Sebuah tulisan smart untuk menceritakan perubahan kutemukan dalam benda keramat, buah karya khasnya Bunda Monda di Kisahku 25 Oktober 2011. Aku memilih tulisan ini bukan karena tepat hari itu sulungku genap berusia 8 tahun. Bukan, ini justru baru kusadari saat menulis posting ini. Sebuah kebetulan yang cantik. Jujur saja saat membaca tulisan ini aku sepenuhnya tersadar bahwa seiring waktu, usia berkurang dan kitapun akan menghadapi banyak perubahan. Termasuk dalam hal ketajaman penglihatan. Tak hanya sebatas bertambah minus, tapi yang tadinya normal bisa menjadi plus. Seperti yang dialami Bunda Monda dalam sebuah postingnya tentang si benda keramat itu.
Tak sepenuhnya sama dengan kisahku, beda jauh malah. Tapi saat membaca benda keramat tersebut, aku jadi ingat kisah kaca mata yang juga menjadi benda keramat buatku. Aku mulai memakai kaca mata minus sejak kelas II SMP, entah apa penyebabnya. Namun yang kuingat saat itu aku langsung minus 3/4, kiri dan kanan sama. Merasakan mata tak mampu melihat tulisan di papan tulis walau sudah duduk di bangku paling depan. Tahukah bagaimana rasanya? Sangat tak nyaman. Dan bersyukurnya aku setelah mengunakan kaca mata, masalah itu teratasi. Sejak saat itu kaca mata menjadi sahabatku, meski awalnya terasa berat dan 'berbeda', kunikmati saja.
Seiring bertambahnya waktu, hampir setahun sekali mata terasa tak kuat melihat kejauhan, kuperiksakan dan benar saja minusku terus bertambah. Baru saat kuliah semester V, minusku menetap diangka 3,5 hingga sekarang. Dan sejak itu aku sulit dipisahkan dari kaca mata. Terasa ada yang hilang bila tak segera berkaca mata, pun sesaat setelah bangun tidur. Dan sejak itulah kaca mata menjadi semacam benda keramat buatku. Aku tak pernah bisa jauh darinya, bahkan saat tidur harus diletakkan didekat posisi kepala, agar segera kutemukan saat bangun. Segitunya, tapi memang itulah kenyataannya.
Masalah lainpun timbul, karena selalu butuh si 'benda keramat' akupun harus meningkatkan kewaspadaan. Salah satu caranya dengan menyiapkan cadangan kaca mata di rumah. Mengapa? Bukan hal yang berlebihan buat si pemakai kaca mata maniak sepertiku, ada kalanya ia lupa meletakkan kaca mata saat selesai berwudhu, dan saat ditemukan kaca mata sudah remuk ringsek. Atau tiba-tiba jatuh terpelanting dan terinjak. Atau usai membaca, kaca mata tertimpa buku selanjutnya terduduki atau ditimpa benda berat. Oohhh tidaaaaaaaaaak. Tapi beginilah nasib si benda keramat di tanganku
Aku sudah meminimalisir bentuk kecelakaan terhadap benda keramatku tersebut, tapi kadang tak bisa juga menghindarinya.
Dan untuk sekarang aku selalu berusaha punya cadangan kaca mata di rumah. Tak harus mahal. Tak perlu pesan lama, sebab benda keramatku bahkan banyak dijual dipinggir jalan, dengan harga special. Dulu aku membelinya hanya dengan Rp. 20.000,- Terus naik, saat ini kebanyakan harganya Rp. 50.000,- Masih jauh lebih murah dari kaca mata dari OPTIC bukan? Beruntungnya aku bisa menjadi salah satu pemakai benda keramat yang harganya murah meriah itu, karena tak semua yang berkaca mata bisa menikmatinya. Hanya pada mata dengan tajam penglihatan yang kiri kanan sama dan tampa tambahan lain seperti silindris.
Pada kenyataannya memang benda keramatku hanya satu saja yang produk OPTIC, untuk ke luar rumah. Sedangkan untuk di rumah cukup dengan kaca mata emperan. Bagian yang ini mirip sama kisah kaca mata Bunda Monda dalam posting benda keramat. Setuju aku, toch sama saja fungsinya, untuk membantu tajam penglihatan. Bukan untuk bergaya bak model iklan kaca mata, hehe... Kalau tiba-tiba patah atau pecah, bisa segera kucari gantinya. Merah, kuning, biru atau unggu? Silakan pilih saja, sesuai dengan suasana hatiku saat itu. Benda keramat langsung bisa kupakai lagi.
Ssstttsss jangan salah ya, sebelum baca kisah Bunda Monda yang tak malu beli kaca mata baca 'emperan', aku malu lho mengungkap bahwa aku punya benda keramat yang murah meriah itu
Ngeblog memang bisa membuat kita banyak mengenal sahabat sekaligus guru yang cerdas dan mencerdaskan ya... Jadi membayangkan bagaimana kalau mata hati yang kurang 'penglihatan', adakah benda keramat yang bisa membantunya? Kalau ada, semoga harganya terjangkau dan cocok buat yang membutuhkan, hehe...
![]() |
Berburu benda keramat. Bukan soal |
![]() |
Penampakan benda keramat dan si mantan benda keramat. |
Pada kenyataannya memang benda keramatku hanya satu saja yang produk OPTIC, untuk ke luar rumah. Sedangkan untuk di rumah cukup dengan kaca mata emperan. Bagian yang ini mirip sama kisah kaca mata Bunda Monda dalam posting benda keramat. Setuju aku, toch sama saja fungsinya, untuk membantu tajam penglihatan. Bukan untuk bergaya bak model iklan kaca mata, hehe... Kalau tiba-tiba patah atau pecah, bisa segera kucari gantinya. Merah, kuning, biru atau unggu? Silakan pilih saja, sesuai dengan suasana hatiku saat itu. Benda keramat langsung bisa kupakai lagi.
Ssstttsss jangan salah ya, sebelum baca kisah Bunda Monda yang tak malu beli kaca mata baca 'emperan', aku malu lho mengungkap bahwa aku punya benda keramat yang murah meriah itu