Kesehatan Lingkungan
Sebuah Pengantar
Ilmu kesehatan lingkungan adalah salah satu
cabang ilmu kesehatan masyarakat yang memberikan perhatian terhadap segala
macam bentuk kehidupan, bahan-bahan dan kondisi di sekitar manusia yang
memiliki potensi untuk menimbulkan gangguan yang bisa mempengaruhi kesehatan
dan kesejahteraan serta melakukan analisis dan mencari upaya-upaya alternatif
pemecahan masalah.
Menurut Achmadi dalam Kunnoputranto (2002), kesehatan lingkungan adalah ilmu
yang mempelajari dinamika hubungan interaktif antara kelompok penduduk atau
masyarakat dengan segala macam perubahan komponen lingkungan hidup, seperti
berbagai spesies kehidupan, bahan, zat, atau kekuatan di sekitar manusia, yang
menimbulkan ancaman, atau berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat,
serta mencari upaya-upaya pencegahannya.
Tak dapat dipungkiri bahwa akhir-akhir ini,
perhatian dan kesadaran umat manusia untuk menjaga dan memelihara kesehatan lingkungan
hidupnya semakin meningkat. Hal itu sejalan dengan pengetahuan yang semakin
banyak dan pengalaman yang semakin nyata bahwa lingkungan hidup atau planet
bumi sedang sakit atau rusak. Sakit atau rusaknya planet bumi itu disebabkan
oleh ulah manusia sendiri, yaitu dalam kaitannya dengan pemanfaatan dan
pengelolaan sumber-sumber alam. Cara memanfaatkan dan mengelola lingkungan cenderung
bersifat eksploitatif dan destruktif. Maka proses pemanfaatan dan pengelolaan
lingkungan mengandung aspek perusakan lingkungan, baik sengaja maupun tidak
sengaja.
Sebenarnya proses perusakan lingkungan sudah
berjalan lama, yaitu sejak dimulainya proses industrialisasi. Industrialisasi
menyadarkan manusia bahwa alam merupakan deposit kekayaan yang dapat
memakmurkan. Maka mulai saat itu sumber-sumber alam dieksploitasi untuk diolah
menjadi barang guna memenuhi kebutuhan demi kemakmuran hidup manusia. Dengan
adanya alat ampuh, yaitu mesin, maka alam pun dipandang dan dikelola secara
mekanis. Terjadilah intensitas pengeksploitasian lingkungan menjadi semakin
gencar tak terkendali. Alam tidak lebih dari benda mekanis yang hanya bernilai
sebagai instrumen untuk kepentingan manusia. Alam tidak lagi dihargai sebagai
organisme. Sayangnya, kesadaran akan semakin rusaknya lingkungan hidup mulai
muncul sejak sesudah Perang Dunia II dan mulai mengglobal tiga dekade yang lalu
ketika alam terlanjur rusak berat atau sakit parah. Ketika itu manusia makin
menyadari bahwa sumber-sumber alam (khususnya "non- renewable
resources") semakin menipis.
Pengelolaan alam secara mekanistik yang diikuti
pula oleh pertumbuhan demografi yang terus melaju sehingga pada akhir dekade
1960-an ditandai dengan "ledakan penduduk dunia". Kenyataan itu
mendorong digerakkannya pembangunan yang berorientasi pada "pertumbuhan
ekonomi" yang justru semakin meningkatkan pengeksploitasian sumber-sumber
alam. Hal ini tidak untuk kemakmuran saja, tetapi bahkan untuk memenuhi
kebutuhan paling dasar dari umat manusia yang semakin banyak. Misalnya, hutan
selain sebagai sumber bahan baku untuk diolah menjadi bahan produk, juga
dikonversi menjadi lahan pertanian. Perusakan ini diperberat oleh polusi atau
pencemaran. Untuk menjaga kesuburan lahan pertanian, digunakan pupuk kimia, dan
untuk menjaga panen dari serangan hama, digunakan pestisida secara
besar-besaran sehingga produksi pertanian meningkat. Semua itu, bersama dengan
industri dan transportasi yang dibangun untuk meningkatkan produksi dan
distribusi, membentur alam dalam bentuk polusi. Akibatnya sumber alam semakin
menipis, kemampuan daya dukung alam berkurang dan mengancam kehidupan manusia
sendiri.
Dari keterangan di atas, menjadi nyata bahwa
benturan yang menyebabkan lingkungan hidup menderita sakit atau rusak datang
dari manusia dalam proses mengambil, mengolah, dan mengonsumsi sumber- sumber
alam. Benturan terjadi ketika proses-proses itu melampui batas-batas kewajaran
atau proposionalitas. Batas-batas kewajaran atau proposionalitas itu terlampaui
ketika manusia semakin mampu dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi
memanfaatkan sumber- sumber secara masal, intensif, dan cepat dan sekaligus
mengotori atau mencemarinya. Tetapi yang lebih parah lagi, yaitu bahwa manusia
yang merasa semakin enak semakin tidak tahu diri, sehingga ia seolah-olah
menjelma menjadi tuan dan pemilik alam. Maka kesadaran untuk menjaga dan
memelihara lingkungan hidup harus dikembalikan pada manusia, dengan
mempertanyakan tentang dirinya dan kelakuannya terhadap alam. Bagaimana menurut
etika lingkungan?
Etika Lingkungan
Sebagai Pembahasan
Etika
Lingkungan berasal dari dua kata, yaitu Etika
dan Lingkungan. Etika berasal dari
bahasa yunani yaitu “Ethos” yang
berarti adat istiadat atau kebiasaan. Ada tiga teori mengenai pengertian etika,
yaitu: etika Deontologi, etika Teologi, dan etika Keutamaan. Etika Deontologi
adalah suatu tindakan di nilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu
sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika Teologi adalah baik buruknya suatu
tindakan berdasarkan tujuan atau akibat suatu tindakan. Sedangkan Etika
keutamaan adalah mengutamakan pengembangan karakter moral pada diri setiap
orang.
Lingkungan
adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang mempengaruhi
kelangsungan kehidupan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lain baik secara
langsung maupun secara tidak langsung.
Jadi, etika
lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan
lingkungannya.etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut
lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap
terjaga.
Adapun
hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan penerapan etika lingkungan
sebagai berikut:
a. Manusia merupakan bagian dari
lingkungan yang tidak terpisahkan sehingga perlu menyayangi semua kehidupan dan
lingkungannya selain dirinya sendiri.
b. Manusia sebagai bagian dari
lingkungan, hendaknya selalu berupaya untuk emnjaga terhadap pelestarian ,
keseimbangan dan keindahan alam.
c. Kebijaksanaan penggunaan sumber daya
alam yang terbatas termasuk bahan energy.
d. Lingkungan
disediakan bukan untuk manusia saja, melainkan juga untuk makhluk hidup yang
lain.
Di samping
itu, etika Lingkungan tidak hanya berbicara mengenai perilaku manusia terhadap
alam, namun juga mengenai relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu
antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara
manusia dengan makhluk hidup lain atau dengan alam secara keseluruhan.
Kesehatan Lingkungan dalam Perspektif
Etika Lingkungan
Pandangan
sebagai Seorang Muslim
Persoalan kesehatan lingkungan hidup adalah
merupakan salah satu persoalan yang harus mendapat perhatian cukup serius dari
seluruh ummat manusia, sebab ummat manusia mengeban tugas sebagai Khalifah
Allah di muka bumi dan sekaligus sebagai pemegang Amanah Allah di muka bumi,
sebab manusialah yang bersedia mengemban amanah Allah seperti tertuang dalam
Al-Quran, sebagai berikut :
Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu Amat zalim dan amat bodoh. (Q.S. Al-Ahzab: 72)
Sebagai Khalifah, ummat manusia bertanggungjawab
atas pengelolaan dan pemeliharaan bumi. Bumi bagi ummat manusia adalah
merupakan rahmat yang harus disyukuri dengan sepenuh hati. Bentuk syukur atas
alam raya ini dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yaitu :
1. Memelihara
agar tetap lestari.
2. Menikmati
sebagai bekal dalam hidup dan kehidupan.
3. Mengembangkan,
dalam bentuk budidaya dan penanaman ulang.
Bila kita memperhatikan ayat suci Al-Quran, wahyu
pertama yang diturunkan Allah SWT adalah ayat yang
memperkenalkan Tuhan sekaligus memperkenalkan manusia sebagai makhluk yang
hidup dengan kebergantungan, yaitu :
1. Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah (sesuatu yang bergantung atau yang memiliki sifat
kebergantungan). 3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4. Yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam, 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya. (Q.S. Al-Alaq: 1-5).
Seluruh alam raya diciptakan untuk digunakan
ummat manusia dalam rangka melanjutkan hidup dan kehidupannya, sehingga
mencapai tujuan penciptaannya, sebab semua ciptaan Tuhan pasti ada tujuannya
dan tidak satupun di antara ciptaannya itu yang sia-sia, sesuai firman-Nya:
Dan Kami
tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa
hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, Maka celakalah
orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. (Q.S. Shaad: 27).
Oleh karena itulah maka dapat dipahami apabila
Allah, SWT memperingatkan ummat manusia agar jangan
membuat kerusakan di muka bumi, sebab kerusakan di bumi pada dasarnya adalah
merupakan akibat dari ulah manusia sendiri. Hal ini sesuai dengan firmannya:
Dan carilah
pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Q.S. Al-Qashash: 77)
Dan juga firman Allah :
Telah
nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Q.S. Ar-Ruum: 41)
Ayat-ayat tersebut mengisyaratkan kita agar
senantiasa memelihara dan menjaga kesehatan lingkungan serta melestarikan
lingkungan hidup, sebab kehidupan makhluk-makhluk tuhan dimuka bumi adalah
saling terkait dan ketergantungan, apabila terjadi gangguan yang luar biasa
terhadap salah satunya, maka makhluk yang berada dalam lingkungan hidup
tersebut akan ikut terganggu, keserasian dan keseimbangannyapun akan rusak.
Apabila ini yang terjadi maka akan mengakibatkan kehancuran dan malapetaka.
Seperti yang dikemukakan sebelumnya bahwa Allah SWT menciptakan manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi,
sesuai dengan firman-Nya :
Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi. mereka berkata: Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau? Tuhan berfirman: Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui. (Q.S. Al-Baqarah: 30).
Dr. M. Quraish Shihab dalam bukunya membumikan
Al-Quran menyatakan bahwa, kekhalifahan mempunyai tiga unsur yang saling kait
mengkait, kemudian ditambah unsur keempat yang berada di luar, namun amat
sangat menentukan arti kekhalifahan itu sendiri, sesuai konsep Al-Quran, yaitu:
1. Manusia,
yang dalam hal ini dinamai Khalifah.
2. Alam
raya, yang ditunjuk Allah SWT dalam surat AlBaqarah
ayat 22 sebagai bumi.
3. Hubungan
antara manusia dengan alam dan segala isinya, termasuk dengan manusia sebagai
tugas kekhalifahan.
4. Yang
memberi penugasan yaitu Allah SWT. Dalam hal ini yang
ditugasi harus
memperhatikan kehendak yang menugasinya.
Hubungan antara manusia dengan alam, atau
hubungan manusia dengan sesamanya, bukan merupakan hubungan antara penakluk
dengan yang ditaklukkan atau antara tuan dengan hamba, tetapi hubungan
kebersamaan dalam ketundukan kepada Allah SWT. Karena
kemampuan manusia dalam mengelola bumi bukanlah akibat kekuatan yang
dimilikinya, tetapi adalah akibat anugerah Allah SWT.
Hal ini tergambar dari firman Allah :
Allah-lah
yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit,
kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi
rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu,
berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu
sungai-sungai. (Q.S. Ibrahim: 32).
Dalam ayat
lain disebutkan:
Supaya kamu
duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah
duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan: “Maha suci Tuhan yang telah
menundukkan semua ini bagi Kami Padahal Kami sebelumnya tidak mampu menguasainya.
(Q.S. Az-Zukhruf: 13).
Salah seorang filsuf Muslim terkenal yang bernama
Ibnu Tufail (lahir 1106 Masehi), merumuskan etika lingkungan hidup yang sangat
khas dan apik. Beliau menyatakan, segala sesuatu yang ada di alam ini seperti
tumbuhan, hewan dan sebagainya memiliki tujuan tertentu. Buah misalnya, dia
keluar dari bunga, lantas menjadi masak dan ranum.bijinya jatuh di tanah kemudian
tumbuh lagi menjadi pohon. Apabila ada orang yang memetik buah itu sebelum
mencapai pertumbuhannya patutlah dicela dan tidak terpuji. Karena merintangi
pertumbuhan buah tadi dalam mencapai tujuannya yang alami, sehingga berakibat
adanya kelompok tumbuhan yang akan punah.
Ibnu Tufail juga menyatakan bahwa, orang yang
memakan buah yang sudah masak lantas membuang bijinya ke laut, ke atas bebatuan
atau ke tempat-tempat lain yang tidak memungkinkan biji tersebut tumbuh, yang
bersangkutan telah melakukan perbuatan yang tidak terpuji, sebab telah
merintangi pertumbuhan biji. Dengan demikian, ia telah mengurangi peluang bagi
jenis tumbuhan itu untuk dapat mengembangkan keturunannya secara lestari dan
alami. Menurut Tufail juga, orang tidak boleh memakan
habis tumbuhan dan hewan langka karena itu berarti memusnahkan jenis makhluk
hidup itu selama lamanya.
Di dalam sebuah hadist, Rasulullah SAW menjelaskan, orang-orang yang mengasihi akan dikasihi
oleh Tuhan. Barang siapa yang mengasihi makhluk yang berada di bumi maka ia
akan di kasihi oleh yang ada di langit. Pada hadist lain Nabi bersabda, Seorang
wanita alim masuk neraka karena ia menggantung seekor kucing hingga mati dan
seorang wanita tunasusila masuk surga hanya karena ia memberi minum seekor
anjing yang kehausan. Suatu ketika Nabi Muhammad menerangkan ,tidak seorang
Muslim pun yang menanam tanaman atau menyemaikan tumbuh-tumbuhan, kecuali buah
itu hasilnya dimakan burung atau manusia. Yang demikian itu adalah shodaqah
baginya. Nabi pun senantiasa menyuruh ummatnya,Tanamlah tanam-tanaman hari ini,
sekalipun besok dunia akan kiamat.
Begitulah ajaran Islam mengatur sedemikian rupa
tentang lingkungan hidup dalam segala macam kode etikanya, yang pelaksanaannya
adalah merupakan pengejawatahan dari tugas ummat manusia sebagai Khalifah Allah
di muka bumi. Tentunya sangat-sangat kita sayangkan dan sesalkan bahwa, apa
yang kita lihat dan kita rasakan saat ini, ummat manusia dibantu dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi melakukan pengrusakan besar-besaran
yang melampaui ambang batas kewajaran, akibatnya terjadi kerusakan lingkungan
hidup yang cukup parah. nauzubillahi min zalik
Ayo selamatkan lingkungan !!!
Jaga kesehatan lingkungan untuk kehidupan dimasa mendatang…
|