Kamis, 31 Mei 2012

Edisi Mancing

Ini sebenarnya bagian liputan liburan Lahat - Pagar Alam - Empat Lawang yang belum selesai kemarin, tapi ya apa mau dikata belum dapat kesempatan yang tepat untuk merangkai cerita serunya.

Maka kali ini sedikit memamerkan foto saja, betapa edisi mancing kemarin sangat dinikmati oleh anak-anakku dan Abinya. Mereka begitu antusias sampai rela berlarian dalam gerimis menuju Empang pemancingan di belakang rumah Uwak, desa Pajar Bulan, masuk dari desa Simpang Aceh, Pagar Alam. 

Uwak adalah mantan kepala desa, saat Abi KKN tahun 1999 lalu. Kami sengaja menyambangi mereka untuk bersilaturahim dan memang rute liburan kami melewati daerah sana. Abi sudah sering berkisah tentang desa tempat KKN tersebut, penduduknya ramah dan Abi merasa dekat dengan orang-orang yang dikenalnya di desa itu, maka jadilah kami 'sanjau' ke sana.

Benar saja, orang-orang sana masih ingat sosok Abinya Hamas, hanya kok sekarang jadi 'bunder' kata mereka *nguyok... Keluarga Uwak yang mantan Kades itu berulang kali mengulang kisah serupa dengan yang sudah sering disampaikan Abi. Ooohhh berasa bernostalgia. Anak-anakpun langsung dekat dengan Uwak. Mereka langsung menghambur saat ditawari mancing. Padahal Uwak mendadak tak bisa mendampingi karena ada warga dusun tetangga yang meninggal. Jadilah Abi serasa penguasa Empang dan ahli pancing-memancing dadakan. Ini gayanya.

Menurunkan ilmu pasang umpan,
cacing lho yang dipakai, iiihhhh...
Mejeng dulu, lupa pamer ikannya,
sengaja, malu, dapatnya kecil-kecil, hehe..
Di Palembang sendiri anak-anakku pernah mancing di Pemancingan Glora, tapi ya tak seheboh ini, pancingnyapun pakai alat modern, pakai umpan yang dibeli. Acchhh, pendek kata ada sebongkah harap kelak di Kampung Datuk yang ada aliran air di belakang rumah akan kami bendung dan dijadikan Empang Pemancingan mencontoh punya Uwak *semoga suatu saat terwujud ya... Berkah silaturahim, bisa terinspirasi untuk punya Empang Pemancingan, biar bisa mancing sepuasnya saat liburan.

Rabu, 30 Mei 2012

Bangkit Indonesia, Tetaplah Bekerja!

Abah Jamal menolak pinangan Satria pada Srikandi, anak gadisnya. Alasannya Satria belum mempunyai pekerjaan tetap. Hanya punya warnet dengan 5 unit komputer, kata Abah itu usaha kecil, tak bisa jadi andalan untuk kelangsungan hidup dan membahagiakan anak cucunya kelak. Abah yang pensiunan Guru berhasrat sekali ingin punya menantu yang juga PNS. Karena menurutnya, PNS itu walau gajinya tak besar, tapi jelas tiap bulannya, nanti kalau pensiun juga tetap dapat secara rutin. Oochh merana sungguh hati Srikandi, menanggung lara berkepanjangan karena niat suci menggenapkan 1/2 agama bersama Satria gagal lantaran pandangan kolot Abahnya.

Lain lagi cerita Pak Hartawan, demi masuknya sang anak menjadi PNS ia rela membayar uang muka sebesar 150 juta. Uang tak ada artinya buat keluarga tersebut, lebih dari itupun mereka mampu. Sementara PNS adalah sebuah status yang mereka kejar, selain prestise juga untuk masa depan yang terjamin kesejahteraannya. Menurut siapakah? Acch entahlah... padahal anak Pak Hartawan yang Sarjana Pertanian itu sudah semangat mau membuka kebun dan mengumpulkan beberapa orang rekannya untuk membentuk "Kelompok Tani, Suka Makmur", mereka bahkan sudah mempelajari syarat dan ketentuan untuk memperoleh bantuan bibit Karet dan Kelapa Sawit dari Menteri Pertanian.

***

Dua lakon yang banyak terjadi disekitarku, betapa status PNS masih sangat dielu-elukan. Padahal kalau mau jujur, tak ada PNS yang bisa cepat kaya. Kecuali bila mengikuti jejak tercoreng lagak Gayus yang terkenal itu. Kalau mau kaya raya silakan jadi pengusaha. Tak masalah memulainya dengan usaha rumahan. Jual karya semacam handmade misalnya. Sebagai rintisan untuk mendapatkan peluang usaha yang lebih besar. Tapi memang semuanya butuh proses, punya mental usahawan tak bisa instans langsung tertanam.

Aku contohnya, terlahir dari orangtua yang belum berjiwa usahawan, Ayah seorang pegawai pemerintah, lulusan Sarjana Muda pada masanya. Ibuku pernah jadi guru di SMP tapi sejak menikah lebih memilih berkarir menjadi Ratu Rumah Tangga tulen. Kami 5 bersaudara sejak Sekolah selalu ditanamkan semangat untuk bisa dapat beasiswa, hidup sehemat mungkin dari uang saku yang diberikan Ayah. Tampa ada motivasi untuk punya usaha sampingan. Sekolah tugasnya belajar, sebanyaknya membaca buku. Bukan karena Ayahku kaya, tapi karena beliau berprinsip bahwa biaya Sekolah dan menghidupi keluarga mutlak ada ditangannya.

Aku bangga pada orangtuaku, akupun bahagia terlahir dalam keluarga yang begitu mengutamakan pendidikan, meski secara harta benda kami nyaris tak punya apa-apa. Tapi aku tak pernah rendah diri di Sekolah. Dan kalau ditanya apakah aku punya sejarah berwirausaha saat Sekolah. Jawabnya tidak pernah, bahkan belum terfikirkan olehku saat itu. Maka kini, aku iri saat mendengar banyaknya mahasiswa yang punya usaha saat kuliah, dengan berjualan pulsa misalnya. Dulu, aku mandek, mau buka usaha modal darimana? Mentok tak ada ide kreatif. Mungkin terimbas dari lingkungan masa kecilku, mungkin lho ya, mengambil hikmah bukan menyesali keadaan.

Maka betapa menggebuku setelah tamat kuliah, pokoknya aku mau buka usaha. Bukankah aku bisa mengumpulkan modal? Tapi ternyata suaraku masih kurang lantang, tekadku menyenangkan orangtua ternyata lebih unggul. Akhirnya aku menyerah juga saat diminta Ayah untuk ikut test PNS. Lulus murni, tampa bayar sepeserpun. Aku jadi ingat kata seorang tokoh pergerakan modern, jadi Pegawai Pemerintah itu tak usah terlalu dikejar, jangan memaksakan diri,  tapi kalau sudah masuk jadi PNS, lakukan yang terbaik. Itu memang yang kulakukan, menjadi Abdi Negara semampuku. Memberikan yang terbaik yang aku bisa. Dan selanjutnya akupun bertekad bisa sambil membuka usaha rumahan yang maju kelak *mohon do'anya...

Adapun pada anak-anakku, kini aku semangat sekali menanamkan mental wirausaha pada mereka. Sekolah sambil jualan hasil karya, atau bisa juga menjual alat-alat tulis yang dibeli kodian kemudian dijual dengan harga eceran jadi bisa dapat untung walaupun sedikit. Aku percaya ini akan berguna buat mereka dimasa depan. Bukan masalah besar kecilnya keuntungan, tapi keberkahannya. Dan menanamkan jiwa usahawan sejak dini itu yang terpenting menurutku. Sebagaimana Rasulullah Sang Teladan yang terlatih berniaga sejak masih kecil sehingga mampu menjadi pengusaha handal namun tetap bersahaja. Aku ingin anak-anakku mencontohnya, tak mesti masuk Sekolah Enterpreneur yang mulai menjamur saat ini.

Hamas belajar berdagang.
Tak butuh bakat turunan, yang penting mau dan terus berlatih^^
Karya yang dijual Hamas dan Yunda di Sekolah,
dengan kisaran harga Rp. 1.000,- sampai Rp. 3.000,- 
Sementara yang ini dijual dengan harga Rp. 5.000,-
Ada yang menawar sampai Rp. 4.000,-, pernah kutulis di Berkreasi dan Berdagang
***

Kemarin aku bertemu dengan seorang seniorku, yang juga seorang istri anggota dewan, beliau bercerita anak bujangnya sekarang jadi Office Boy, tugasnya disebuah perusahaan. Sembari buka usaha toko buku. Oaallaa, anak anggota dewan punya peluang besar untuk bisa jadi PNS, batinku. Tapi aku yakin itu tak akan dilakukan keluarga itu. Mereka yang aku kenal sangat lekat memegang prinsip kehalalan. Mereka yang selalu memisahkan antara yang halal dan haram, tak akan mau masuk golongan suap-meyuap termasuk dalam hal mencari pekerjaan. Terkait tanggungjawabnya yang teramat besar, sampai akhirat. Dan mereka tahu benar itu. Yang penting semangat untuk tetap bekerja, bukan punya pekerjaan tetap ala orang banyak yang identik dengan PNS.

Teringat juga obrolanku dengan suami beberapa waktu lalu. Kata suamiku, syukurlah dulu orangtuaku tak mensyarat menantunya harus PNS. Kalau tidak lewatlah dirinya yang berprofesi pengangguran banyak acara. Tetap bekerja itu yang penting, bukan pekerjaan tetap yang kerja tak kerja dapat gaji diawal bulan. Makin parah kalau masuknyapun pakai sistem siluman. Oh No !!! Semoga dimasa depan ini tak ada lagi, agar Sejahtera Negeriku. Mari semua, singsingkan lengan baju, terus berkarya dan tetaplah bekerja untuk bangkit Indonesia yang kita cintai bersama.

         Artikel ini diikutsertakan pada Kontes Unggulan Indonesia Bangkit di BlogCamp

Indonesia Bangkit

Senin, 28 Mei 2012

Dialog Seputar Kambing

Hamas : "Ummi Biri-biri itu sama nggak dengan Kambing? Sebab kata guruku mereka saudaraan. Domba juga"

Ummi : "Iya memang Nak, hanya saja Biri-biri itu rambutnya kriwel" *bener nggak sich...

Hamas : "Ummi kalau Kambing disembelih sakit nggak ya?, mereka nagis nggak Mi?"

Ummi  : *bingkem, masih mikir jawabnya, masak mau nanya ke Kambing, hikss...

Hamas : Belum dijawab, sudah nanya lagi. "Ummi kalau Kambing nangis gimana ya bunyinya? kok aku tahunya suara Kambing itu hanya eMbek-embek"

Ummi : Nach lhoo... *Iya juga ya, Ummi juga dengarnya begitu Nak... 

Ada yang punya cerita seputar Kambing? Bagi dong...

***

Teringat aku kisah beberapa tahun silam, saat Yunda berumur 5 tahunan, kami sedang dalam perjalanan ketika melintasi serombongan Kambing dipinggir sawah. Dengan gaya khasnya Yunda bertanya.

Yunda : "Ummi, kok Kambing itu semuanya mirip ya? Beda sama kita, aku tak mirip Hamas, juga tak mirip Ummi."

Ummi : **Maaf, aku lupa dulu jawabnya seperti apa tapi yang selalu kuingat ini merupakan sebuah pengamatan sepintas dari Yunda yang sangat mendalam, aku bahkan tak pernah memikirkannya. 

Terima kasih Nak...

Jumat, 25 Mei 2012

Hindari Obat saat Hamil

Hari sudah diujung petang, saat aku sampai di rumah sepulang dari kantor. Baru mau masuk kamar mandi telfonku bernyanyi. Ternyata dari Naya rekan kerjaku, segera kuangkat. Langsung teringat khabar tentang sakitnya, hingga ia tak masuk kerja. Diare. Jadi lemas butuh istirahat, mengingat kondisinya juga yang sedang hamil muda. Suaranya tak seceria biasa, Naya bertanya tentang obat apalagi yang harus diminumnya, sudah minum obat anti diare berulang kali tapi masih tetap diare.

Duch kasiannya... obat apa yang sebaiknya kusarankan? Mengingat Naya sedang hamil. Teringat aku pesan leluhur, para dosenku dulu. Hati-hati minum obat, harus rasional, apalagi bila sedang hamil. Efek samping obat itu banyak yang berbahaya. Apalagi pada kehamilan, ditakutkan ada imbasnya kepada janin yang sedang dikandung.

***

Mengapa minum obat saat hamil itu lebih beresiko?

Akupun teringat akan artikel kesehatan di VoA Indonesia tentang makin banyaknya penyalahgunaan obat di kalangan ibu hamil di AS. Lalu di Indonesia sendiri? Aku rasa justru lebih banyak, belum ada penelitian tentang ini saja. Buktinya yang terjadi pada Naya, minum obat diare sampai berulang kali padahal sedang hamil. Semoga kandungan Naya diberi kesehatan.

Penyakit diare, flu, batuk, demam, susah buang air besar atau penyakit lainnya memang sulit dihindari, bisa terjadi kapan dan dimana saja, tentu juga saat hamil. Kala seorang wanita hamil, ia harus pandai memilih obat yang aman, karena partikel terkecil sekalipun dapat lolos disaringan plasenta yang menjadi penghubung ibu dan janin selama masa kehamilan. Pengaruh obat yang diminum itu sendiri tergantuk efek samping obatnya dan pada trimester berapa kehamilannya.

Gambar dari Google
Berdasarkan banyak penelitian, ada obat-obatan yang berbahaya jika diminum pada trimester pertama, kedua dan ketiga.

Trimester Pertama:
Pada tiga bulan ini adalah masa yang sangat rawan karena pada masa ini terjadinya pembentukan organ. Maka obat-obatan yang diminum dapat mengganggu pembentukan organ tubuh janin bisa menyebabkan kecacatan organ atau deformitas. Bahkan pada kondisi yang lebih berat dapat terjadi keguguran.

Trimester Kedua:
Banyak ahli yang menyatakan masa ini yang paling aman bila seorang wanita hamil minum obat. Namun sebenarnya, obat-obatan dapat mempengaruhi system syaraf bayi yang sedang berkembang juga dapat menghambat pertumbuhan bayi, sehingga bisa menyebabkan berat bayi lahir kurang dari normal.

Trimester Ketiga:
Obat-obat yang dikonsumsi bisa mempengaruhi paru-paru janin, sehingga bisa terjadi komplikasi bayi sulit bernafas saat dilahirkan.Atau bisa juga terjadi bayi lahir sebelum waktunya, disebut prematur.

Lalu bagaimana cara kita mengetahui obat itu aman pada kehamilan?
Sejujurnya, perusahaan farmasi sangatlah jarang mengujicobakan keamanan obatnya pada wanita hamil, sehingga sangat sedikit obat yang ada lisensi aman untuk kehamilan. Banyak informasi tentang keamanan obat hanya bersumber dari pengalaman praktik saja. Bila bertahun-tahun tak ada keluhan tentang pemakaian obat maka obat tersebut dianggap tidak berbahaya pada kehamilan. Ini kenyataannya, berlaku untuk obat yang dijual bebas dan obat yang diresepkan.

Sedikit ada bedanya, untuk obat-obatan yang diresepkan oleh dokter itu sudah melewati serangkaian pertimbangan apakah sebaiknya diminum atau tidak. Dengan mempertimbangkan manfaat dan efek samping obat tersebut. Jadi sebaiknya pada banyak penyakit ringan, diutamakan wanita hamil menghindari pemakaian obat, terlebih pada trimester pertama. Berikut ini ada beberapa saran yang bermanfaat:

1. Sakit Maag
Antasida pada umumnya aman dikonsumsi, tapi sebaiknya jangan diminum. Atasi maag saat hamil dengan makan teratur, lebih sering dengan porsi kecil saja. Kendalikan emosi, amankan stress.

2. Sakit Kepala dan Sakit Punggung.
Usahakan jangan langsung minum obat. Beristirahatlah, lakukan pemijatan lembut di kepala atau di punggung yang sakit. Bila tak teratasi, minum Parasetamol yang sudah jelas dinyatakan aman pada kehamilan. Hindari minum Ibufrofen dan Aspirin karena banyak dilaporkan dapat memicu abortus spontan, bahkan pada trimester akhir dapat menimbulkan kelahiran yang lama dan memicu hipertensi pulmunal pada bayi.

Sebagai tambahan informasi:
Para ilmuan Denmark, Finlandia dan Prancis menemukan bahwa wanita yang menggunakan analgesik ringan selama kehamilan memiliki resiko lebih besar dalam melahirkan bayi laki-laki dengan kelainan testis, suatu kondisi yang dikenal dengan sebutan kriptorkismus dan dapat menghasilkan kwalitas semen yang buruk serta kanker testis dimasa mendatang.

3. Susah BAB atau Konstipasi.
Ini hal umum yang sering dikeluhkan ibu hamil. Rahim yang membesar dan pengaruh hormon progesteron yang memungkinkan timbul masalah ini karena pergerakan usus menjadi lambat. Jangan buru-buru minum obat. Perbanyak minum air putih dan konsumsi sayuran juga buahan. Melakukan jalan kaki rutin 30 menit setiap hari juga bisa menormalkan pergerakan dinding usus.

4. Flu dan Batuk.
Perbanyak minum air putih. Dapat juga minum madu asli secara teratur. Cukup istirahat, tampa perlu minum obat-obatan. Karena obat flu dan batuk yang ada biasanya tipe kombinasi, sudah ada analgesik, antihistamin dan juga decogestan yang kesemuanya belum tentu sesuai dengan kebutuhan kita.

5. Diare.
Yang paling dikhawatirkan pada pasien diare adalah kekurangan cairan atau dehidrasi. Maka pada keadaan diare segeralah minum larutan elekrolit yang bisa kita buat sendiri, larutan gula garam, perbandingan gula:garam = 4:1. Walaupun katanya Loperamide cukup aman, tapi ada bagusnya kita tetap berhati-hati demi kesehatan sang bayi.

Lain halnya bila sakit berlanjut atau bertambah berat. Disertai dengan komplikasi penyerta, ada deman, muntah banyak sehingga makanan yang dikonsumsi keluar lagi, segeralah ke dokter. Sebab ini merupakan gejala awal dari penyakit yang lebih berat. Bisa virus rubella atau infeksi dari baktrie lainnya. Infeksi bakterie memerlukan pengobatan dengan antibiotik, sebaiknya antibiotik yang kita gunakan atas saran dokter. Karena aturan pakai, lama penggunaan dan efek samping obat bisa kita dapatkan dari penjelasan seorang dokter.

Berbeda bila membeli obat bebas, kita meraba-raba sendiri, antibiotik yang kita beli bukannya menjadi penyembuh malah jadi sumber penyesalan dikemudian hari. Ke dokter jangan takut mahal, karena kita bisa memilih obat generik untuk diresepkan, jauh lebih murah dan khasiatnyapun sama. Tunggu apalagi...

***

Maka mau tahu obat apa yang kusarankan pada kasus Naya, penasaran? Minum larutan gula garam ditolaknya. Alternatif lain, minum teh manis hangat yang agak pekat. Naya mau. Padahal kalau Naya menolak, aku sudah siapkan satu pilihan lagi, minum rebusan daun jambu batu. Ilmu herbalku keluar. Tapi Naya hanya sampai minum teh manis kelat berulang kali saja. Hasilnya? Keesokan harinya Naya sudah masuk kerja. Berkat saran mbah dukun katanya. Welehh... konsultasi ke dokter gratis kok malah dibilang dukun, tak apalah. Semoga aku segera jadi ibu hamil juga *sebuah do'a spontan yang aku tahu tak ada hubungannya dengan judul, hehe...

Sekali lagi aku tegaskan, sebisa mungkin hindari pemakaian obat saat hamil, kembalilah kepada obat yang alami. Dan yang terpenting lebih baik mencegah daripada mengobati. Mencegah ragam penyakit dengan menjalankan gaya hidup sehat, saat hamil ini jelas berpengaruh langsung pada kesehatan janin. Kita bisa lebih sehat dengan menjalankan gaya hidup sehat, diantaranya rutin berolah raga, stop rokok, tidur yang cukup dan mengkonsumsi makanan bergizi.
Mau? Kalau mau, kita pasti bisa :)

http://kaahil.wordpress.com/2009/05/23/daftar-obat-aman-dan-berbahaya-untuk-ibu-hamil
http://informasitips.com/mengapa-minum-obat-saat-hamil-penuh-resiko

Kamis, 24 Mei 2012

Diam yang Menjawab

Sungguh berat cobaan seorang Maryam. Dinadzarkan kepada Tuhan sejak dalam kandungan. Melewati hari-hari dengan menjaga kesucian diri dan tekun beribadah pada Robbnya. Tiba-tiba harus mengandung anak tanpa disentuh laki-laki. Tak ada yang bisa dilakukan kecuali dia harus pergi menjauh. Dan dalam kesendirian saat sakit melilit hendak melahirkan, sebagai manusia biasa Maryam tidak tahan untuk mengadukan “deritanya”, dengan berandai dia tidak pernah hadir ke muka bumi dan menjadi sesuatu yang tidak dikenal dan dilupakan orang.


"Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, Dia berkata: "Aduhai, Alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan". QS Maryam 22-23

Sang Maha Tahupun mengutus Jibril untuk menghibur Maryam dan memberikan solusi terhadap “masalah” yang dihadapi dengan cara “berhenti bicara” alias DIAM ketika nanti menghadapi pertanyaan dan tuduhan dari sekitarnya.

The show must go on. Maryam harus kembali kepada kaumnya dengan membawa anak yang telah dilahirkannya tanpa ayah. Maka sesuai dengan petunjuk Sang Maha Segala, Maryam hanya “diam” menghadapi pertanyaan dan hujatan. Satu-satunya bentuk jawaban yang dia lakukan adalah  memberikan isyarat dengan menunjuk pada anaknya untuk “berbicara” tentang misteri kelahiran dirinya. Dan atas izin-Nya, bayi merah itu pun kemudian menjelaskan sendiri tentang siapa dirinya.

Kisah Maryam tidak berulang dan tak akan pernah berulang, kecuali jika Allah menghendakinya berulang. Akan tetapi pelajarannya selalu bisa dipetik sepanjang masa. Salah satunya, kisah Maryam mengajarkan kepada kita cara yang efektif dan efisien dalam mengkomunikasikan satu kebenaran yang sulit dijelaskan lewat kata-kata.

Kelahiran bayinya tanpa sentuhan laki-laki, adalah kebenaran Ilahi yang harus dikomunikasikan Maryam. Tuduhan logis dan sulit dibantah adalah Maryam telah berzina. Maryam tidak perlu berteriak “tidak”, atau sibuk membantah tuduhan itu, tapi Maryam menjawab dengan “diam” dan membiarkan faktanya saja (bayinya) yang “berbicara”.

Di negeri yang  “langit akhlaqnya rubuh berserak-serak dan hukumnya tak tegak doyong berderak-derak” seperti ungkapan Taufik Ismail dalam puisinya, para “generasi gemilang” harus berani tampil ke depan untuk mengumpulkan dan menegakkannya kejayaan kembali. Tampil menjadi “gemintang” yang menegakkan kebaikan tanpa takut celaan orang-orang yang suka mencela.

Maka para “generasi gemintang” dimanapun berada, harus segera “mengandung dan melahirkan bayi-bayi kebaikan” sebanyak mungkin dan menghadirkannya  di tengah-tengah masyarakat negeri ini. Bisa jadi lewat karya-karya bernas kita sebagai seorang blogger. Tampa kata, tak perlu berteriak. Mungkin masyarat tak akan merespon atau malah mereka akan mencibir, heran dan menuduh kita dengan berbagai tuduhan miring bahkan fitnah. Tapi jangan hiraukan semua itu, cukup kita jawab dengan “diam” seperti Maryam dan biarkan “bayi-bayi kebaikan” itu yang nanti akan berbicara dengan sendirinya.

Persembahan spesial buat Vania, 
Hasil editan penuh cinta dari ‘serial nasehat’ dengan judul asli Belajar “DIAM” dari “Maryam”
Selamat hari lahir ya sayang, semoga barokah umurmu Nak...
Salam sayang dari Yunda dan Akang Hamas ^^

Maaf kemarin tak bisa ikutan Our Pensieves1st Giveaway

Rabu, 23 Mei 2012

Hanya Sehari di Lintang

Melanjutkan kisah Liburan Balek Dusun yang teramat berkesan kemarin, ternyata malah sempat membuatku bingung mau nulis yang mana dulu, lebay :) Bagaimana tidak, keseruan bertumpang tindih, menyentak-nyentak seperti mau meledak, tapi waktu belum jua bersahabat, piutang kerjaan masih menunggu diselesaikan, imbas liburan nambah sehari kemarin *aku masuk kantor baru Selasa, karena Senin kupakai izin menampingi tugas suami, boleh dong...

Tapi daripada tak ada sama sekali, aku sempatkan nulis yang sedikit ini...

Kamis-Jum'at kami menginap di Lintang, Empat Lawang. Nama tenarnya, sebutan ini yang sering dibahasakan Jidah pada kami. Padahal nama dusunnya Gunung Merakso Baru, salah satu dusun yang dulu masuk Kabupaten Lahat tapi kini sudah ikut Kabupaten Empat Lawang. Dulu Nek Anangku suka bercerita, bahwa daerah Lintang terkenal rawan, banyak rampok dan penjarahan, apa lagi kalau musim paceklik. Kalau punya ternak, sapi misalnya, kita harus ikut tidur di kandangnya, kalau tidak, pagi sudah hilang. Pelihara ikan juga begitu, harus dijaga dengan tidur dipinggir empangnya kalau mau menikmati hasil panen. Aku kira itu dulu saja. Ternyata masih berlaku sampai sekarang. Kalau ada orang datangan ke dusun tersebut, motor atau mobilnya bakal dijarah orang, minimal dirusak. 

Dan kami ikut dicekam rasa was-was saat menginap kemarin, mobil kami harus dijagai sepanjang malam oleh adik sepupunya Jidah, Mang Fauzi, beliau harus tidur semalaman di dalam mobil. Kasian kan... Makanya rencana kami menginap 2 malam di Lintang batal, dipersingkat jadi hanya semalam. Alhasil, sepanjang hari Jum'at kami berusaha merampungkan acara silaturahim pada sanak keluarga dan berziarah ke makam. Bahkan kami menyempatkan ke rumah sepupuku yang berjarak 3 dusun dari Gunung Merakso Baru. Sepupuku anak Ayuk Mamaku, Uwak Ubai yang sekarang ikut anaknya di Way Kanan juga. Pada kesempatan ini kami ajak serta sebagai penunjuk jalan.

Full, sampai sore. Jelang magrib kami menuju Pagar Alam, menginap di Tinggi Hari, rumah Uwak sahabatnya Abi Hamas yang kosong, memang sudah disiapkan untuk kami sekeluarga masuk Sabtu, syukurnya mereka langsung mempersilakan saat kami mengabari bahwa kami akan datang Jum'at malam. Maju satu hari. Bukan takut, tapi karena banyak pertimbangan, belum lagi kelangkaan BBM *baca premium, mobil kami 1300 CC lho, haknya pakai BBM bersubsisi ya... sudah makin parah di daerah Lintang, antrian sampai 1/2 Km di SPBU, jual eceran dengan harga membumbung dan kualitasnyapun meragukan. Begitulah Negeriku, prihatin ya...

Semoga besok bisa kulanjutkan ;) 

Selasa, 22 Mei 2012

Liburan Balek Dusun

Kamis tanggal merah, disambung Jum'at cuti bersama. Sabtu dan Ahad memang libur. Senin Abi punya kerjaan di PN Pagar Alam. Akupun punya tugas mengawali survey Filariasis ditiga kabupaten berendeng, Lahat - Pagar Alam- Empat Lawang. Waktu yang sayang bila dilewatkan untuk tidak sekalian merencanakan liburan keluarga. Jadilah semua dipadu-padankan agar bisa berjalan bersama, beriringan, menyenangkan dan yang terpenting dengan hasil maksimal. 

Menjadi paket liburan yang seru manakala Jidah juga ternyata ingin ikut sekalian balek dusun ke Lintang Empat Lawang, tanah kelahirannya. Sekalian ziarah ke makam Umak katanya. Ternyata saat dihitung-hitung sudah 18 tahiun beliau tak ke sana. Aku sendiripun sudah > 30 tahun tak menginjakkan kaki ke dusun tersebut, tak ada memori yang kuingat tentang rumah panggung Nek Anang, empang dipekarangan, sawah atau gemericik aliran air pegunungan di belakang rumah. Dan semua bayanganku tentang apa yang sering diceritakan Jidahpun tak kutemukan. Karena seluruhnya sudah berganti wajah, pemiliknyapun sudah berubah. 

Maka hari Kamis hingga Jum'at kemarin kami menginap dirumah Nek Anang Romli, adik kandung Almarhum Nek Anangku, beliaulah Paman Jidah satu-satunya yang masih hidup dan punya rumah di dusun itu. Kami sampai saat hari sudah malam, 10 jam waktu yang kami butuhkan melewati liku likat Pagar Alam yang terkenal itu. Sepanjang hari Jum'at kami bersilaturahim ke rumah para sepupu Jidah dan berziarah ke makam Nek Ino Sahatimah (Umaknya Jidah) juga Buyut H. Amak (Abahnya Nek Anang Roniku).

Rumah Nek Anang Romli, tempat kami menginap Kamis-Jum'at.
Selang dua rumah dari depan Rumah Nek Anang Romli,
SD Jidah dulu, sudah banyak berubah.
Sementara makam Nek Anang Roni seperti yang dulu pernah selintas kutulis, adanya di Tanjung Karang dekat Komplek Rumah Mang Win (Adik Jidah), karena memang beliau meninggal saat di RSAM Tanjung Karang. Beliau menghabiskan sisa hidupnya di Blambangan Umpu kampung Datuknya Hamas. Achh jadi terkenang Nek Anang Roniku, beliau yang hanya mau tinggal dengan Jidah sepeninggal Nek Inoku, meski anaknya yang lain ada 4. Beliau yang selalu sehat meski dengan darah tinggi yang terkontrol. Beliau tutup usia pada 07 Mei 2009. Di awali dengan serangan sroke, hanya beberapa jam di ICU RSAM. Syukurnya beliau berwasiat untuk menguburkan dimana saja tempat terdekat saat beliau meninggal. Bukan disamping kubur Nek Inoku yang ada di dusun Lintang. Tak ingin merepotkan *maaf jadi edisi kenang-mengenang yang tak berujung pangkal...

Pendeknya acara liburan kemarin berjalan dengan lancar dan sucses, hanya nge-Blog yang tak bisa sesuai rencana, mendadak hiatus, sebab ternyata jaringan tak bagus disana, belum lagi raga yang lelah dan kedinginan *dusunnya di kaki Gunung Dempo, kebayang dong... maunya langsung istirahat saja. Rindunya mau berselancar ke rumah maya para sahabat, semoga bisa kesampaian hari ini dan esok-esok.

*Balek Dusun = Pulang Kampung

Belum Selesai.

Rabu, 16 Mei 2012

Hikmah Wudhu

Magrib tiba, Hamas menghambur ikut Abinya ke masjid yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari rumah kami. Tinggal Yunda sasaran makmumku memburu yang 27. 

Ummi : "Sholat yuk Nak..."

Yunda : *tak ada jawaban, langsung mengambil mukenanya. 

Ummi : "Yunda sudah wudhu?" *tanyaku heran.

Yunda : "Kayaknya belum batal Mi" *jawabnya sok yakin.

Ummi : "Oh gitu, iya dech... Nanti Ummi ceritakan tentang WUDHU ya, biar Yunda makin semangat berwudhu"

Dan kini saatnya aku bagikan kisah berhikmah ini, tampa bermaksud SARA.
Ahli Neurology Austria Membeberkan Fakta Mengejutkan Tentang "WUDHU"

Prof Leopold Werner von Ehrenfels, seorang psikiater dan sekaligus neurology berkebangsaan Austria, menemukan sesuatu yang menakjubkan terhadap wudhu.
Ia mengemukakan sebuah fakta yg sngt mengejutkan. Bahwa pusat-pusat syaraf yang paling peka dari tubuh manusia ternyata berada di sebelah dahi, tangan, dan kaki. Pusat-pusat syaraf tersebut sangat sensitif terhadap air segar.
Dari sini ia menemukan hikmah dibalik wudhu yang membasuh pusat-pusat syaraf tersebut. Ia bahkan merekomendasikan agar wudhu bukan hanya milik dan kebiasaan umat muslim, tetapi untuk semua umat manusia secara keseluruhan. Dengan senantiasa membasuh air segar pada pusat-pusat syaraf tersebut, maka berarti orang itu akan memelihara kesehatan dan keselarasan pusat sarafnya. Pada akhirnya Leopold memeluk Agama Islam dan mengganti nama menjadi "Baron Omar Rolf Ehrenfels".
Ulama Fikih juga menjelaskan hikmah wudhu sebagai bagian dari upaya untuk memelihara kebersihan fisik dan rohani. Daerah yang dibasuh dalam air wudhu, seperti tangan, daerah muka termasuk mulut, dan kaki memang paling banyak bersentuhan dengan benda-benda asing termasuk kotoran. Karena itu, wajar kalau daerah itu yang harus sering dibasuh.
Ulama tasawuf menjelaskan hikmah wudhu dengan menjelaskan bahwa daerah-daerah yang dibasuh air wudhu memang daerah yang paling sering berdosa. Kita tidak tahu apa yang pernah diraba, dipegang, dan dilakukan tangan kita. Banyak pancaindera tersimpul di bagian muka. Berapa orang yang jadi korban setiap hari dari mulut kita, berapa kali berbohong, memaki, dan membicarakan aib orang lain. Apa saja yang dimakan dan diminum. Apa saja yang baru diintip mata ini, apa yang didengar oleh telinga ini, dan apa saja yang baru dicium hidung ini? Kemana saja kaki ini gentayangan setiap hari? Tegasnya, anggota badan yg dibasuh dalam Wudhu ialah daerah yang paling riskan untuk melakukan dosa.

SUBHANALLAH. Semoga bermanfaat ya...
Sumber : BBM

Senin, 14 Mei 2012

Bukan Pesawat Sukhoi

Pertama-tama aku ingin menyampaikan bahwa kami sekeluarga turut berbela sungkawa atas meninggalnya para korban Sukhoi. Semoga diterima semua amal baiknya dan keluarga yang ditinggalkanpun diberikan ketabahan dan kekuatan.

Awalnya aku mengira hanya aku yang menganggap pemberitaan media mengenai 'Tragedi Sukhoi' , sudah over. Ternyata saat baca tulisannya Abi Sabila di Satu Dari Sekian Jalan, baru nyadar ternyata bukan hanya aku yang berpendapat demikian. Dimana tentang jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 yang sedang 'joy flight' di Gunung Salak, Bogor pada Rabu 9 Mei 2012 lalu disiarkan sampai berulang-ulang dengan ragam versi dan pendapat dari banyak pihak. Mulai yang objektif sampai yang bernuansa bombastis. Belum lagi yang menghubungkannya dengan mistis segala rupa. Penasaranku akhirnya sukses bersalin rupa menjadi rasa bosan. Sukhoi lagi, Sukhoi lagi. Geser sedikit ke Gunung Salak bukan Salak Gunung.

Dan disinilah aku makin yakin, bahwa pengaruh media sangatlah besar, bisa mengubah opini publik bahkan sampai bisa mengubah prilaku. Di kantorku, sempat terdengar ada kawan yang akhirnya memilih batal liburan ke Lombok dalam waktu dekat ini. Obrolan dibanyak kesempatan, hangat membicarakan Sukhoi. Gunung Salak jadi laris manis ikut dibahas juga. Gerah aku. Belum lagi kisah serunya Ibun, rekan satu timku saat ke Belitong yang sedang hamil. Dia mengirimiku sms sore setelah mendengar berita hilangnya pesawat Sukhoi diseputaran Gunung Salak. Bunyi sms singkatnya, "... itu pesawat serupa yang kita naiki saat ke Belitong" Mesemlah aku dibuatnya, wong jelas-jelas berbeda, Sukhoi itukan pesawat canggih, superjet gitu lho...  

Mungkin besarnya yang mirip. Saat ketemu di kantor keesokan harinya, Ibunpun bilang bahwa ia jadi takut naik pesawat. Apalagi kalau naik pesawat kecil seperti Sky kemarin. Wajahnya dibayangi kengerian. Mungkin juga dipengaruhi Tragedi Sukhoi (9/5) berjarak sekitar seminggu dengan perjalannan kami ke Belitong (23-27/4), dan kami bertiga saat itu PP naik Sky. Saat kuledek sambil menenangkannya, ia tampak masih belum ceria. 

Lucunya, selang beberapa hari saat para korban Sukhoi ditemukan dan disebutkan identitasnya bahkan beberapa disertai foto, Ibun menghampiriku lagi. "... itu pramugari yang barengan kita PP Palembang-Belitong" Bahkan disebutkannya nama. Samar memang aku mengingatnya, sebab 2 pramugari yang menyertai kami itu sama saat pergi dan pulang. Aku rada yakin saat membaca daftar nama memang ada 9 kru Sky Avition yang menjadi korban. Bisa jadi pendapat Ibun benar. Karena aku sendiri tak browsing fotonya *wallahu'alam...

Berikut ini bonus foto pesawat Sky *yang kami tumpangi dulu dan seputaran Bandara Udara H. AS. Hanadjoeddin, Tanjung Pandan. 

Tampak dari dalam, Bandaranya kecil tapi bersih, bangunan baru. 

Ini yang membuatku bangga. 
Penasaran, melonggok kedalam, bagus.
Reflika SD Laskar Pelangi di dinding Bandara.
Sengaja kupajang, mengobati kecewaku tak bisa melihat langsung,
padahal sudah sampai Gantong.

Menyempatkan foto-foto sesaat mau terbang, sebab dulu waktu tiba di Belitong tak ada sesi pemotretan:DBumil mabok kelaperan, baca liputannya di Belitong, Aku Datang.

Kenal dengan H. AS. Hanadjoeddin?
Tampak langit berawan, sedikit mendung.
Pesawat yang imut-imut.
Narsis sejenak, sayang tak bersama pramugarinya.

Demikianlah ceritaku yang berbungkus pesawat Sukhoi, padahal isinya melengkapi catatan perjalanan ke Belitong kemarin yang memang sayang bila tak kurekam dalam blog sederhana ini, dokumen pribadi, jadi maaf kalau banyak sahabat yang sudah bosan, huuppss kabur, lari... 

Berita tambahan, syukurnya anak-anakku di rumah tak ikutan larut dalam pembahasan Sukhoi ini, ada beberapa dialog tapi hanya seadanya. Nonton beberapa kali liputannya saat bersamaku, karena aku yang memang penasaran juga, hmmm... apalagi waktu hari-hari pertama pemberitaan hilangnya Sukhoi dulu.

Balik ke Sukhoi sejenak, alhamdulillahnya aku tak termasuk orang yang takut apalagi trauma terbang pasca Tragedi Sukhoi, karena aku meyakini, kematian bisa terjadi dimana dan kapan saja, bahkan diatas kasur saat kita tidur, kalau Allah sudah berkehendak. Jadi jangan ragu ya kalau ada yang ingin menghadiahkan aku tiket liburan ke Lombok atau Bali, yang gratisan tentu lebih terasa nikmatnya. Betul? Betul dong :D:D

Sabtu, 12 Mei 2012

Martabak Cuko

Martabak isi Kentang, makannya dengan cuko,
made in Tanteku^^
Di Palembang ada banyak makanan yang berkaitan erat dengan cuka atau 'cuko'. Sampai aku pernah lihat ada orang makan donat pakai cuko. Ada yang pernah lihat? Yupss, kalau bakwan pakai cuko, itu biasa. Risoleh atau roket pakai cuko juga sudah umum. Pisang goreng pakai cuko, ternyata di kotaku, lumrah saja. 

Nach kalau martabak pakai cuko? Tergantung jenis martabaknya. Secara garis besar, aku tahunya ada martabak manis dan martabak asin. Contoh martabak manis adalah Martabak Bangka, itu lho biasanya isinya coklat-keju atau bisa juga kacang. Adapun martabak asin, contohnya Martabak HAR, ada juga martabak isi kentang yang makannya pakai cuko pempek. Seperti tampak pada gambar. Udah pernah nyicip? Euunaaak lho...

Cara membuat Martabak Cuko biasa saja, seperti membuat roket, tebal tipis kulitnya tergantung selera. Sudah pada tahu kan? Dan apakah martabak cuko sudah masuk daftarBisnis Martabakmilik Komandan BlogCamp? *silakan dicek sendiri ya :D :)

Jumat, 11 Mei 2012

Belajar Syukur dari Katak dan Siput

Ada seekor siput selalu memandang sinis terhadap katak. Suatu hari, katak yg kehilangan kesabaran akhirnya bertanya kepada siput. 

Katak :  "Tuan siput, apakah saya telah melakukan kesalahan, sehingga Anda begitu membenci saya?"

Siput : "Kalian kaum katak mempunyai empat kaki dan bisa melompat ke sana ke mari. Tapi saya mesti membawa  cangkang yg berat ini, merangkak di tanah, jadi saya merasa sangat sedih, saya iri padamu."

Katak : "Setiap kehidupan memiliki perjuangannya masing-masing. Hanya saja kamu cuma melihat kegembiraan saya, tetapi kamu tidak melihat penderitaan kami sebagai katak."

Dan seketika, ada seekor elang besar yg terbang ke arah mereka, siput dengan cepat memasukan badannya ke dalam cangkang, sedangkan katak dimangsa oleh elang.

Siput terharu.
Akhirnya sadar, ternyata cangkang yang dimilikinya bukan merupakan suatu beban, tetapi adalah kelebihannya.

Hikmah:
Nikmatilah kehidupanmu, tidak perlu dibandingkan dengan orang lain. Keirian hati terhadap orang lain justru akan  membawa banyak penderitaan.

Rejeki tidak selalu berupa emas, permata atau uang yg banyak bukan pula saat kita di rumah mewah dan pergi bermobil. Rejeki sebenarnya adalah jiwa dan hati yang tenang, karena ketenangan dan kebahagiaan itu sangat mahal, tak bisa dibeli dengan uang. 

Dan sesungguhnya, bukan kebahagiaan yang menjadikan kita berSYUKUR tetapi berSYUKURlah yg menjadikan kita berbahagia :P

Sumber BBM.

Kamis, 10 Mei 2012

Terharu Biru Bersama Al Qur'an Biru

Setiap anak itu istimewa, mereka mempunyai keunikan masing-masing. Tak bisa dipungkiri, orangtua kadang keliru dalam memberikan perlakuan, mungkin termasuk aku. Yunda, sulungku seperti yang sudah sering kuceritakan, waktu masih kecil adalah sosok anak yang pemalu. Sosialisasi dengan orang-orang yang baru dikenalnya butuh waktu dan proses yang lumayan panjang. Kalau bertemu dengan seseorang pertama kali, ditanya nama nunduk, diajak salaman sembunyi, ya gitu-gitu dech... Biasanya awal berinteraksi Yunda hanya mengamati *hmmm... mengamati kok "hanya" ya... Akupun meralat kata-kata itu dengan menyebut Yunda sang pengamat ulung. Tapi seiring waktu sudah banyak perubahan yang tampak. Nanti kapan-kapan aku tulis.

Lain halnya dalam hal akademik *apa ya istilah yang lebih tepat. Kognitif kali ya? Yunda tak mengalamai kendala, bahkan cenderung menonjol, cemerlang kata Emaknya. Yunda sudah lancar membaca sejak usia 5 tahun lebih, begitu pula dengan mengaji Al Qur'an, sudah sejak TK dulu Yunda piawai. Alhamdulillah... Dan semua itu dilaluinya dengan mudah, maksudnya aku sebagai Emak tak harus mengarahkan atau mendampingi terlalu serius, eh tahu-tahu sudah bisa, berlalu saja masa itu. Aku sadari semuanya sebagai karunia. Maka saat Yunda sedikit bermasalah dengan aktivitas mewarnai, aku ya wajib rela berjuang lebih ekstra. Ini pernah kuceritakan juga di blog dulu. 

Soal kepemilikan mainan atau barang pribadi Yunda juga tak ada masalah. Saat punya Al Qur'an pertama kali di TK, ada Al Qur'an di rumah yang dibawanya ke Sekolah. Untuk di rumahpun Yunda biasa pakai Al Qur'an yang ada. Seingatku saat Jidah pulang Umroh, Yunda senang sekali diberi Al Qur'an sebagai oleh-oleh. Al Qur'an itu dibelikan Jidah di Madinah. Waktu itu Yunda langsung membawanya ke Sekolah dan menukarnya. Al Qur'an yang ada di Sekolah dipulangkan ke rumah. Semuanya berlalu dalam damai. 

Maka jujur aku kaget saat Yunda agak ngambek kemarin.
Ceritanya begini.
Hamas sudah beberapa bulan ini menyelesaikan Bagdadiyahnya di rumah, pindah ke Al Qur'an dong... Pakai Al Qur'annya bergantian dengan Yunda kalau ngaji di rumah. Oyaaa, Yunda dan Hamas aku biasakan mengaji rutin di rumah, normalnya sehalaman, tapi kalau lagi capek atau hilang mood aku usahakan agar mereka tetap mau ngaji walaupun seayat, biasanya ritual ini ba'da magrib. Kalau aku sedang berhalangan, biasanya aku minta tolong pada Mbak Nyai atau Mbak Endang untuk menyimak. 

Soal ngajinya Hamas, seperti yang sudah pernah kukisahkan, berbeda dengan Yundanya, aku harus berjuang lebih kuat, mengingat sampai kelas I SD, Hamas belum juga lancar membaca Al Qur'an.  Iqro'nya tak ada kemajuan, bahkan tampak mulai bosan. Bukan bermaksud membandingkan dengan Yunda, tapi aku kasian kalau Hamas jadinya kesulitan saat baca soal ujian yang pakai tulisan Arab (Bahasa Arab, Hadist). Maka aku targetkan Hamas harus segera bisa baca Al Qur'an. Syukurnya dengan metode Bagdadiyah di rumah, hal ini teratasi. Namun untuk di Sekolah ya Hamas masih lanjut mengikuti proses bersama Bunda Gurunya. Aku tak hendak menginterpensi. Dan betapa girangnya aku saat Senin (7/5) lalu Hamas mengabarkan bahwa Rabu nanti Hamas sudah diminta Bunda bawa Al Qur'an. Akupun spontan bertanya.

Ummi : "Nanti Hamas mau bawa Al Qur'an yang seperti apa, boleh milih. Akan Ummi belikan" Dengan sumbringah dan mata berbinar, imbas rasa senang karena Hamas sudah benar-benar bisa baca Al Qur'an di Sekolahnya, sudah dapat pengakuan dari Gurunya *padahal ada Al Qur'an di rumah...

Hamas : "Mau Al Qur'an yang besar, seperti yang ada di rumah, tapi warna biru ya Mi" 
Al Qur'an yang ada di rumah adalah yang sebesar polio, terjemahan perkata, warnanya PINK KEUNGUAN. 

Selasa, aku tak sempat membelinya. Maka Rabu kemarin Hamas belum bawa Al Qur'an dari rumah, masih pinjam milik sekolah. Rabu siang, saat istirahat kantor aku pergi ke Bandung Book Center (BBC, toko buku favorite kami sekeluarga), khusus membeli Al Qur'an untuk Hamas diantar Yuk Susan. Ada yang warna biru terjemahan perkata, hampir saja kubeli. Tak jadi, karena aku lebih tertarik memilih Al Qur'an serupa tapi yang ada tulisan dilengkapi dengan TAJWID. Aku buka, memang tulisan Arabnya lebih besar-besar dan berwarna sesuai tajwid. Aku yakin Hamas pasti suka.

Singkat cerita, sore kemarin aku berikan Al Qur'an tersebut pada Hamas dengan antusias. Hamaspun senang sekali, berulang kali diucapkannya: "Terima kasih ya Mi..."

Aku kaget saat Yunda berkomentar garing.

Yunda : "Ummi, Yunda mau juga Al Qur'an seperti itu, bagus. Kenapa Ummi tak pernah menawari Yunda untuk milih Al Qur'an" *nada ngambek khas anak perempuan, bersungut-sungut.

Deg... aku terdiam. Yapps, Yunda benar. Mengapa aku selama ini tak berfikir Yunda juga berhak punya Al Qur'an sesuai keinginannya. Bukan Al Qur'an yang aku pilihkan atau oleh-oleh Jidahnya, walaupun itu dari Madinah. Acchhh... kuajak ia bicara. Tapi menawarinya seperti pada Hamas kemarin pasti sudah basi, harus spesial dong... Sebelum pembicaraan kami menemukan kata sepakat. Hamas mendekat. 

Hamas : "Ummi, boleh nggak Al Qur'an biru ini buat di rumah aja. Biar bisa samaan dengan Yunda. Akang biar bawa yang lama" *Al Qur'an lama yang dimaksud Hamas adalah yang terjemahan perkata warna pink ungu, sebelumnya Hamas menolak membawanya ke Sekolah.

Ummi : "Lho, katanya itu warna cewek, Akang malu bawanya ke Sekolah" *heran.

Hamas : "Ndak papa kok Mi, kan yang biru ini Yunda suka juga"

Duuchhh terharu biru hati Emaknya. Yundapun senang. Tuntas, berakhir dengan bahagia. Magribnya Al Qur'an biru itu yang mereka pakai bergantian. 

Tadi pagi, Kamis (10/5), aku coba menggoda Hamas lagi saat mau berangkat ke Sekolah. 

Ummi : "Akang nggak malu bawa Al Qur'an warna cewek?" *mesem.
Hamas : "Kan yang penting isinya Mi..." *mantap.

Catatan Hati :
Perlakukan anak dengan spesial, bukan saja saat mereka melakukan sesuatu yang menurut kita (para orangtua) istimewa. Mengenali anak memang sebuah proses yang tak pernah usai, sepanjang masa. Walaupun adil itu BUKAN dengan memberikan 'sesuatu' yang sama.

Selasa, 08 Mei 2012

Panorama Senja di Tanjong Tinggi

Tanjong Tinggi adalah nama sebuah desa di Belitong, disini juga terdapat sebuah pantai nan rupawan yang juga dinamai Pantai Tajong Tinggi. Yang baru kutahu, sebelum syuting film Laskar Pelangi, pantai ini sudah terlebih dulu dipakai untuk syuting iklan produk sabun kecantikan yang dibintangi Dian Sastro. Aku ya tak ingat, atau malah memang belum pernah lihat.

Mungkin karena keelokan pantainya sudah pernah ditampilkan di TV, maka akhirnya kru film Laskar Pelangipun memilih tempat ini sebagai lokasi syuting. Kalau dikaitkan secara hirarki geografi, letak pantai ini jauh sangat dari GANTONG, tempat tinggal dan SD Muhammadiyah Laskar Pelangi. Gantong itu nama sebuah desa yang sekarang termasuk Kabupaten Belitong Timur. Jarak Gantong - Tanjong Tinggi aku sich tak tahu persis, tapi berdasar pengalaman kalau dihitung-hitung butuh waktu sekitar 2,5 jam dengan kecepatan sedang, lewat jalan umum *bukan jalan pintas... Berlawanan arah pula, coba dech lihat di peta, atau tanya pada Dora, hooohhh...

Gradasi warnanya yang masih bisa dinikmati.
Batu yang kokoh dan ombak yang bercumbu.
Lebih dekat, sudah ada yang menyewakan.
Tapi saat kami disana, orangnya tak ada, jadi tak tahu tarifnya berapa :)

Pantainya masih bersih dan alami. Masuk ke arena pantai ini gratis, kita tak perlu bayar. Pantai rakyat yang tak dikelola aparat. Suka cita kami menikmati senja di pantai ini, serasa menorehkan jejak penuh cinta, tak ingin segera berlalu, tapi waktu memang tak bisa menipu dan tak jua mampu ditipu. Senja harus beralih.

Ada Villa Tanjong Tinggi tak berapa jauh dari sisi pantainya, konon ini miliknya Ayu Azhari, tapi aku tak kesana, jadi tak bisa memastikan siapa gerangan yang empunya dan berapa harga kamar /malam disana.

Berasa di Negeri Pelangi,
aku yang seru menikmati warna.
Tampak disisi lain,
 pamuda setempat asyik bermain poly pantai
dibawah pesona senja yang hampir usai.

Dan temarampun datang, perlahan. Meski masih ingin, kami tetap harus pulang. Kalau hanya sekedar lapar, ada bakar ikan segar hasil tangkapan dijual di pantai ini, manis gurih rasanya, aroma bakarannya menggugah selera, tapi kami tak sempat mencicipi kebenaran cerita ini. Karena kami lebih memilih pulang ke Tanjong Pandan yang harus ditempuh 30-35 menit. Walau suara adzan tak terdengar, tapi aku tahu sudah tiba waktunya magrib.

Kursi kayu saksi bisu,
bahwa aku pernah bersenja hari di pantai ini.
Gelap menyapu Tanjong Tinggi.

Malam dengan segenap balutannya. Aku tahu gelapmu sering menutupi pesona, maka ya Robbana ... izinkan hati kami untuk tetap terang bercahaya walau apapun yang terjadi, kini dan selamanya.

Al Ma'surat petang mengiringi kepulangan kami dari Tanjong Tinggi, adakah bisa kemari lagi? Tanjong Tinggi, semoga suatu hari, kita akan bertemu kembali...

Senin, 07 Mei 2012

Temuan di Tanjung Pandan

Catatan perjalanan yang sempat tertunda karena ikut moment seru Kartinian di Blognya para Sahabat. Sayang bila dilewatkan, makanya aku memilih menunda posting ini *maaf walau tak ada yang bertanya...

Rombonganku tiba di Bandara H.AS. HANANDJOEDDIN lewat tengah hari, terik yang menyambut kami ternyata lebih dari yang kubayangkan. Lebih panas dari Palembang, tak ada sejuk-sejuknya. Gegas kami menuju kantin, karena seorang rekanku nyaris mabok kelaparan, maklum lagi hamil muda. Tak ada acara foto-foto disini, kami jalan lurus bak pakai kacamata kuda, beeeuuu... Singkat cerita kami menyelesaikan acara lapor-melapor siang itu juga dan mencari hotel yang sesuai dengan anggaran   standart pegawai pemerintah. Lagi-lagi tak ada acara berfoto-ria, sumuk, maunya langsung bisa rebahan.

Dan senangnya saat kami berhasil menemukan kamar kosong di Hotel Harlika Jaya, persis di bibir Pantai Tanjung Pendam, bersisian dengan Hotel Bintang 4, GRAND HATIKA *mirip ya namanya...

Pagar Hotel yang tampak dari Bibir Pantai.
Pantai yang sedang surut^^
Tampak Depan, bagai Padepokan.
Somay dan Rujak yang tak sempat kucicipi ;(
Tapi kata kawanku yang hamil muda, eeuuunaak tenan.
Ada banyak hotel yang tersebar di Tanjung Pandan, hanya yang perlu kuingatkan, sebaiknya kita sudah punya rujukan kalau mau berlibur ke Belitong khususnya Tanjung Pandan - Manggar - Gantong. Sebab sudah banyak hotel yang menyediakan paket liburan super murah, mereka biasanya bekerjasama dengan pihak travel. Boleh menghubungi Pak Tarmizi, kami memanganggilnya Bang Mizi *masih muda dan sangat bersahabat... beliaulah yang setia mengantarkan kami kemana-mana selama di Belitong.

Jalan sedikit dari tempat kami menginap, ada Museum Timah yang berhadapan langsung dengan RSUD Tanjung Pandan. Sayangnya aku tak bisa masuk ke Museum tersebut, sebab setiap tiba diseputarannya hari selalu diujung petang, sudah tutup. Begitu pula kalau pagi harinya, berangkat ke tempat tugas pagi buta, jadi Museumnya masih belum buka.

RSUD Kabupaten Belitong, tampak samping.
Lokomotif ala Museum Timah.
Tampak depan, Museum Timah.

Lanjut, jalan lagi, kita bisa melihat bangungan tua peninggalan Belanda, namanya Eks. Rumah Tuan Kuase. Di depannya ada Masjid Megah, namun sayang tak ada difotoku dan akupun lupa namanya.

Penampakan plank namanya.
Bangunan Tua yang tampak terawat.
Saat aku asyik mengambil foto-foto bangunan yang kuanggap 'sesuatu' disekitar tempat kami menginap, Bang Mizi langsung menawari untuk berkeliling kota imut Tanjung Pandan sore itu. Maka inilah yang kutemukan selanjutnya. Tampak sebuah gedung tua yang dimultifungsikan sebagai tempat olahraga atau gelar seni, orang sana menyebutnya GEDUNG NASIONAL.

Ada yang sedang khusuk menikmati senja.
Banyak sampah di halamannya. 
Bangunan di depan Gedung Nasional, lupa namanya^^
Keliling lagi ke arah pelabuhan, tengok kiri dan kanan, lihat seputaran jalannya. Ooo banyak bangunan tua dimana-mana, sampah juga tak mau kalah menyebar teronggok dipinggir jalan. Jangan tanya ini tugas siapa? Atau salah siapa? Tapi inilah yang kulihat. 

Ini di Pusat Kota Tanjung Pandan.

Sampailah kami di gerbang pelabuhan Tanjung Pandan, hhuuppps apa ini tempatnya Ikal dan Aray menyebrang saat mau ke Pulau Jawa? Bukan, kurasa itu dari Manggar. Karena di Manggar juga ada pelabuhan kapal lautnya.

Khasnya pelabuhan, banyak truck.
Kapal yang merapat.
Disekitaran Pelabuhan,
tampak  spanduk LASKAR PELANGI.
Berakhir sudah acara menyusuri kota Tanjung Pandan senja itu. Yang terekam dalam benakku, Tanjung Pandan sebuah kota kecil yang sudah ada sejak zaman Belanda dulu, saat Timah mencapai puncak kecayaannya dikelola oleh pihak asing. Sekarang masanya sudah berganti, meski Timah masih bisa ditemukan disepanjang pantai Belitong tapi pengelolaannya sudah dikerjakan secara perorangan. Tak ada lagi perusahaan asing yang mendominasi, runtuh seiring majunya pemikiran anak negeri. Tapi belum berhasil juga PEMDA setempat mengelolanya secara optimal. Barangkali, masih butuh waktu.

Lain hari kami berburu ikan dan cumi-cumi di Pasar Baro', melanglangbuana mencari segepok oleh-oleh dan mendampingi Ibu Titi yang tertarik dengan kerajinan Batu Satam. Pada kesempatan lain kamipun menghabiskan senja di beberapa Pantai kenamaan sekitaran Tanjung Pandan, 30-45 menit kearah luar kota, tapi berlawanan arah dengan Kabupaten Belitong Timur. Semoga bisa kulanjutkan esok hari.

Ini nomor handphone Bang Mizi 0818112719
Pengelola Tour & Travel di Belitong.