan. Bukan pula karena medan gerakku disekap atau dikebiri, sungguh bukan karena itu semua. Aku (mulai) menulis karena aku makin meyakini bahwa hanya dengan menulislah aku akan terus hidup. Bahwa hanya dengan menulis, jejakku akan bisa direkam. Dan menulis diblog selain bisa untuk itu, juga bisa mendatangkan banyak berkah termasuk rupa-rupa hadiah dari para penyelenggara. Hallaahh, itu buatku itu nomor sekian karena yang paling penting adalah latihan menulis, mengikuti sarannya Mbak HTR, rajin latihan kungfu, maksudnya banyak-banyak latihan nulis. Kedepan aku ingin juga menambah ilmu tentang dunia blogger, serba-serbi ngeblog ria. Agar blogku makin bergizi dan menghasilkan cring-cring, semoga tak hanya mimpi atau igauan semata. Sebuah proses yang masih harus banyak belajar.  


Aku banyak belajar dari membaca tulisan para sahabat blogger, membaca pengalaman hidup yang penuh liku membuat aku belajar kuat dan bersabar. Lain waktu aku belajar syukur setelah membaca tulisan tentang anugerah atau peristiwa kelam yang dialami seorang yamg ditulisnya diblog. Achh, sungguh banyak inspirasi yang bisa kudapat, semuanya mampu memperkaya dan menyehatkan jiwaku. Benarlah bila ada pendapat yang menyatakan, "Orang pintar itu hebat, tapi yang mau berbagi itu yang lebih hebat"

Kalau quote-ku lain lagi: 
Orang pintar yang ingin hebat tak perlu minum obat penolak angin, cukup menulis saja. Ingin pintar, hebat juga sehat, maka teruslah menulis, dimanapun dan kapanpun, salah satunya dengan menulis di blog.


Dan dalam ngeblog aku belajar dari air, tak cukup dengan jernih saja tapi yang tak kalah penting jangan sampai tergenang. Karena ini bisa menyebabkan berkembangbiaknya jentik nyamuk sumber penyakit, maka air sejernih apapun sebaiknya teruslah mengalir. Agar sehat dan menyehatkan. 


Lalu bagaimana bila ada orang yang mencemooh atau bahasa bijaknya mengkritisi aktivitas ngeblog kita. "Iih lebay banget sich, sok mau jadi bloggerwati. Atau emang kurang kerjaan apa ngeblog segala?" Tahan, jangan keburu emosi, anggap saja ini orang yang belum mengerti, jangan keburu bilang ulah orang yang iri. Yang paling tahu tentang diri kita adalah diri sendiri, jadi maju terus. Dan tetaplah berbaik sangka. Agar sehat jiwa dan raga.


Ayo Ngeblog: Mengambil semua manfaat sehat dan Menebar segala yang bisa menyehatkan. Gratis dan barokahKarena Kita pernah Ada.
Menulis dan menulis adalah kegiatan utamaku diblog, mengambil manfaat sehat sebanyak-banyaknya dari kegiatan ngeblog ini dan juga semampuku menebar segala yang bisa menyehatkan. Sekecil apapun, yang penting ikhlas, semoga menuai barokah. Merekam jejak diri, semoga bermanfaat minimal untuk orang-orang terdekat. Karena kita pernah ada. Semoga abadi, mampu memberi warna  sekitar, menghusung cerah semesta. 

Postingan ini diikutsertakan dalam Kontes Ayo Ngeblog: Saya Ngeblog, Kamu…??!!pada blog duniamuam 

Jumat, 23 Desember 2011

Bersamamu Ibu (Repost)

Membersamai mimpi dengan usaha adalah kunci meraih sucses
Membersamai harapan dengan perjuangan, itu juga harus dilakukan
Dan jangan lupa membersamai semua usaha dan setiap perjuangan dengan do’a karena ini niscaya
Selalu kuingat pesanmu Ibu…
dan sekarang kusemaikembangkan pada anak-anakku

Jidah (Mamaku) dan Yunda di Jogya.

Nyai (Ibunya Abi Hamas) dan si pemilik senyum Strawberry.

Saat aku melangkah, membersamai anak-anakku tumbuh
Tetap ada iringan cintamu yang selalu membersamaiku
Senandung munajat yang senantiasa bisa menginspirasi dan menguatkanku
Itu adalah do’a tulusmu Ibu...
Karena sungguh, ketika aku belajar menjadi seorang Ibu
Akupun harus lebih dulu sucses menjadi seorang anak
Dan aku bisa karena bimbinganmu duhai Ibu
Love U Ibu...
Nyai dan Hamas saat bayi.

Jidah dan Hamas saat 3 tahun.
        
Palembang, 21 Desember 2010  / 14 Muharam 1432 H, 
Jelang hari Ibu 2010

Kamis, 22 Desember 2011

Hari Ibu : Potret Pejuang ASI

Perempuan ini sedang penyuluhan tentang serba-serbi ASI di Posyandu Melati desa Punjul Agung, 
Kecamatan Buay Bahuga Kabupaten Way Kanan, Lampung.
Ia memang seorang petugas kesehatan di Puskesmas, sudah menjadi tugasnya tentu. Maka iapun berjuang, ditengah miris hatinya karena para perempuan sekitar banyak yang ke sawah dan dengan entengnya menyodorkan sebotol susu, sementara pabrik ASI-nya banjir, padahal siang sudah kembali ke rumah. Bukan salahnya bila mereka tak tahu cara memeras ASI dan ASI tahan sampai 6 jam tampa masuk kulkas? Karena boro-boro kulkas, listrikpun belum ada disini. Ndeso. Lalu salah siapa ketika beramai-ramai petugas kesehatan justru promosi susu formula demi iming-iming paket UMROH? Semoga segera kembali ke jalan yang benar. ASI memang tak tergantikan, dan untuk itu masih butuh usaha para pejuang, siapapun bisa, tak harus dengan menjadi petugas kesehatan. Mari Ibu, kembali ke ASI!

 Potret ini diikut sertakan dalam Kontes Perempuan dan Aktivitas yang di  selenggarakan  oleh  Ibu Fauzan dan  Mama Olive


Senin, 19 Desember 2011

Kadonya Pak'e dan Buk'e

Mukena dan kawan-kawan, kadonya Pak'e dan Buk'e.
Sampai kini masih sering kupakai, terutama dasternya *tapi warnanya tetap kinclong kok...

Sebuah mukena, baju kebaya beserta jilbab dan juga baju daster batik, katanya dari Toko sendiri. Terkesan biasa, tapi buat ini luar biasa. Sebuah Kado pernikahan yang tak terduga, aku bahkan tak menyangka mereka tahu tanggal pernikahanku. Pak'e dan Buk'e begitulah mereka minta kupanggil.


Siapa Pak'e dan Buk'e? Mereka adalah sepasang suami istri yang banyak membantuku saat di Tanah Suci pada musim haji 1431 H yang lalu. Baru kenal, meski rumah kami ternyata dekat *hanya beda kampung... Sejak itu mereka seperti orangtua angkat buatku. 


Pak'e yang siap sedia membantuku ngepak barang sekaligus menyiapkan tali-temali juga plester bila dibutuhkan dan tentu juga memanggulnya, membuatkanku sayur bening dengan kompor listrik kebanggaannya, yang selalu bilang sehat walau terserang batuk juga demam. Buk'e yang siap merapikan tempat tidurku, membantuku mencuci baju, mengingatkanku untuk makan, istirahat dan masih banyak lagi. Mereka yang selalu serta merta membantuku. Mereka yang selalu mau menungguku untuk berangkat ke Masjid kalau sedang giliranku. Mereka salah satu pasangan yang selalu bersemangat untuk sholat 5 waktu di Masjidil Haram, saat banyak jama'ah haji lainnya sibuk belanja mengumpulkan oleh-oleh. Mereka yang petani tulen tapi sudah 2x ke Tanah Suci, yang pertama tahun 1421 H dengan bekal ilmu yang sangat minim sehingga masih serasa bertamasya, ini pengakuan Pak'e sendiri sambil terkekeh, makanya Pak'e bertekad harus berangkat lagi. Dan 10 tahun kemudian Allah memanggil mereka berhaji lagi, saat sudah punya 4 cucu, dan aku menjadi saksi kesungguhan ibadah haji mereka. Semoga Allah berkenan menjadikan mereka haji mabrur. Achhh... mereka yang bahkan tak membawa kamera ke Tanah Suci, padahal yang lain heboh berfoto ria. 

Ini 2 foto yang aku ambil menjelang wukuf di Arafah.
Kelak saat aku berkunjung ke rumah mereka, foto ini juga bertengger manis di ruang tamu.


Pada bulan Juli lalu, saat ulang tahun pernikahan kami yang ke-9, seperti yang kutulis disini. Tak ada acara khusus, tapi tetap terasa spesial buatku. Apalagi selang beberapa harinya aku dapat kado dari orangtua angkatku tersebut. Saat itu aku diminta datang ke rumah mereka yang tak jauh dari rumah dinasku. Ini pertemuan kami yang terbaru, sudah hampir 6 bulan berselang, namun masih begitu membekas, berkesan sekali *sampai sekarang masih suka telfon dan sms...


Pak'e dan Buk'e di rumah yang juga tokonya dan sapi-sapi peliharaan Pak'e.
Maaf fotonya buram, maklum dari hp.


Bukan saja karena aku mendapatkan kado ini, tapi saat itu di rumah mereka yang jauh dari kesan mewah, tak tampak seperti orang kaya *tapi yakinlah bahwa mereka sangat kaya hati... aku disambut dengan begitu rupa seperti seorang tamu kerajaan *lebay tralala,  lengkap dengan pesta durian, kala itu memang sedang musim. Senangnya lagi, mereka masih menyapaku dengan "Nduk", bukan Bu Dokter seperti kebanyakan orang di Puskesmas. 

Meski aku akan segera pindah tugas, artinya kami juga akan berpisah tapi selamanya mereka tetap menjadi Pak'e dan Buk'e buatku, mereka mengisi tempat yang khusus dihatiku. Mereka selalu mampu mengingatkanku pada pepatahnya Imam Syafi'i, 
"merantaulah, maka disana kau akan menemui pengganti kerabat dan sahabat..."

Tentang kado ini pernah sekilas kuceritakan disini pada acara ADUK Edisi Khusus. Dan posting ini membuatku berhasil menerima buku Sakinah Bersamamu karya Asma Nadia dari Sang Komadan BlogChamp. Bahagianya... 


Tulisan ini tak bermaksud mengatakan bahwa kado yang lain tidak spesial lho, semua kado adalah 'sesuatu' buatku. Ini dalam rangka ikut menyemarakkan hajatan "11 tahun bersamamu" dari Mbak Tarry *jadikan harus kupilih salah satu ya...  Teriring do'a buat Mbak Tarry dan suami semoga menjadi keluarga SAMARA dan khusus untuk kehamilannya Mbak Tarry, aku do'akan semoga sehat dan dimudahkan melewati semua prosesnya menjadi seorang Ibu. 


Artikel ini diikutsertakan dalam acara  GIVEAWAY "11 TAHUN BERSAMAMU" 
oleh Tarry KittyHolic.