Senin, 14 Januari 2013

Giveaway Senangnya Hatiku: Saat Bertugas

Sebuah pengalaman yang sebenarnya sudah sering aku ceritakan di blog ini. Sudah berseri bahkan, tapi jujur aku tak pernah bosan untuk mengulangnya, mengambil sisi lain disetiap jengkal kenangan tersebut. Saat dimana pada musim haji tahun 1431 H atau bertepatan dengan tahun 2010 yang lalu aku diizinkan Allah menginjakkan kaki di dua tanah haram, dan bisa menunaikan rukun islam kelima, walaupun bukan sebagai jama'ah biasa. Karena aku diberi kesempatan naik haji gratis, tanpa bayar dan tak perlu mengantri. Pada tahun yang sama untuk bisa berangkat haji seseorang harus sudah mengantri paling tidak sejak dua tahun yang lalu, adapun sekarang antrian calon jama'ah haji khususnya Sumatera Selatan sudah sampai 2023, sepuluh tahun lagi. Dan saat itu akupun mendapat uang honor dari tugas yang dijalankan. Yang jumlahnya lumayan, kalau dibelikan motor bebek merk ternama uangnya masih ada kembalian. Nah kenapa ujung-ujungnya ngomongin duit yak? Ini imbas rasa senang dihati. Pokoknya Subhanallah dech, syukur Alhamdulillah...
 
Alkisah, aku berangkat sebagai Petugas Kesehatan Haji Indonesi, tepatnya sebagai dokter kloter 31 JKG. Tugasku saat itu adalah sebagai koordinator kesehatan kloter yang harus mengurusi 450 orang jama'ah dan didampingi oleh 2 paramedis yang lain. Bayangkan kami bertiga harus mengurusi begitu banyak orang. Berat rasanya, tapi karena aku yakin bahwa ini adalah tugas mulia maka aku tetap bersemangat. Apalagi menjadi dokter kloter atau sering juga disebut TKHI (tim kesehatan haji Indonesia) adalah impianku sejak zaman kuliah dulu. Namun karena saat tamat aku sudah menikah dan sulungku masih batita maka keinginan tersebut hanya aku pendam. Anak kedua lahir tak sampai dua tahun kemudian, dan dengan komitmenku untuk tetap memberikan ASI sampai umur 2 tahun, maka niatan untuk ikut seleksi TKHI belum juga bisa kuwujudkan. Tahun berikutnya saat ananda belum disapih, suami masih berat mengeluarkan izin. Maka tiba masanya Hamas berumur 5 tahun, barulah suami berkenan memberiku izin, lama ya, tapi justru izin suamilah kata kuncinya, maklum masa tugasnya 40 hari.

Awalnya memang suamiku berat melepasku berangkat sendiri ke sebuah Negeri yang jauh dalam waktu yang lama, tapi aku berhasil meyakinkan. Sumber kekhawatirannya adalah karena aku punya penyakit ashtma, sedangkan tugas selama disana terkategori berat dan cuaca yang sangat ekstrim. Panas dan dingin yang berbeda dari Indonesia. Alasan yang masuk akal bukan? Aku sebenarnya juga tak kalah cemas, tapi aku mengantisipasi semuanya dengan persiapan yang matang. Ibarat mau perang, amunisiku harus yang terbaik dan juga harus menguasai medan. Olahraga teratur, bawa habattussauda, spirulina dan kopi Radix untuk menjaga stamina selama disana. Sedangkan untuk berjaga-jaga aku tetap membawa inhaler, obat ashtma pamungkas yang disemprotkan bila terjadi serangan. Dan alhamdulillah selama disana, kesehatanku justru paripurna. Jangankan ashtma, batuk filekpun tak kebagian, bukannya aku termasuk golongan onta atau tiang listrik lho, secara katanya semua jama'ah haji pasti mengalami batuk filek, kecuali onta dan tiang listrik, hiiii... Tapi sungguh, para jama'ahpun banyak yang heran, kenapa aku tak kena batuk filek seperti kebanyakan mereka, bahkan ada yang sampai berulang kali. Ini bisa jadi karena banyak yang mendo'akanku dan yang pasti karena Allah sudah menunjukkan Maha Kuasanya.
  
Dan seperti yang kita ketahui haji itu adalah satu bentuk ibadah fisik. Artinya semua rangkaian ibadah selama di sana sangat mengandalkan kesehatan dan kebugaran jasmani. Saat berangkat sebagai petugas tanggung jawabku adalah membantu para jama'ah untuk tetap sehat saat menjelang, puncak haji dan sampai kepulangannya. Sebuah kebahagian yang luar biasa bila kita bisa mendampingi para jama'ah melaksanakan ibadahnya dengan maksimal karena ditunjang oleh kesehatan yang baik. Karena tak semua jama'ah haji Indonesia dapat sukses menjalankan semua rangkaian ibadah selama disana, paling mereka hanya mampu berada pada zona aman. Artinya berada pada kondisi hanya bisa ikut ibadah wajibnya saja. Padahal berapa banyak biaya yang sudah dikeluarkan untuk berangkat, mencapai > 30 juta. Mau tahu penyebabnya? Umumnya ini karena kondisi kesehatan mereka yang tidak memungkinkan, sudah banyak yang lanjut usia. Jadi untuk tawaf keliling ka'bah 7 kali saja, mereka harus naik kursi roda, butuh biaya lagi. Apalagi sya'i bolak-balik Syafa ke Marwa, banyak yang tak kuat lagi. Ditambah daya ingat para lanjut usia sudah semakin menurun, akibatnya sering nyasar dan banyak lupa tuntunan ibadah haji. Och sungguh disayangkan.
 
Setiap tahunnya jumlah calon jama'ah haji Indonesia akan terus bertambah, seiring dengan kesadaran beragama yang makin baik juga tingkat ekonomi yang semakin sejahtera. Tapi yang justru memprihatinkan, jumlah yang makin banyak itu tidak dibarengi dengan mutu yang makin baik pula. Sedih bila melihatnya, banyak jama'ah haji kita yang hanya sibuk belanja. Kalau ditanya mengapa tak sholat ke Masjid Haram, alasannya kurang enak badan. Tapi kalau belanja oleh-oleh bisa dari pagi sampai malam, enak-enak saja itu badannya. Belum lagi banyak yang rajin mengeluh. Cuaca panas dikeluhkan, antri kamar mandi mengeluh, makanan tak sesedap di Indonesia bisa jadi bahan keluhan berkepanjangan. Kasiankan, jadi hilang rasa syukurnya.

Terlebih pada puncak haji saat fase wukuf di Arafah, Musdhalifah dan mabid 3-4 hari di Mina. Totalnya hanya 5 hari saja pelaksanaan ibadah wajib. Secara lebih jelas pernah kuceritakan disini. Sedangkan sisa waktunya untuk serangkaian ibadah sunnah yang memang sangat menggiurkan pahalanya. Coba renungkan, satu kali sholat wajib di Masjidil Haram, Mekkah sama dengan 10.000 sholat dimasjid biasa. Sedangkan untuk sholat di Masjid Nabawi, Madinah itu setara 1.000 kali. Sebuah keutamaan yang tak selayaknya dilewatkan. Maka bila suatu saat kita berangkat haji, usahakan saat masih muda, agar selama disana bisa optimal beribadahnya bahkan bisa menolong orang lain. Biasanya jama'ah yang masih muda akan lebih banyak melakukan ibadah-ibadah sunnah selama disana karena fisiknya lebih bugar dan kesehatan badannya lebih terjaga.   

Tapi tidak semuanya begitu, banyak juga jama'ah haji yang tetap semangat dalam beribadah selama disana. Sering sulit sekali ketemu mereka di Maktab karena dari sebelum subuh sampai setelah Isya beribadah di Masjidil Haram. Ya, saat di Mekkah kami mendapat Maktab yang jaraknya sekitar 2 Km, jadi tanggung memang kalau mau bolak-balik. Ada juga angkutan, tapikan mesti tambah ongkos, belum lagi cuaca yang memang jauh lebih panas dibanding di Indonesia. Jadi memang kalau aku selaku jama'ah yang leluasa beribadah sunnah, pasti juga memilih banyak-banyak berada di Masjidil Haram, menggunakan aji mumpung, mumpung di Mekkah, kapan lagi. Namun aku sadar, kondisiku berbeda, bila ingin ke Masjidil Haram harus lihat situasi dan kondisi kesehatan para jama'ah dulu, kalau aman baru bisa berangkat. Dan itupun harus gantian dengan petugas yang lain. Namanya petugas, berada di sana adalah dalam rangka tugas, mendampingi para jama'ah haji. Setiap hari selama di Mekkah bisa ke Masjidil Haram pada satu waktu sholat saja sudah bersyukur. Itupun dalam kondisi yang sangat beragam, ada yang mengambil waktu subuh, berangaktnya tengah malam, sekitar jam 2. Atau pada waktu dhuha sampai dzuhur. Biasanya aku pergi bersama dengan rombongan jama'ah yang lain. Kadang lihat mereka jalan bareng suami atau orangtuanya, aku suka sedih sendiri. Tapi aku yakin suatu hari aku akan datang lagi kesana, tidak sendiri lagi dan bukan sebagai petugas. Do'akan ya...

Dan bila berkisah tentang Madinah, membuatku banyak merenung tentang peristiwa hijrah. Ternyata jarak antara Mekkah ke Madinah itu jauh. Kalau naik bus sekitar 7-8 jam perjalanan. Selama dalam perjalanan menuju ke Madinah, aku merasakan suasana yang mengharu biru. Membayangkan sosok Nabi Muhammad yang Agung bersama para sahabat saat peristiwa hijrah, mereka hanya berjalan kaki, sebagian dengan naik onta. Sejauh mata memandang hanya gurun pasir dan batu cadas, panas terik sangat menyengat. Apalagi mereka harus berangkat dibawah kejaran kaum kafir Quraysi, sungguh peristiwa yang luar biasa. Dan aku selalu terkesima kalau mendengar atau membaca cerita hijrah. Sangat fenomenal. Wajarlah bila dianggap sebagai tonggak babak baru dakwah Nabi. 
 
Maka saat kloter kami sampai di Madinah, aku sungguh kagum dan terpesona. Begitu damai. Kota yang bersih, tertib dan sangat bersahaja. Aku langsung jatuh hati. Rasa segera ingin beristirahatpun hilang, dikalahkan oleh hasrat untuk berziarah ke makan manusia paling mulia, Nabi Akhir zaman. Makam Nabi Muhammad, SAW tersebut terletak di salah satu sudut masjid Nabawi. Didukung dengan jarak antara Maktab dengan masjid Nabawi hanya 200 m saja. Kubah masjid bahkan terlihat jelas dari Maktab kami, suara adzanpun terdengar keras. Pokoknya semua jama'ah kloter kami langsung sehat sampai di Madinah. Bukan berarti tak ada jama'ah yang sakit. Ada, tapi tak banyak, rata-rata aman terkendali. Ada satu jama'ah kloterku yang sejak awal datang ke Madinah sampai menjelang pulang ke tanah air harus rawat inap di BPHI karena ashtmanya anfal dan paru-parunya gagal mengembang sehingga selalu perlu dipasang oksigen. Hal ini dipicu juga oleh cuaca dingin di Madinah saat itu yang mencapai 6 derajat Celsius, dingin menusuk sampai ke tulang. Aku yang juga ashtma sangat bersyukur bisa bertahan dicuaca yang sangat dingin itu.

Bersama Nenek Halimah, seorang jama'ah yang berumur 80 tahun,
yang rajin menyambangiku ke Posko Kesehatan. 
Jama'ah tertua dikloterku adalah Nenek Zahro, 90 tahun, sudah lumpuh dan pikun, berangkat bersama anak dan menantunya.

Bersama dua Nini yang selalu semangat ke Nabawi, Nenek Jamilah dan Nyai Masayu.
Jangan tanya umurnya ya karena aku lupa mencatat :D


Berada di Madinah hanya 8 hari, semuanya untuk serangkaian ibadah sunnah. Ziarah ke makam Nabi, ke Raudhah dan sholat wajib selama 40 waktu di Masjid Nabawi (ini yang dikenal dengan sebutan sholat Arbain). Entah karena senang hampir pulang ke tanah air, atau senang karena leluasa bisa ke Masjid Nabawi tampa khawatir tersesat, umumnya jama'ah kloterku jadi sehat dan segar. Mereka bahkan bersemangat bisa ikut sholat Arbain di Masjid Nabawi. Aku juga luar biasa bahagianya, karena semua jama'ah sehat artinya aku bisa leluasa selama di Madinah. Mana lagi memang managemant penanganan jama'ah yang sakit sangat berbeda dengan di Mekkah. Kalau ada jama'ah kloter yang perlu diinfus, maka aku harus langsung merujuknya ke Sektor, dari sanapun biasanya langsung dibawa ke BPHI (Balai Pengobatan Haji Indonesia). Rangkaian kemudahan dari Allah yang sangat aku syukuri. Akupun puas berpetualang di Madinah. Ke Raudhah, ikut shalat Arbain, kepasar kurma, pokoknya puncak bahagianya aku adalah saat berada di Madinah ini. 

Sejujurnya saat bertugas sebagai dokter kloter inilah yang paling membuat hatiku senang, sepanjang sejarah menjalani tugas keprofesian ini. Dan akhirnya berangkat dari pengalamanku bertugas ini, sepenuh hati aku menghimbau kepada semua sahabat blogger agar meniatkan diri untuk bisa berangkat haji selagi masih muda. Selanjutnya usahakan segera mendaftar sesegera mungkin sesuai dengan kemampuan. Jangan menunggu ada kelebihan rezky baru mendaftar, tapi sebaliknya dengan mendaftar haji, Insya Allah akan diberikan keluasan rezky. Karena tugas kita adalah menjalankan serangkaian proses memantaskan diri untuk menjadi tamu-Nya di Baitullah. Sempurnakan do'a-do'a kita untuk menuju kesana. Soal giliran tahun berapa kita akan berangkat haji, serahkan hanya pada-Nya.


ga amazzet
Artikel ini diikutsertakan dalam Giveaway Senangnya Hatiku.

23 komentar:

Nurmayanti Zain mengatakan...

Masya Allah, jadi termotivasi untuk bisa berangkat haji nih :) ehem ehem...

Mbaaaaak, aku kirim email. Cek ya! Berkenaan tentang endorsment hihi ^^ tengkyu loh mbak #pelukcium

Unknown mengatakan...

membaca ceritanya membuat saya semakin bersemangat menjadi TKHI juga... semoga bisa cepat terwujud... amin...

Lidya Fitrian mengatakan...

lebih mudah agar lebih sehat gitu ya mbak

Pakde Cholik mengatakan...

Alhamdulillah, kegiatan mulia yang bernilai ibadah Insya Allah barokah.
Semoga berjaya dalam GA
Salam hangat dari Surabaya

Indra Kusuma Sejati mengatakan...

Sebuah cerita pengalaman yang mengasyikan. Dan dapat menjadikan suau pedoman pembelajaran untuk kita semua.

Bila niatan sudah terpasang dengan serius, maka akan selalu ada jalan kemudahan dalam melakukan perjalanan ibadah menuju rumah Alloh ya mba.

Semoga sukses dan berhasil dalam GA nya.

Sukses selalu
Salam Wisata

lovely mengatakan...

mudah mudahan ane di beri kesempatan juga untuk berangkat haji...thanks postnya..salam kenal

Della mengatakan...

Subhanallah.. iya ya Mbak, kata Mamaku juga di sana dinginnya tuh bener-bener nusuk tulang. Mama juga masih takjub sampai sekarang, kok beliau bisa tahan, padahal di Jakarta kena AC 27C aja beliau langsung masuk angin :)
Pertolongan Alloh ya Mbak :)

ESSIP mengatakan...

membayangkan dengan membaca artikelnya saja saya merinding dan pingin nangis Yunda, apalagi bisa keturutan kesana..

semoga saja saya menjadi salah satu yang terpilih mencium tanah suci-Mu ya Rabb..

Penghuni 60 mengatakan...

tugasmu begitu berat mbak, tp jg begitu mulia...
semoga semua berjalan lancar ya... begitupun dgn GA nya
^_^

Akhmad Muhaimin Azzet mengatakan...

Alhamdulillah..., betapa senang dan bahagianya ya, Bu, mendapatkan tugas yang mulia sekaligus dapat beribadah haji di tanah suci. Sungguh, saya ikut bahagia membacanya. Maka, secara resmi artikel di atas saya nyatakan TERDAFTAR.

Terima kasih banyak ya, Bu. Salam hangat dari Jogja.

Dhymalk dhykTa mengatakan...

Subhanallah jd makin termotivasi ke baitullah, smg dimudahkan

Staff Administrator mengatakan...

Sarat pesan dan makna atas pengalaman yg di jalani mbak...
Semoga menjadi ladang pahala buat para pembaca dan penulisnya..

Sukses ya buat GA nya :)

yuniarinukti mengatakan...

Subhanallah saya jadi ingin bisa berangkat ke sana Mbak, jadi merinding sendiri membayangkan saat menapak kaki di tanah haram :)

Alaika Abdullah mengatakan...

sungguh sebuah pengalaman indah, menakjubkan dan membahagiakan ya mba, sebuah kesempatan yang tak dimiliki setiap orang.

Sukses untuk GAnya yaaa... :)

mas WARAS mengatakan...

Semoga Langkah Kebaikan selalu berjalan diring keihklasan, dan terus berbagi pengalaman untuk sahabat sahabat...

Bintang mengatakan...

Yundaaaa...selamat ikutan lomba ya!
Saya bisa ngebayangin gimana senengnya menjadi petugas haji yang membantu kesehatan para jamaah. Selain pergi kesana tanpa bayar *malah dikasih uang saku*, kita juga bisa menanamkan banyak benih kebaikan berupa membantu kesehatan mereka...

Semoga suatu hari nanti Yunda dan keluarga bisa melaksanakan ibadah haji kembali dengan keluarga tercinta.
Amin.

Mulyani Adini mengatakan...

kakak Dini selalu bertanya, ibu di haji itu jauh ya.
Trus harus punya uang berapa.

Pertanyaan yang sangat bermakna. Subhanallah ya Yun...rasanya bisa menginjakkan kaki kesna untuk niat suci rasanya senang tidak tergantikan.

Elsa mengatakan...

senengnyaaa kalo ditugaskan ke tanah suci ya
bisa ibadah sambil bertugas, membantu sesama pula

dobel dobel pahalanya
hehehhee

D I J A mengatakan...

suatu hari Dija juga mau ke Nabawi
ke taman surga

Ave Ry mengatakan...

Huuuu., saya mau juga (T.T)/

Di tagin dulu ah, semoga dalam waktu dekat di ijabah :)

vizon mengatakan...

Berangkat haji adalah salah satu impian terbesar saya yang ingin segera diwujudkan.. Entah kenapa, setiap kali melihat pemberitaan tentang haji, atau membaca tulisan tentang perjalanan haji, ada getaran dahsyat di hati saya, termasuk tulisan ini..

Selamat yang Mbak, sudah merasakan kebahagiaan ini. Semoga saya pun bisa merasakan kebahagiaan yang sama, suatu saat kelak..

Susi Susindra mengatakan...

membacanya dengan asyik. terbuka pengetahuan tentang profesi dokter haji.
semoga kelak aku bisa berhaji. antrean di jepara juga sudah sampai 2013.

Vertical blind mengatakan...

asik yah, menyelam sambil minum air. aku jadi kepengen seperti itu.