Senin, 07 Juni 2010

Marjo Oh Marjo

 
Kata banyak orang aku berbakat jadi Makelar Jodoh,  alias Marjo. Pasalnya, ada beberapa sahabat dan kerabat, yang sukses kupertemukan, hingga berakhir dipelaminan. Paling fenomenal adalah kedua iparku.
Ayuk dan adik perempuan suamiku. Untuk Ayuk hanya terpaut setengah tahun dari pernikahanku.
Berkat rajin curhat sehat. Aku dapat info ada seorang adik yang berniat mencarikan Kakaknya istri.
Cerita pun berkembang, mekar kemana-mana. Tanya umur, kreteria sampai pengalaman masa lalu sang Kakak. Pertemuan perdanapun dirancang. Singkat cerita tak sampai sebulan mereka menikah. Sekarang sudah punya dua anak. Bahagianya...aku jadi semakin disayang mertua. Anak gadisnya yang nyaris berkepala tiga. Dapat pria idaman, pengusaha euy...

Beberapa tahun berselang, giliran adik ipar perempuanku yang kujodoh-jodohkan. Keluarga suamiku mulai resah, usia iparku yang ini hampir 28 tahun. Ada saja celah yang kumasuki. Teman di Bis yang tetap sholat diperjalanan. Pedagang langganan dipasar yang sudah terbukti kejujurannya, semua aku tanyai. Mana tahu ada saudara yang lagi cari istri. Terkesan ngotot ya...Dan ini membuahkan hasil.
B E R H A S I L !!! Sekali lagi aku berhasil. Kebayangkan betapa senangnya mertuaku. Terlebih iparku kali ini dapat orang kantoran, sesuai harapan Ibu mertuaku.



***

Waktu terus belalu, wara-wiri dengan rutinitas. Aku makin sering jadi perantara jodoh atau Makelar Jodoh.
Teman kuliah dulu, bahkan teman SMU dan SMP. Sejawat ditempat kerja, lengkap dengan handai taulannya.
Kawan arisan. Sepupu kiri kanan. Jiran tetangga, samping, depan, juga belakang, satu RT bahkan satu RW.
Senangnya bisa membantu. Walau tak selamanya sukses, tapi tak apalah....Yang namanya jagoan tak kan pernah menyerah. Gagal sekali dua. Tak kan ada artinya dengan harapan sukses yang berlipat-lipat. Yang pasti niatku membantu.

Entah karena sudah sering sukses. Aku makin ketagihan. Lebih dari itu namaku mulai naik daun. Walau belum sepopuler Gayus si Makelar kasus. Wadau...Aku pun mulai diburu banyak orang.

”Aku pria mapan berpendidikan, umur 29 tahun, muslim dan Aku tahu reputasimu dari seorang wartawan.”

Nach lho...kok mulai lebay. Aku kan tak pernah pasang iklan, and than...aku tak buka biro jodoh. Tapi namanya usaha, siapa tahu aku bisa.

”Kreterianya apa Mas ?” tanyaku simpatik, jujur heran.

Kok tidak minat ikut Take Me Out atau sejenisnya di TV ya...

“ Seiman, bisa jadi Ibu yang baik nantinya, itu saja.”

Rasanya aku bisa membantu, itukan simple sekali. Aku langsung ingat guru ngaji privat anakku. Kan masih perawan ting tong. Manis, sabar, menutup aurat dengan rapi. Cukup modal sebagai Ibu yang baik menurutku.
Seminggu yang lalu saat berkesempatan ngobrol dengan sang guru, alasannya belum menikah pada usia 31 tahun, hanya karena belum ada yang mau. Wach... kesempatan emas dong :) Jarang lho ketemu yang mudah gini. Biasanyakan yang minta carikan suami. Jauh lebih sulit, bahkan ada biro jodoh yang menutup keanggotaan untuk peserta wanita sudah bludak bok...melebihi kuota jamaah haji, daftar tunggunya antri tri.
Hmm...Benakku langsung penuh rencana pertemuan. Ada yang bisa nebang endingnya seperti apa?
Belum apa-apa si-Mas langsung nolak. Kurang pas katanya ringan, selidik punya selidik, dia kecewa dengan kerjaku.

”Mestinya lihat pendidikannya, minimal selevel, S2 gitu”, serunya angot sambil berlalu.

Huuuu....capee dech, kok gitu sich :(

***

Dan belakangan aku sering dihadapkan dengan yang model ini. Bilang awalnya yang perting sama agamanya.
Ech.... tak tahunya mau yang PNS, mesti satu Suku lah....Minta yang kulitnya putih, hidung bangir, senyumnya manis. Hahay...padahal aku tak pernah punya koleksi drakula, karena bukan kah cuma drakula yang senyumnya menyerigai. Ada-ada saja....Pernah ada seorang wanita tambun berumur 28 tahun yang datang padaku, minta carikan suami yang tinggi semampai. Saat melihat aku tersenyum, dia langsung berdalih
untuk perbaikan keturunan katanya. Ya...ya....sah-sah saja.

Tapi aku tetap masih semangat dengan profesi sampinganku, walau tak ada gaji bin pesangon, ’kan niatku mau membantu, itu saja. Tapi jujur makin hari aku lebih suka yang jelas dari awal. Sebut kreteria sampai berlembar kertas. Tak apalah walau akupun semakin sulit mencarikan yang pas. Ya paling tidak tak mengada-ada. Sulitnya dari awal. Bukan yang tampak mudah tapi justru menyulitkan. Seolah simple ternyata sungguh reeeepot :(

Walau jujur, kalau semakin ribet aku makin menikmatinya. Suatu kebahagiaan tersendiri bila membuat orang yang kita kenalkan berjodoh. Jikapun belum berjodoh, paling tidak menambah kenalan baru.

***

Ada-ada saja pengalaman riuhku sebagai Marjo belakangan ini. Dan baru saja lewat kejadian yang membuatku makin antusias menjadi Marjo. Seorang wanita paruh baya yang santun sengaja menemuiku,

”Aku kemari mau minta tolong Nak...aku tahu tentangmu dari Bu Walikota”


Ay...ay...reputasiku sampai dikalangan istri pejabat. Tak tanggung-tanggung, Istri Walikota gitu lho!!!
Padahalkan aku belum pernah bertemu muka dengan beliau, batinku bangga :)  Pergilah jauh-jauh kesombongan, karena kulihat dia mulai rajin menggodaku. Sejenak kutata hatiku, meluruskan niat yang mulai mengat-mengot. hiks...hiks


”Aku minta carikan WIL untuk anakku”, lanjutnya tegas.

”Haaa...enggak salah Bu...kok bisa??” tak bisa kusembunyikan kagetku.

”Tenang Nak...maksudku begini,  anak saya karena sibuk bekerja belum juga mau menikah,
alasannya kalau jodoh nanti akan datang sendiri, lagian aku takut tak ada yang seperti Mami katanya, sekarang sudah 35 tahun. Jadi ternyata diam-diam dia mengidamkan sosok wanita seperti saya, Maminya”, curhat Sang Ibu panjang.

Oalaaaah...ternyata itu maksudnya WIL tadi, Wanita Idaman Lain selain Ibunda.

”Kemarin dia baru selesai S3 di Jepang, biasiswa. Kusambut kedatangannya dengan sukacita, 
bangganya menjadi Maminya. Hingga aku sulit bicara hingga malam. Dia, anakku itu menemuiku dengan raut muka sedih, Mami kenapa tanyanya, lidahku kelu, aku ingat Almarhum Papinya. Ternyata dia menebak lain. Mami pengen punya mantu ya? Ya sudah, mulai besok Mami carikan untukku, kalau Mami suka, aku akan menikahinya. Itu lah mengapa aku datang kepadamu Nak...
aku sangat butuh bantuanmu.”

Aku sangat ingin bisa membantunya, ’berkerudung’ sosok yang disyaratkannya. Sederhana tampaknya, itulah satu yang membuatku antusiasku berkobar.Andai semua anak laki-laki memahami....Betapapun seorang Ibu bangga mempunyai seorang anak lelaki yang begitu menomor satukannya, si Ibu akan tetap berharap ada WIL dalam hidup anaknya tersebut. Lebih jauh antusiasku sengaja kuundang datang...Karena menurutku lebih mudah mencarikan istri ketimbang suami. Optimis ku pupuk dengan riang. Bagaimana menurutmu?

***

Akulah Marjo. Beda lho dengan Makcomblang. Paling tidak menurutku, kalau Makcomblang kan biasanya  untuk orang pacaran. Malah sering kejadian ujung-ujungnya Makcomblangnya yang dinikahi. Sekali lagi aku Marjo, aku sudah menikah dan memfasilitasi orang yang juga mau menikah, bukan sekedar berniat pacaran.
Tapi plizzzs.... jangan panggil aku Marjo ya...karena Marjo bukan namaku. 
Marjo Oh Marjo...

***


Pernah kukirim ke suatu kontes, tak ada predikat.  Untuk semua yang baca ini, jangan bingung-bingung, janji ndak ketawa ya....ini cerita fiktif belaka, bila ada kesamaan tokoh atau latar hanya kebetulan yang disengaja, hak cipta dilindungi :)

Tidak ada komentar: