Kamis, 11 April 2013

Kesehatan Lingkungan dalam Perspektif Etika Lingkungan



Kesehatan Lingkungan

Sebuah Pengantar

Ilmu kesehatan lingkungan adalah salah satu cabang ilmu kesehatan masyarakat yang memberikan perhatian terhadap segala macam bentuk kehidupan, bahan-bahan dan kondisi di sekitar manusia yang memiliki potensi untuk menimbulkan gangguan yang bisa mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan serta melakukan analisis dan mencari upaya-upaya alternatif pemecahan masalah.

Menurut Achmadi dalam Kunnoputranto (2002), kesehatan lingkungan adalah ilmu yang mempelajari dinamika hubungan interaktif antara kelompok penduduk atau masyarakat dengan segala macam perubahan komponen lingkungan hidup, seperti berbagai spesies kehidupan, bahan, zat, atau kekuatan di sekitar manusia, yang menimbulkan ancaman, atau berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat, serta mencari upaya-upaya pencegahannya.
Tak dapat dipungkiri bahwa akhir-akhir ini, perhatian dan kesadaran umat manusia untuk menjaga dan memelihara kesehatan lingkungan hidupnya semakin meningkat. Hal itu sejalan dengan pengetahuan yang semakin banyak dan pengalaman yang semakin nyata bahwa lingkungan hidup atau planet bumi sedang sakit atau rusak. Sakit atau rusaknya planet bumi itu disebabkan oleh ulah manusia sendiri, yaitu dalam kaitannya dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumber-sumber alam. Cara memanfaatkan dan mengelola lingkungan cenderung bersifat eksploitatif dan destruktif. Maka proses pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan mengandung aspek perusakan lingkungan, baik sengaja maupun tidak sengaja.

Sebenarnya proses perusakan lingkungan sudah berjalan lama, yaitu sejak dimulainya proses industrialisasi. Industrialisasi menyadarkan manusia bahwa alam merupakan deposit kekayaan yang dapat memakmurkan. Maka mulai saat itu sumber-sumber alam dieksploitasi untuk diolah menjadi barang guna memenuhi kebutuhan demi kemakmuran hidup manusia. Dengan adanya alat ampuh, yaitu mesin, maka alam pun dipandang dan dikelola secara mekanis. Terjadilah intensitas pengeksploitasian lingkungan menjadi semakin gencar tak terkendali. Alam tidak lebih dari benda mekanis yang hanya bernilai sebagai instrumen untuk kepentingan manusia. Alam tidak lagi dihargai sebagai organisme. Sayangnya, kesadaran akan semakin rusaknya lingkungan hidup mulai muncul sejak sesudah Perang Dunia II dan mulai mengglobal tiga dekade yang lalu ketika alam terlanjur rusak berat atau sakit parah. Ketika itu manusia makin menyadari bahwa sumber-sumber alam (khususnya "non- renewable resources") semakin menipis.

Pengelolaan alam secara mekanistik yang diikuti pula oleh pertumbuhan demografi yang terus melaju sehingga pada akhir dekade 1960-an ditandai dengan "ledakan penduduk dunia". Kenyataan itu mendorong digerakkannya pembangunan yang berorientasi pada "pertumbuhan ekonomi" yang justru semakin meningkatkan pengeksploitasian sumber-sumber alam. Hal ini tidak untuk kemakmuran saja, tetapi bahkan untuk memenuhi kebutuhan paling dasar dari umat manusia yang semakin banyak. Misalnya, hutan selain sebagai sumber bahan baku untuk diolah menjadi bahan produk, juga dikonversi menjadi lahan pertanian. Perusakan ini diperberat oleh polusi atau pencemaran. Untuk menjaga kesuburan lahan pertanian, digunakan pupuk kimia, dan untuk menjaga panen dari serangan hama, digunakan pestisida secara besar-besaran sehingga produksi pertanian meningkat. Semua itu, bersama dengan industri dan transportasi yang dibangun untuk meningkatkan produksi dan distribusi, membentur alam dalam bentuk polusi. Akibatnya sumber alam semakin menipis, kemampuan daya dukung alam berkurang dan mengancam kehidupan manusia sendiri.

Dari keterangan di atas, menjadi nyata bahwa benturan yang menyebabkan lingkungan hidup menderita sakit atau rusak datang dari manusia dalam proses mengambil, mengolah, dan mengonsumsi sumber- sumber alam. Benturan terjadi ketika proses-proses itu melampui batas-batas kewajaran atau proposionalitas. Batas-batas kewajaran atau proposionalitas itu terlampaui ketika manusia semakin mampu dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi memanfaatkan sumber- sumber secara masal, intensif, dan cepat dan sekaligus mengotori atau mencemarinya. Tetapi yang lebih parah lagi, yaitu bahwa manusia yang merasa semakin enak semakin tidak tahu diri, sehingga ia seolah-olah menjelma menjadi tuan dan pemilik alam. Maka kesadaran untuk menjaga dan memelihara lingkungan hidup harus dikembalikan pada manusia, dengan mempertanyakan tentang dirinya dan kelakuannya terhadap alam. Bagaimana menurut etika lingkungan?

Etika Lingkungan

Sebagai Pembahasan

Etika Lingkungan berasal dari dua kata, yaitu Etika dan Lingkungan. Etika berasal dari bahasa yunani yaitu “Ethos” yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Ada tiga teori mengenai pengertian etika, yaitu: etika Deontologi, etika Teologi, dan etika Keutamaan. Etika Deontologi adalah suatu tindakan di nilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika Teologi adalah baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan atau akibat suatu tindakan. Sedangkan Etika keutamaan adalah mengutamakan pengembangan karakter moral pada diri setiap orang.

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lain baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Jadi, etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan lingkungannya.etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga.

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan penerapan etika lingkungan sebagai berikut:
a.   Manusia merupakan bagian dari lingkungan yang tidak terpisahkan sehingga perlu menyayangi semua kehidupan dan lingkungannya selain dirinya sendiri.
b.  Manusia sebagai bagian dari lingkungan, hendaknya selalu berupaya untuk emnjaga terhadap pelestarian , keseimbangan dan keindahan alam.
c.    Kebijaksanaan penggunaan sumber daya alam yang terbatas termasuk bahan energy.
d.   Lingkungan disediakan bukan untuk manusia saja, melainkan juga untuk makhluk hidup yang lain.

Di samping itu, etika Lingkungan tidak hanya berbicara mengenai perilaku manusia terhadap alam, namun juga mengenai relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk hidup lain atau dengan alam secara keseluruhan.

Kesehatan Lingkungan dalam Perspektif Etika Lingkungan

Pandangan sebagai Seorang Muslim

Persoalan kesehatan lingkungan hidup adalah merupakan salah satu persoalan yang harus mendapat perhatian cukup serius dari seluruh ummat manusia, sebab ummat manusia mengeban tugas sebagai Khalifah Allah di muka bumi dan sekaligus sebagai pemegang Amanah Allah di muka bumi, sebab manusialah yang bersedia mengemban amanah Allah seperti tertuang dalam Al-Quran, sebagai berikut :
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan amat bodoh. (Q.S. Al-Ahzab: 72)
Sebagai Khalifah, ummat manusia bertanggungjawab atas pengelolaan dan pemeliharaan bumi. Bumi bagi ummat manusia adalah merupakan rahmat yang harus disyukuri dengan sepenuh hati. Bentuk syukur atas alam raya ini dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yaitu :
1.      Memelihara agar tetap lestari.
2.      Menikmati sebagai bekal dalam hidup dan kehidupan.
3.      Mengembangkan, dalam bentuk budidaya dan penanaman ulang.
Bila kita memperhatikan ayat suci Al-Quran, wahyu pertama yang diturunkan Allah SWT adalah ayat yang memperkenalkan Tuhan sekaligus memperkenalkan manusia sebagai makhluk yang hidup dengan kebergantungan, yaitu :
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (sesuatu yang bergantung atau yang memiliki sifat kebergantungan). 3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S. Al-Alaq: 1-5).
Seluruh alam raya diciptakan untuk digunakan ummat manusia dalam rangka melanjutkan hidup dan kehidupannya, sehingga mencapai tujuan penciptaannya, sebab semua ciptaan Tuhan pasti ada tujuannya dan tidak satupun di antara ciptaannya itu yang sia-sia, sesuai firman-Nya:

Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, Maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. (Q.S. Shaad: 27).

Oleh karena itulah maka dapat dipahami apabila Allah, SWT memperingatkan ummat manusia agar jangan membuat kerusakan di muka bumi, sebab kerusakan di bumi pada dasarnya adalah merupakan akibat dari ulah manusia sendiri. Hal ini sesuai dengan firmannya:

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Q.S. Al-Qashash: 77) 

Dan juga firman Allah :
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Q.S. Ar-Ruum: 41)

Ayat-ayat tersebut mengisyaratkan kita agar senantiasa memelihara dan menjaga kesehatan lingkungan serta melestarikan lingkungan hidup, sebab kehidupan makhluk-makhluk tuhan dimuka bumi adalah saling terkait dan ketergantungan, apabila terjadi gangguan yang luar biasa terhadap salah satunya, maka makhluk yang berada dalam lingkungan hidup tersebut akan ikut terganggu, keserasian dan keseimbangannyapun akan rusak. Apabila ini yang terjadi maka akan mengakibatkan kehancuran dan malapetaka.

Seperti yang dikemukakan sebelumnya bahwa Allah SWT menciptakan manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi, sesuai dengan firman-Nya :
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. mereka berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan berfirman: Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. (Q.S. Al-Baqarah: 30).

Dr. M. Quraish Shihab dalam bukunya membumikan Al-Quran menyatakan bahwa, kekhalifahan mempunyai tiga unsur yang saling kait mengkait, kemudian ditambah unsur keempat yang berada di luar, namun amat sangat menentukan arti kekhalifahan itu sendiri, sesuai konsep Al-Quran, yaitu:
1.      Manusia, yang dalam hal ini dinamai Khalifah.
2.      Alam raya, yang ditunjuk Allah SWT dalam surat AlBaqarah ayat 22 sebagai bumi.
3.      Hubungan antara manusia dengan alam dan segala isinya, termasuk dengan manusia sebagai tugas kekhalifahan.
4.      Yang memberi penugasan yaitu Allah SWT. Dalam hal ini yang ditugasi harus
memperhatikan kehendak yang menugasinya.

Hubungan antara manusia dengan alam, atau hubungan manusia dengan sesamanya, bukan merupakan hubungan antara penakluk dengan yang ditaklukkan atau antara tuan dengan hamba, tetapi hubungan kebersamaan dalam ketundukan kepada Allah SWT. Karena kemampuan manusia dalam mengelola bumi bukanlah akibat kekuatan yang dimilikinya, tetapi adalah akibat anugerah Allah SWT

Hal ini tergambar dari firman Allah :
Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. (Q.S. Ibrahim: 32).

Dalam ayat lain disebutkan:
Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan: “Maha suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi Kami Padahal Kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. (Q.S. Az-Zukhruf: 13).

Salah seorang filsuf Muslim terkenal yang bernama Ibnu Tufail (lahir 1106 Masehi), merumuskan etika lingkungan hidup yang sangat khas dan apik. Beliau menyatakan, segala sesuatu yang ada di alam ini seperti tumbuhan, hewan dan sebagainya memiliki tujuan tertentu. Buah misalnya, dia keluar dari bunga, lantas menjadi masak dan ranum.bijinya jatuh di tanah kemudian tumbuh lagi menjadi pohon. Apabila ada orang yang memetik buah itu sebelum mencapai pertumbuhannya patutlah dicela dan tidak terpuji. Karena merintangi pertumbuhan buah tadi dalam mencapai tujuannya yang alami, sehingga berakibat adanya kelompok tumbuhan yang akan punah.

Ibnu Tufail juga menyatakan bahwa, orang yang memakan buah yang sudah masak lantas membuang bijinya ke laut, ke atas bebatuan atau ke tempat-tempat lain yang tidak memungkinkan biji tersebut tumbuh, yang bersangkutan telah melakukan perbuatan yang tidak terpuji, sebab telah merintangi pertumbuhan biji. Dengan demikian, ia telah mengurangi peluang bagi jenis tumbuhan itu untuk dapat mengembangkan keturunannya secara lestari dan alami. Menurut Tufail juga, orang tidak boleh memakan habis tumbuhan dan hewan langka karena itu berarti memusnahkan jenis makhluk hidup itu selama lamanya. 

Di dalam sebuah hadist, Rasulullah SAW menjelaskan, orang-orang yang mengasihi akan dikasihi oleh Tuhan. Barang siapa yang mengasihi makhluk yang berada di bumi maka ia akan di kasihi oleh yang ada di langit. Pada hadist lain Nabi bersabda, Seorang wanita alim masuk neraka karena ia menggantung seekor kucing hingga mati dan seorang wanita tunasusila masuk surga hanya karena ia memberi minum seekor anjing yang kehausan. Suatu ketika Nabi Muhammad menerangkan ,tidak seorang Muslim pun yang menanam tanaman atau menyemaikan tumbuh-tumbuhan, kecuali buah itu hasilnya dimakan burung atau manusia. Yang demikian itu adalah shodaqah baginya. Nabi pun senantiasa menyuruh ummatnya,Tanamlah tanam-tanaman hari ini, sekalipun besok dunia akan kiamat.

Begitulah ajaran Islam mengatur sedemikian rupa tentang lingkungan hidup dalam segala macam kode etikanya, yang pelaksanaannya adalah merupakan pengejawatahan dari tugas ummat manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi. Tentunya sangat-sangat kita sayangkan dan sesalkan bahwa, apa yang kita lihat dan kita rasakan saat ini, ummat manusia dibantu dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi melakukan pengrusakan besar-besaran yang melampaui ambang batas kewajaran, akibatnya terjadi kerusakan lingkungan hidup yang cukup parah. nauzubillahi min zalik




Ayo selamatkan lingkungan !!!
Jaga kesehatan lingkungan untuk kehidupan dimasa mendatang…
 

4 komentar:

BlogS of Hariyanto mengatakan...

lingkungan yang sehat memang penting bagi kesehatan kita sebagai manusia yang menetap dalam lingkungan itu :-)

Lidya Fitrian mengatakan...

Ayo selamatkan lingkungan

Fauzul Andim mengatakan...

gerakan sadar lingkungan

hilsya mengatakan...

aku lagi mo masuk ecotoxicology..
bukan fokus ke kesling tapi lebih ke racun lingkungan..