Sepanjang usia aku belum pernah terlibat langsung
atau tak langsung dengan yang namanya tawuran. Aku menghabiskan masa SMP dan SMA di Bandar Lampung, sebuah kota kecil yang pada awal tahun 90-an masih sangat adem, ayem dan jauh
dari yang namanya hiruk pikuk aktivitas mertopolis. Namun sepanjang pengetahuanku *yang jelas terbatas ini... tawuran adalah perkelahian massal, atau perkelahian beramai-ramai
(2008, KBBI). Sedangkan perkelahian yang asal katanya kelahi adalah pertengkaran adu kata-kata atau adu tenaga. Belum mengarah
pada tawuran bukan? Maka aku coba menggali lagi, masih KBBI, aku dapatkan arti
kata perkelahian yang disama artikan dengan perjuangan. Katanya disana
perjuangan adalah perkelahian
atau peperangan merebut sesuatu, atau disetarakan juga dengan peperangan, atau
suatu usaha yang penuh dengan kesukaran dan bahaya.
Yang perlu kita garis bawahi dari arti kata
perkelahian massal yang mendasari sebuah bentuk tawuran ternyata sudah ada
sejak lama, tawuran bukan merupakan hal yang baru. Lalu mengapa seolah hanya
sekarang saja kita merisaukan isu maraknya tawuran? Bahkan zaman awal
peradaban manusiapun tawuran sudah ada. Dalam bahasa yang sedikit berbeda, yaitu perang.
Perang dilakukan secara massal dan untuk memperebutkan sesuatu juga bukan? Sama
artinya dengan perkelahian yang dilakukan secara massal sekarang ini meski kita
lebih mengenal dengan bahasa tawuran. Bahkan Panglima Besar Jendral Soedirman
melakukan perang demi memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Beliau tentu melakukan perang tidak sendirian, berkelompok dengan strategi grilya. Itu artinya
Indonesia tidak akan merdeka tanpa proses peperangan atau perkelahian massal.
Jadi siapa bilang perkelahian massal itu tidak penting? *diucapkan dengan nada berapi-api dan sambil mengelap peluh...
Dan belakangan ini kita dihebohkan dengan susul-menyusul berita tawuran yang terjadi di Seantero Negeri. Terkhusus di kota-kota
besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran memang lebih sering
terjadi. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992
tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus
dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban
meninggal 13 pelajar dan dua anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus
yang menewaskan 15 pelajar serta dua anggota Polri, dan tahun berikutnya korban
meningkat dengan 37 korban tewas. Nyata terlihat dari tahun ke tahun jumlah
perkelahian dan korban cenderung meningkat.
Sementara menurut catatan Polda Metro Jaya tahun 2011
lalu, jumlah korban aksi tawuran pelajar lebih banyak dibandingkan
tahun 2010. Hingga September 2012, jumlah korban yang meninggal sebanyak
5 siswa, sedangkan tahun 2011 jumlah korbannya 4 siswa. Komisi Nasional
Perlindungan Anak juga mencatat sejak tahun 2011 korban akibat tawuran pelajar
mencapai 339 kasus, dengan korban tewas mencapai 82 korban. Jumlah itu
meningkat tajam dari tahun 2010 yaitu sebanyak 128 kasus. Cukup menyeramkan, tapi tak selesai kalau cuma bergidik prihatin, harus ada langkah kongkret.
Kalau perkelahian merupakan salah satu metode yang digunakan oleh manusia untuk menunjukkan kemampuannya, menguasai, dan merebut sesuatu. Sebenarnya itu menjadi satu hal yang bisa mendorongan kompetitif positif. Lalu sebenarnya apa yang salah dengan tawuran yang makin marak terjadi saat ini? Ternyata situasi dan kondisinya memang salah besar, penempatannya yang sudah pasti melanggar norma. Dan ini yang menyebabkan banyak terjadi efek negatif dari tawuran tersebut. Tawuran sendiri secara umum di masyarakat sering dikaitkan dengan perkelahian yang dilakukan oleh pelajar, padahal banyak juga yang terjadi di lingkungan Kampus, seperti yang kemarin di Makassar. Dan bisa juga terjadi tawuran antar kampung, atau antar suku. Karena memang banyak faktor yang mendorong terjadinya tawuran, mulai dari faktor sosiologis, budaya, psikologis, hingga kebijakan pemerintah.
Kalau perkelahian merupakan salah satu metode yang digunakan oleh manusia untuk menunjukkan kemampuannya, menguasai, dan merebut sesuatu. Sebenarnya itu menjadi satu hal yang bisa mendorongan kompetitif positif. Lalu sebenarnya apa yang salah dengan tawuran yang makin marak terjadi saat ini? Ternyata situasi dan kondisinya memang salah besar, penempatannya yang sudah pasti melanggar norma. Dan ini yang menyebabkan banyak terjadi efek negatif dari tawuran tersebut. Tawuran sendiri secara umum di masyarakat sering dikaitkan dengan perkelahian yang dilakukan oleh pelajar, padahal banyak juga yang terjadi di lingkungan Kampus, seperti yang kemarin di Makassar. Dan bisa juga terjadi tawuran antar kampung, atau antar suku. Karena memang banyak faktor yang mendorong terjadinya tawuran, mulai dari faktor sosiologis, budaya, psikologis, hingga kebijakan pemerintah.
Setelah menyimak dan menimbang beberapa hal diatas,
maka menurut pendapatku cara mencegah dan menanggulangi tawuran antara lain adalah:
Pencegahan, sebelum terjadinya
tawuran. Seperti mencegah banjir, artinya langkah yang diambil sebelum banjir terjadi. Bahasa kesehatannya preventif. Meliputi langkah:
Menjadikan rumah sebagai tempat yang
nyaman dan sehat buat anak-anak tumbuh dan berkembang. Ada komunikasi dan
saling menyayangi didalam keluarga. Bangun keluarga berdasarkan ajaran agama
yang utuh, bukan hanya sebatas sholat dan puasa saja. Kehadiran orangtua sangat
dibutuhkan dalam pembinaan anak-anak. Orangtua, jadi bukan hanya Ibu. Sebab
disinyalir salah satu penyebab terjadi tawuran pelajar karena adanya fenomena
lapar "Ayah". Sebuah riset atas hubungan peran ayah dan anak laki
lakinya, dimana menurut Psikolog terkenal John Gottman, anak-anak yang ayahnya
tidak terlibat dalam kehidupan mereka, akan mengalami kesulitan yang lebih
besar untuk menemukan keseimbangan antara ketegasan laki laki dan pengendalian
diri.
Maka tak bosan aku mengingatkan,
mari hadirkan Ayah hebat di hati anak-anak. Sebelum masa kanak-kanak mereka
berlalu, sebelum keceriaan mereka tak terwarnai dengan kehadiran figur Ayah. Ayah hebat
adalah mereka yang dampingi anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang kokoh, mengajarkan
jiwa kesatria berakhlak syuhada tak hanya sebatas menanamkan jargon "Anak
laki-laki tak boleh nangis". Alangkah disayangkan apabila saat
pencarian jati dirinya, anak justru tak mendapatkannya dari sosok Ayah, maka
mereka akan mencari sosok lain yang bisa jadi tak layak. Sebab memang Ayah tak pernah ada saat anak-anak butuh berbagi. Bila sudah demikian
apa yang harus dikatakan.
Sejak kecil anak-anak hanya sering berinteraksi dengan
Ibu dirumah, Ibu yang mengajari mereka sabar, kuat dan berani. Hanya Ibu yang selalu ada
buat mereka. Cukupkah? Ya mungkin lebih dari cukup. Terlebih sejak memasuki
usia playgroup banyak sosok guru-guru karismatik yang juga mengajarkan
anak tentang nilai dan norma termasuk indahnya persahabatan, berbagi dan kasih sayang. Guru-guru bijak
yang juga lekat dihati anak sampai usia SD kebanyakan perempuan. Meski berjiwa
perkasa tapi mereka kurang bisa mencontohkan bagaimana menendang bola seperti
Maradona. Anak laki-laki galau dimasa mereka mencari jati dirinya. Lagi-lagi
Ayah tak ada. Maka saat ada memprovokasi untuk jadi jawara lewat tawuran
merekapun sulit mengelak.
Bila menyimak tulisanku tentang sosok Ayah, jangan
lantas menganggapku menyampingkan para yatim. Bukankah sosok Ayah juga tetap
hadir pada diri Rasulullah Muhammad, SAW yang yatim sejak masih
dalam kandungan. Ayah yang terwakili oleh Sang Kakek dan dilanjutkan oleh
Pamanda Abu Thalib. Maka buat anak yatim disekitar kita, semoga juga ada sosok
Ayah disamping mereka, bila belum maka silakan ambil peran tersebut. Menjadi Ayah
yang membanggakan buat yatim tentulah suatu keutamaan. Hingga saatnya kelak, mereka menjadi
Ayah-ayah hebat yang berhasil menghantarkan generasi terbaik. Kita bisa belajar dari
Ibrahim, AS menjadi Ayah yang bijak bestari, hingga lahir generasi pilihan
selayak Islmail, AS. Karena adanya
sosok Ayah hebat yang bisa meredakan emosi anak laki-lakinya untuk menghindar dari perkelahian massal. Anak-anak tahu bahwa jantan bin macho selayak Ayah di rumah, tak mesti turun ke jalan buat tawuran. Mengapa kutekankan pada anak laki-laki, sebab sepanjang
sejarah yang aku tahu belum ada tawuran pada anak perempuan.
Penanggulangan bila sudah terjadi
tawuran, dalam bahasa kesehatannya cara kuratif dan rehabilitatif. Kuratif itu
sebuah tindakan mengobati dan rehabilitatif meliputi fase pemulihan. Diantara
yang bisa kita lakukan adalah:
Tak hanya cukup dengan kata prihatin seperti yang dilakukan banyak pihak terkait. Tak ada gunanya juga mengecam dan melarang tawuran tanpa memberikan solusi efektif
sesuai dengan gejolak remaja. Apalagi bila tawuran sudah membudaya, sulit dihapuskan. Tak akan mudah menghilangkannya. Lakukan pengarahan bertahap. Pendekatan dari semua pihat wajib untuk dilakukan. Ajak komunikasi geng atau kelompok remaja yang terlibat. Karena dalam memandang berbagai permasalahan mereka hendaklah jangan hanya
dipandang dari sudut pandang teoritis dari para ahli, namun kita perlu melakukan pendekatan dari sudut pandang sederhana pelajar
yang melakukan tawuran itu, gunakan bahasa mereka, bukan bahasa para pakar.
Yang tak kalah penting seperti mengobati sakit kepala, tak cukup dengan memberinya obat penghilang rasa sakit, justru itu menipu. Cara yang benar adalah dengan mencari penyebab sakitnya, obati langsung pada sumber sakit tersebut. Demikian juga pada kasus tawuran, mengobatinya dengan menjebloskan ‘yang dianggap pelaku’ dan mengangkat berita ini menjadi berita utama dengan dalih agar tak dicontoh justru seperti membangunkan harimau tidur. Auranya justru menyebar, banyak pelajar yang malah kebablasan ingin meniru. Maka stop pemberitaan berlebih tentang tawuran, ganti dengan berita kegiatan positif kelompok pelajar di SMA yang saat ini malah belum banyak diliput. Misal tentang gerakan pecinta alam di SMA yang punya program unggulan menanam pohon satu orang satu saat kelulusan, atau ragam acara ROHIS. Kajian tentang tips tata laksana mandi wajib atau trik anggun bergaya saat tadarusan bersama.
Sumber Gambar. Semoga dimasa mendatang, banyak foto serupa ini di media, bukan foto tawuran. |
Akhirnya, merujuk pendapat beberapa pihak bahwa penyelesaian maraknya tawuran ini bukan dengan menghapuskan tawuran. Namun mengarahkan tawuran dengan cara yang lebih kreatif. Semua pihak hendaknya tidak hanya menyalahkan dan mengecam tawuran, namun mewadahi tawuran. Mengapa tawuran dilakukan di tempat-tempat umum yang tidak seharusnya adalah karena tidak ada tempat khusus yang mewadahi tawuran itu sendiri, tidak ada pihak yang memfasilitasi aksi tawuran. Masih kurang yang peduli dengan salah satu ekspresi keaktifan dan gejolak remaja dalam proses pencarian jati dirinya dengan mengarahkan bagaimana melakukan “tawuran yang sehat”.
Bisa diawali dengan membuat agenda tawuran sesuai waktu yang dijadwalkan, dengan demikian maka tawuran dapat diawasi. Logikanya jika disediakan tempat khusus tawuran, maka tidak akan ada lagi tempat umum yang rusak karena tawuran. Jika ada pihak pemerhati tawuran, maka pelajar pun bisa melakukan tawuran dengan cerdas, penuh strategi selayak bagaimana memperoleh kemenangan dalam sebuah kopetisi. Apalagi hadiahnya sudah disiapkan, misalnya piala bergilir dari Menteri Pendidikan, beasiswa dari Menteri Pemuda dan Olahraga. Olala... Sepak bola banyak diminati oleh masyarakat Indonesia bukankah tawuranpun demikian. Jadi jika pertandingan sepak bola saja bisa dijadikan ajang nasional pemersatu bangsa, maka mengapa tawuran tidak?
Tawuran yang tidak menimbulkan korban, tidak merusak fasilitas umum, yang senjatanya dibuat dari bahan-bahan lunak seperti di OVJ dan pemenang tawuranpun dianugerahi hadiah perlu mulai diwujudkan. Ide
13 komentar:
Saya sampai setua ini juga belum pernah melihat atau mengalaminya langsung Mbak . Hanya mendengar beritanya di media saja sudah ngeri rasanya.
mari hadirkan sosok Ayah hebat hati anak-anak
saya setuju dengan statement ini ...
Jantan itu bukan berkelahi ...
Jantan itu adalah sebuah sikap yang penuh tanggung jawab dan menjunjung tinggi etika dan manners
salam saya Bu
dan satu lagi ...
masukan untuk pengelola sekolah ...
mohon dilihat dimana anak-anak ini biasa nongkrong ...
adakah alumni disana ...
karena biasanya yang suka memanas-manasi adalah alumni SMA tersebut yang sudah tidak sekolah disana tetapi tetap berkeliaran di almamaternya
salam saya
(mantan anak bulungan)
Betul Mbak Keke, kalau saja kita mendorong anak-anak agar tawuran di bidang yg sehat seperti mengembangkan kreativitas atau jadi juara, tawuran di jalanan pasti akan berkurang..
Terima kasih atas partisipasi sahabat.
Salam hangat dari Surabaya
Setuju sekali dengan ungkapan, "hadirkan Ayah hebat di hati anak-anak.." Walaupun memang tidak mudah hehe.
Berhubung belum ada elaborasi lengkap tentang konsep 'tawuran yang sehat', maka saya terpaksa tidak setuju dengan usulan ini.
Semoga berjaya di kontes Pakdhe. salam dingin dari Bogor.
Tawuran sehat itu mungkin salah satunya adalah kompetisi olah raga atau juga bisa dikatakan cerdas cermat untuk mata pelajarannya ya Mba.
Kalau dulu program itu sudah ada. Bahkan hingga ke desa, yaitu klompok tani, juga mengadu kecerdasannya dalam uji kemampuan pengetahuan.
Namun, sayang sekarang sudah tidak ada lagi acara seperti itu. Malah sekarang malah terbalik, perang kampung yang melibatkan para petani dan nelayan baku hantam, dan tawuran remaja usia sekolah ya Mba.
Semoga ini dapat memancing suatu jalan inovasi untuk keluar dari situasi delematis sekarang ini.
Sukses selalu
Salam
Ejawantah's Blog
tawuran sekarang seringkali menggunakan kekerasan dan senjata tajam, jadi sama dengan perbuatan kriminal...maka sepatutnyalah kalau para pelaku tawuran diperlakukan sama dengan pelaku kriminal...agar ada efek jera terhadap yang lainnya :)
lewat adik-adik saya, saya sedang belajar Yunda menjadi sosok ayah yang hebat :P
Hmm.. tawuran yang sehat? piye yo? jangan deh, mending ngopi bareng aja deh
sosok ayah itu penting ya mbak, banyak yang melupakan hal ini
wah miris liat banyaknya dampak negatif akibat terjadinya tawuran ini apalagi sampai kehilangan nyawa. Semoga tawuran bisa berhenti.
oh ya,
saya ngadain kontes menulis berhadiah kecil2an nih, infonya bisa dilihat diblog saya.
Ditunggu partisipasinya ya. :)
thanks
Jun_P.M
carameninggikanbadancepatalami.blogspot.com
setuju banget dengan pendapat mbak keke ini, fondasi keluarga harus kuat, semoga tawuran tidak lagi membudaya dinegeri kita tercinta ini..aman damai sejahtera...:)
Selamat ya mbak, telah menjadi Juara IV.
Salam kenal dari Blogger Semarang.
Posting Komentar