Jumat, 28 September 2012

Di Sudut Nabawi

Catatan Perjalanan.

Langit Madinah begitu biru siang itu. Tinggal dua hari lagi waktu yang tersisa bagi kami untuk berada disini, di Kota Nabi. Sungguh terasa singkat enam hari yang telah berlalu. Luar biasa menggembirakannya keadaan jama'ah kloterku selama di Madinah. Semua tenang, sehat dan merasa nyaman. Sampai-sampai mereka enggan pulang, maunya minta tambahan hari untuk lebih lama berada di Madinah. Ini yang selalu mereka katakan saat berjumpa denganku, baik ketika hendak berangkat atau sepulang dari sholat di Nabawi. Situasi ini sangat berpengaruh baik pada kami sebagai petugas, kami yang sejak awal bersepakat untuk mengutamakan tugas, tak mau memaksakan diri untuk menunaikan arba'in seolah mendapat peluang berlimpah untuk bisa menjalankan ibadah sunnah di masjid nabi. Banyak keadaan yang justru sangat mendukung. Hotel yang teramat dekat dengan Nabawi, jama'ah  yang semuanya bahagia dan tak perlu pemantauan ekstra membuat kami bisa leluasa bolak-balik ke Nabawi kapan saja.

Bahkan untuk ke raudah, yang awalnya aku pesimis. Berharap bisa dua kali saja ke raudah selama delapan hari di Madinah adalah sebuah keberuntungan. Tak dinyana aku malah bisa dua kali dalam sehari ke raudah, walau tak setiap hari, sebab kadang kala hanya bisa sekali sehari. Biasanya bersama para jam'ah ibu-ibu aku berangkat sebelum subuh, menuju babbun nisa (pintu khusus wanita) meringsek ke shaff terdekat dengan pintu masuk (menuju) raudah. Pengalaman di hari pertama kedatangan, saat pertama kalinya diantar petugas maktab bersama rombongan se-kloter. Saat itu aku terkesima betapa berlikunya jalan menuju ke raudah. Dan karenanya ingin kuulangi lagi dan lagi. Alhamdulillah bisa kesampaian...

Jama'ah perempuan hanya punya tiga waktu untuk bisa masuk ke raudah, ba'da subuh sampai menjelang dzuhur, ini harus menunggu beberapa saat sebab biasanya baru menjelang jam tujuh pagi jama'ah perempuan boleh masuk raudah. Waktu yang lumayan panjang, aku suka sekali memanfaatkannya. Selanjutnya antara dzuhur-ashar. Waktu yang sangat sempit, aku bahkan belum mencobanya. Yang terakhir ba'da ishya sampai menjelang jam sebelas malam. Karena ada seorang petugas Indonesia yang mengajariku, makanya aku jadi tahu keunggulan masuk ke raudah di waktu ini. Caranya jangan datang sejak ba'da ishya, karena masih ramai dan antrianpun akan sangat lama. Tapi kata beliau datanglah diatas jam sepuluh malam, saat pintu raudah hampir ditutup, biasanya sepi dan kalau kita sudah masuk bisa lebih lama. Sebab kalau kita sudah di dalam, tak ada pengusiran lagi dijam-jam ini. Dan akupun sudah membuktikannya. Biasanya aku pergi bersama satu atau dua orang jama'ah perempuan yang memang ingin bisa ke raudah berulang kali, mumpung masih di Madinah.

Maka ketika secara mendadak aku tak bisa masuk Nabawi untuk sholat apalagi ke raudah di hari-hari terakhir, sungguh nestapa buatku. Aku sudah meminum pil penunda haid lebih dari sebulan, dan memang berhasil membuatku bisa mengikuti semua ritual wajib haji di Arafah-Musdhalifah-Mina juga di Mekkah, thawaf dan sa'i semuanya berjalan lancar. Keluhan mual, sakit sendi, pusing sebagai efek sampaing yang banyak dikeluhkan orang juga tak kualami. Alhamdulillah... Maka ketika dua hari terakhir pil itu tak ampuh lagi buatku, akupun merasa wajib untuk tetap membumbungkan syukur. Walau jujur aku sedih. Tinggal dua hari lagi, hikss... Tapi saat kusadari Allah sudah memberiku begitu banyak, bahkan lebih dari yang aku harapkan, maka aku tak boleh berkesah, rasa syukur itu tak boleh berkurang semikronpun.

Dan saat semua jama'ah berangkat untuk menunaikan sholat dzuhur yang ke tujuh di Nabawi, aku tak mau ketinggalan. Aku tetap bergegas, walau harus puas sampai di pelataran teras masjid saja. Jeda antara iqomah dan adzan yang mulai kuhafal, cukup panjang, aku masih berbaur dengan banyak jama'ah, karena memang banyak dari jama'ah yang tak muat lagi sholat di dalam masjid, bisa sholat di teras Nabawi sudah suatu kebahagiaan. Dan saat takbir dimulainya sholat dzuhur terlaksana, aku baru menyadari ternyata bukan aku saja yang tak sholat di sudut Nabawi siang itu. Ada beberapa perempuan/ibu dengan pakaian khas daerah atau negara masing-masing.

Aku menghampiri salah satu dari mereka, mencoba membuka percakapan dengan bahasa tarzan. Intinya aku menanyakan, apakah mereka juga sedang berhalangan sehingga tak ikut sholat berjama'ah? Dan tanpa kata, Ibu yang ternyata dari Pakistan tersebut membuka jubahnya. Mengeluarkan seorang bayi. Apa? Mataku terbelalak. Itu bayi merah. Artinya bayi itu lahir baru beberapa hari yang lalu? Dan si Ibu mengiyakan. Bayi itu di lahirkannya di sebuah RS yang ada di Mekkah seminggu setelah wukuf di Arafah, dan kini masuk dua minggu umurnya. Allahu Akbar!!! Aku tak bisa menguntai kata, karena memang aku juga tak tahu apa yang harus aku ucapkan dalam bahasa yang dimengertinya. English katanya dia tak faham, aku juga. Arab apalagi, makin jauh.

Bayi Pakistan dalam dekapan :D

Akhirnya aku minta izin pinjam bayinya, aku timang, lalu minta difotokan. Dan selanjutnya sibuk berdialog dalam hati. Ooocchhh jama'ah haji Indonesia mana ada yang boleh berangkat kalau ketahuan hamil? Hamil muda saja, langsung di minta mundur. Apalagi hamil tua yang jelas-jelas terlihat. Sementara hamil sebenarnya bukan halangan dalam beribadah bukan? Takut merepotkan petugas medis? Kurasa tak beralasan, ada banyak ibu hamil justru kuat dan tak banyak keluhan, mereka sehat dan sangat termotivasi dalam beribadah. Lalu? Acch, kalaulah diperkenankan, aku iri pada ibu Pakistan ini, yang bisa melahirkan di Mekkah, setelah menunaikan rukun islam kelimanya. Tapi kita tak boleh iri kan yaaa... Semoga kebijakan haji Indonesia bagi jama'ah perempuan kelak akan berubah, dan wanita hamil boleh naik haji asal sehat dan kuat.

20 komentar:

Asep Haryono mengatakan...

Dalam terminologi barat kata Iri tentu diartikan beda. Antara "Envy" dengan "Jealous" walaupun keduanya sama sama berarti "iri"

Kalaw "Jealous" itu artinya IRI dalam artian yang kurang baik atau negatif. Misalnya ada orang pacaran, dan kita "iri" kepada salah satu pasangannya.

Sedangkan "envy" adalah iri yang positif. Kok bisa iri positif? Karena yang diirikan adalah "prestasi". Jadi boleh saya kira iri kepada orang yang banyak ibadahnya kepada Allah SWT.

Ririe Khayan mengatakan...

Melahirkan saat ibadah Haji..subhanallah, luar biasa. DAntentunya jd hal yg istimewa bagi si anak tsb.

KAlau di Indonesia, bahkan naik pesawat pun gak boleh jika usia kehamilan udah 7 bulan ke atas tuh Mbk

Indra Kusuma Sejati mengatakan...

Mungkin iri dalam artian yang negatif itu yang dilarang Mba. namun iri dalam pengertian yang positis itu malah kita dianjurkan. Karena dapat sebagai motofasi untuk mendorong diri kita melakukan ke arah yang lebih baik untuk berani melakukannya. Namun, masih sebatas tidak melanggar hukum agama.

Sukses selalu

Salam,

Akhmad Muhaimin Azzet mengatakan...

berdesir hati saya, hmmm... melahirkan saat beribadah haji, subhanallah walhamdulillah....

semoga suatu saat kebijakan endonesia ini bisa diubah

imamboll mengatakan...

baru kali ini saya mendengar berita sepertin ini bunda

benar benar bayi ajaib itu ^^

Risablogedia mengatakan...

Subhanallah... T.T

Enny Mamito mengatakan...

Subhanallah..melahirkan saat menunaikan ibadah haji sgt luar biasa :)

Nchie Hanie mengatakan...

Lutu nya bayi pakistan itu..
hebat ya bisa melahirkan pas menjalankan ibadah haji, Amazing..!!

Iri dalam hal kebaikan boleh saja Mba Keke..!

A. Y. Indrayana mengatakan...

subahanallah ... bener-bener indah pada masanya ..
melahirkan bayi saat sedang haji ...

iya juga yaa... tergantung dari orangnya itu sendiri ...
hamil bukan alasan untuk beribadah haji ..

hilsya mengatakan...

mungkin kalo aku yg dilarang sih gapapa.. karena ngerasa suka ngerepotin *tutup muka*

aku kira, pelarangan wanita hamil itu berkaitan dg imunisasi meningitis.. ada hubungannya ga sih?

ESSIP mengatakan...

Hmm.. jika membaca artikel-artikel cerita haji, makin membuat saya ingin juga berangkat kesana. Tapi bisa enggak ya Yunda? entahlah, semoga seja setidaknya saya bisa kesana meski cuma sekali dalam hidup saya

Error Mode mengatakan...

subhanallah... sebuah anugrah yang tak terduga bisa melahirkan di makkah :)

HP Yitno mengatakan...

Ceritanya membuatku ingin kesana juga sob. Menunaikan ibadah haji.

Penggemar Setia mengatakan...

Subhanallah, semoga si bayi itu sehat dan menjadi anak sholehah.

Kita tak boleh karena menjaga agar tak terjadi hal-hal yang tak diinginkan, itu juga untuk kepentingan ibu dan si calon bayi.

Terima kasih artikelnya jeng.

Salam hangat dari Surabaya

Anonim mengatakan...

Ya Allah, mampukan aku;
- berziarah ke Mekkah dan Madinah,
- bersujud di depan Kabah
- berlari kecil diantara Syafa dan Marwah
- Bersimpuh di Arafah
Sungguh, hati ini merindu Baitullah..

BlogS of Hariyanto mengatakan...

sampai sekarang, masih sering timbul pertanyaan dalam hatiku, kenapa orang hamil dilarang ikut ibadah haji ...alasannya klise sekali, katanya bisa menghambat ibadah haji, padahal setahu saya..bukankah orang hamil itu malah tidak mendapat halangan sama, termasuk juga tidak haid, sekali saat beribadah haji, ..jadi seharusnya mereka itu diperbolehhkan ikut ibadah haji..karena tidak harus miunum pil penunda haid lagi,
dan peraturan ini apakah juga berlaku di negara lain...entahlah...tetap postive thingking sajalah :)

kakaakin mengatakan...

Huhu... saya juga iri dengan kisah ini...
Semoga kelak saya juga berkesempatan berangkat ke sana, sebagai petugas atau berangkat sendiri :D

bunda Lily mengatakan...

iri yang positif khan ada juga Yunda dan bunda rasa di perbolehkan :)

Subhanallah...................kebahagiaan yg berlipat2 pasti dirasakan oleh ibu Pakistan itu ya Yunda
Rahmat dan karunia Allah swt memang tanpa batas ....
salam

Lidya Fitrian mengatakan...

justru sedang hamil kadang punya kekuatan lebih ya mbak. ngiri nih mudah2an aku juga bisa kesana ya

obat panas lambung mengatakan...

semoga menjadi informasi yang bermanfaat
salam kenal

NANGKRING.
obat tradisional lambung.
OBAT SAKIT GIGI ANAK .