Selasa, 05 Juli 2011

Kadar Diri

Kita kini hidup pada sebuah zaman dimana banyak sekali orang terkenal, tetapi tidak mengenal kadar dirinya yang sebenarnya. Mungkin justru diri kita yang dikenal oleh orang banyak, tapi kita justru tak banyak tahu tentang diri kita yang sesungguhnya.

Kelemahan kita mungkin sesekali kita sadari, tapi potensi lebih dalam diri kita yang sejatinya bisa kita gunakan untuk mengatasi semua kelemahan kita kadang justru gagal kita kenali. Atau sebaliknya, kita begitu fokus pada semua potensi baik diri tampa mau sedikitpun peduli dengan kelemahan dan kekurangan diri. Malang sungguh, bila kita sibuk membenahi sekeliling tapi kita justru lalai membenahi diri sendiri. Bagai lilin yang menerangi, tapi diri hangus terbakar api.

Adalah seorang muslim, sejatinya dia adalah orang pertama yang harus tahu kadar dirinya. Bisa memang dengan nama kita diberi tanda, tapi semoga karena amal kita dikenal. Mungkin bisa dianalogikan, nama adalah merk, sedang amal adalah karakter. Karenanya, orang yang terkenal tapi bukan karena amalnya, ibarat merk besar tapi tak ada isinya. Saat ini aku hanya sejenak menrenung tentang sebuah makna, tentang sebuah hakikat, yang dengan ini seorang ulama besar pernah berpesan.

Singkat. Singkat saja. Bahkan terkesan sangatlah singkat. Bukan karena ia tidak punya ilmu bila jawabannya hanya sesingkat itu. Seseorang yang menemui Abdullah bin Mubarak dan meminta nasihatnya. Mungkin orang tersebut sangat berharap, mendapatkan nasehat panjang dari seorang ahli hadist, ulama besar dan ahli ibadah sekelas Abdullah bin Mubarak. Tetapi kali ini, ia hanya mendapatkan penggalan kalimat singkat ini.
"Berilah aku nasehat," kata laki-laki itu kepada Abdullah bin Mubarak.
Maka Abdullah bin Mubarak menjawab, "Kenali kadar dirimu"
Hanya itu. Nasehat pendek, tapi lebih dari cukup mewakili betapa penting kandungannya. Dan sampai kapanpun nasehat itu tetap cocok untuk siapapun, termasuk kita pada saat ini.

) 8 (

Siapakah Abdullah bin Mubarak? Semoga kisah ini bisa membantu kita untuk mengenal sosok besar yang juga ahli hadist tersebut.


Tersebutlah, seorang mantan budak kurus yang telah dibebaskan tuannya. Namanya Mubarak. Dan setelah merdeka, Mubarak bekerja sebagai penjaga kebun. Suatu hari, sang pemilik kebun berkunjung bersama beberapa orang sahabatnya. Dipanggilnyalah Mubarak, "Petikkan kami buah delima yang manis", begitu perintahnya. 

Bergegas Mubarak melaksanakan tugasnya, ia memetik beberapa buah delima dan diserahkan pada tuannya. 

Namun, ketika buah delima itu dicicipi tak ada satupun yang terasa manis. Semuanya masam. Sang tuanpun marah dan bertanya pada Mubarak, " Apakah kamu tak bisa membedakan mana delima yang manis dan mana yang masam?"

"Selama ini aku tak mendapatkan izin untuk memakan buah delima ini, aku hanya bertugas menjaga kebun ini saja. Jadi bagaimana aku bisa membedakan delima yang manis dengan yang masam?" jawab Mubarak.

Sang tuan terkejut, tak percaya, bertahun-tahun bekerja menjaga kebun itu, tapi Mubarak tak pernah memakan satu buahpun isi kebun. Maka sang tuan menanyakan hal itu kepada para tetangga kebun. Mereka semua menjawab, Mubarak tak pernah makan delima tersepun walau hanya sebuah.

Singkat cerita, selang beberapa hari kemudian, sang tuan datang lagi menemui Mubarak untuk meminta pendapatnya. "Aku hanya punya seorang anak perempuan, dengan siapakah aku harus menikahkannya?"

Mubarak menjawab dengan ketenangan yang menunjukkan kadar dirinya, "Tuan, orang Yahudi menikahkan anaknya karena kekayaannya, orang Nasrani karena ketampanannya, orang Jahiliyah karena nasab kebangsawanannya, sedangkan orang islam menikahkan karena ketaqwaannya. Maka termasuk golongan yang mana Tuan, silakan menikahkan putri Tuan dengan salah satu cara tersebut."

Sang pemilik kebun itupun berkata, "Demi Allah, aku hanya akan menikahkan putriku atas dasar ketaqwaan. Dan aku tidak mendapati laki-laki yang lebih bertaqwa melebihi engkau ya Mubarak, maka aku akan menikahkan putriku denganmu."

Subhanallah, Mubarak menjaga dirinya dari makan buah delima di kebun yang dijaganya karena belum mendapatkan izin dari sang pemilik kebun, namun akhirnya Allah justru menganugrahkan kebun beserta pemiliknya kepadanya. Balasan atas amal dan taqwanya. Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya akan menggantikannya dengan yang lebih baik. 
"Sesungguhnya, tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena rasa takut kepada Allah 'Azza wa Jalla melainkan Allah akan memberikan kepadamu yang lebih baik darinya." (HR. Ahmad)
Demikianlah, hingga dari rumah tangga yang dibina Mubarak atas dasar ketaqwaan ini lahirlah seorang Syaikhul Islam, ulama besar, ahli hadist terkenal, mujahid pemberani, seorang kaya yang darmawan yang telah mengajarkan pada kita untuk mengetahui kadar diri. Beliau adalah Abdullah bin Mubarak rahimahullah.

) 8 (

Generasi Penerus, 
Muhammad 'Abid Hamasah saat berumur 2 tahun 3 bulan. 
Semoga kadar dirimu seharum harapan dalam do'a-do'a ini.
Semoga kita adalah orang yang tahu mengukur kadar diri sendiri, sebelum mengukur kadar diri orang lain. Orang yang sibuk berbuat amal bukannya sibuk menilai amal orang lain. Bukankah Allah dan Rasul-Nya mengajarkan kepada kita untuk membangun kadar diri dengan amal nyata, bukan amalan rekayasa. Kadar diri sejati yang selamanya tak tak akan luntur diterpa fitnah bahkan tetap berkilau saat terpendam dalam lumpur.

~ Sebuah Catatan untuk Diri ~

8 komentar:

Anonim mengatakan...

sesuatu harus disesuaikan dengan kemampuan pada diri kita masing-masing ya bu,,,

Arif Bayu Saputra mengatakan...

Memang lebih bijak bila mengenal diri, setidaknya sebelum melakukan sesuatu yang berarti bagi orang lain. jawaban nya sigakat banget & mengundang penasaran.... pasti laki-laki yang bertanya terus mencari jawaban dalam dirinya

Bunda Kanaya mengatakan...

tfs

salam kenal ya bunda..

www.episodekanaya.blogspot.com

dey mengatakan...

gak usah berlebih kali ya ...

Artineke A. Muhir mengatakan...

Mabrur dan Bayu :
Iya setuju...

Terima Kasih sudah berkunjung ;)

Bunda Kanaya:

Salam kenal juga, semoga perkenalan yang membawa barokah ya...

Ibu Dey:
It's Oce Bu...
Terima Kasih ya sudah berkunjung ;)

Lyliana Thia mengatakan...

Bagaimana kita mengenal kadar diri kita ya?
mungkin harus sering2 ngaca kali ya? ngukur kemampuan diri supaya pas, nggak kelebihan dan nggak kekurangan...

makasih jg sharing nya Mba Keke... ^_^

Nia mengatakan...

sesuai kemampuan aja kali yee.....sesuai kadar masing2 biar pas hehehe

Artineke A. Muhir mengatakan...

Tia:
Oce Tia, terima kasih sudah baca dan berkunjung ;)

Mbak Nia:
Iya Mbak sesuai kadar masing-masing, berbeda satu dengan yang lain. Terima Kasih sudah sempat berkunjung ;)