Tampilkan postingan dengan label PJJ PAEL. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PJJ PAEL. Tampilkan semua postingan

Senin, 26 November 2012

Riwayat Alamiah Suatu Penyakit

Masih di Zona PJJ PAEL, menghilangkan kejenuhan dan melengkapi segenap rasa syikur dengan sejenak merekam jejak, melongok rumah maya ini. Ngeblog dulu :D
Judul lengkap bahasan ini adalah Riwayat Alamiah Suatu penyakit pada Manusia. Intinya ya untuk mengetahui riwayat alamiah suatu penyakit pada manusia dengan baik. Secara khusus mempelajari:
  1. Periode prepatogenesa.
  2. Periode patogenesa.
Apakah yang dimaksud dengan periode prepatogenesa?
 
Setiap keadaan sehat manusia adalah berasal dari proses lain sebelum manusia itu sendiri terlibat. Sebab-sebab yang dapat mempercepat atau mempermudah terjadinya sakit secara tidak disadari berlangsung terus menerus dalam kehidupan manusia. Faktor-faktor hereditas, sosial-ekonomi, dan lain-lain dapat menimbulkan suatu rangsangan untuk menjadi sakit sebelum menusianya terjangkit penyakit.
 
Apabila terjadi interaksi antara faktor-faktor agent, host, dan environment sebelum proses terjadinya penyakit, maka periode ini disebut sebagai periode prepatogenesa.

Apa pula yang dimaksud dengan periode patogenesa?
 
Perjalanan suatu penyakit pada manusia dari interaksi pertama dengan stimulus yang merangsang terjadinya penyakit tersebut sampai dengan perubahan-perubahan bentuk dan fungsi dari jaringan, dan selanjutnya sampai keseimbangan tercapai, yaitu: penyembuhan, menjadi “carrier”, cacat, atau meninggal, periode ini disebut sebagai periode patogenesa.

Terdapat tiga tahap pencegahan penyakit, yaitu: 
  1. Pencegahan primer, bertujuan untuk mencegah berkembangnya suatu penyakit (sebelum penyakit itu terjadi). Hal ini dapat dilakukan pada masa prepatogenesa, dimana pencegahan ini terdiri dari upaya untuk mendapatkan tingkat kesehatan (secara umum) yang optimum, serta memberikan perlindungan spesifik. Upaya-upaya tersebut meliputi: imunisasi, sanitasi lingkungan, proteksi terhadap kecelakaan, dan lain-lain.
  2. Pencegahan sekunder, bertujuan untuk mendeteksi dini dan mengobati suatu penyakit. Upaya ini dilakukan dengan melaksanakan skrining dan pemeriksaan kesehatan secara berkala.
  3. Pencegahan tersier, meliputi rehabilitasi dari akibat suatu penyakit. Upaya ini ditujukan untuk suatu penyakit yang menyebabkan cacat atau gejala sisa, supaya individu yang terkena dapat hidup dengan ketergantungan fisik maupun emosi yang minimal.
Perkembangan Proses Penyakit Menular
Penyakit menular yang merupakan hasil dari interaksi antara agent, host, dan environment, dalam prosesnya, melibatkan enam faktor yang penting (sering disebut sebagai rantai penularan), yaitu:
  1. Agent ( penyebab)
  2. Reservoir dari agent (penyebab)
  3. Portal dari agent untuk meninggalkan host
  4. Cara penularan (transmisi) dari agent ke host baru
  5. Portal dari agent masuk ke host yang baru
  6. Kerentanan host.
Rantai penularan dari tiap-tiap penyakit perlu diketahui untuk mengidentifikasi upaya-upaya pemberantasan yang tepat.
1. Agent ( penyebab)
Terdapat enam kategori dari penyebab biologi, yaitu:
  1. Protozoa
  2. Metazoa
  3. Bakteri
  4. Virus
  5. Jamur
  6. Riketsia
Keenam faktor diatas ini telah dibahas diatas (dalam bab mengenai penyebab ( agent) biologi).
Dalam menimbulkan penyakit, faktor-faktor diatas tersebut tergantung pada: kemampuan agent (penyebab) tersebut untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya diluar tubuh manusia, selain itu tergantung juga pada virulensinya.
Patogenitas dari Penyebab (agent) tersebut diatas sangat bervariasi terlihat dari kemampuannya untuk menimbulkan tanda dan gejala klinis. Ada yang tidak menimbulkan gejala, disebut” “inapparent infection”, yang menimbulkan gejala adalah “apparent infection”.
 
Faktor atau organisme tersebut diatas dapat menyerang host dengan cara:
  • Proses invasi langsung, misalnya oleh stafilokokus
  • Pembuatan toksin yang dapat meracuni manusia, misalnya oleh Cl. Tetani.
  • Menimbulkan hipersentivitas, misalnya oleh jamur-jamur tertentu.
2.   Reservoir dari penyebab ( agent)
Adalah habitat normal dimana agent penyakit menular hidup, tumbuh, dan berkembang-biak. Habitat ini dapat berupa manusia, hewan, dan juga lingkungan.
a.   Reservoir Manusia
    Terdapat dua kategori reservoir manusia, yaitu:
1)   Kasus akut dengan gejala klinis. Kategori ini lebih jarang menyebabkan penularan karena biasanya cepat terdeteksi dan selanjutnya mendapat pengobatan, dan juga orang-orang di sekitar kasus tersebut biasanya waspada akan bahaya.
2) “Carrier cases”, adalah orang-orang yang menderita infeksi tertentu, tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Kategori ini dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a)    “Carrier” dengan “inapparent infections”.
Kasus-kasus ini tidak menunjukkan tanda maupun gejala klinis. Hal ini terjadi pada banyak kasus dan pada banyak penyakit menular. Suatu penelitian epidemiologi menemukan bahwa dari 100 kasus dengan infeksi poliomyelitis, satu orang akan berkembang menjadi kasus polio dengan kelumpuhan, empat orang akan menjadi nonparalitik polio, dan 95 kasus lainnya tetap tanpa diserta gejala klinis.
b)    “Incubatory carrier”.
Adalah kasus-kasus yang mampu menularkan penyakit sebelum munculnya tanda dan gejala klinis dari penyakit tersebut. Darah dari orang yang terinfeksi hepatitis B sudah infeksius selama 3 bulan sebelum timbulnya gejala ikterik (kuning).
c)     “Convalescent carrier”
Adalah kasus-kasus yang setelah mengalami infeksi akut, tetap dapat menularkan penyakit selama dan setelah mereka menjadi sehat. Penggunaan obat yang tidak adekuat pada penderita salmonelosis dapat menyebabkan penderita tersebut menjadi “carrier”.
d)    “Chronic carrier”.
Adalah kasus-kasus yang berlanjut infeksius selama 1 tahun atau lebih. Keadaan ini terdapat pada penyakit-penyakit tifus, hepatitis virus, shigollosis, dll. Persentasi dari kasus yang menjadi karier kronik hanya sedikit.
b.     Reservoir binatang
Yang penting atau perlu diperhatikan adalah binatang peliharaan atau yang berada di sekitar manusia.
c.     Reservoir lingkungan
    Terdiri dari tanaman, tanah, dan air. Kebanyakan dari jamur mempunyai reservoir tanah.
3.    Portal dari agent untuk meninggalkan host
a.     Saluran pernafasan, misalnya mycobacteri tuberculosis
b.     Saluran makanan, misalnya salmonella typhus
c.     Sistem genito-urinarius, misalnya M. gonococcus
d.     Kulit:
  • Melalui lesi pada kulit, misalnya pada cacar air.
  • Percutaneous, melalui gigitan serangan
e.     Transplasental, misalnya hepatitis B, rubella, dll.
4.    Cara penularan dari agent ke host baru
Dibedakan secara langsung dan tak langsung.
a.     Secara langsung
Merupakan penularan yang langsung, yaitu secara kontak atau secara “droplet spred”. Peran dari kontak pada penularan secara langsung ini dapat dilihat pada penyebaran penyakit kelamin dan penyakit enteric (“person to person”). Pada penyakit saluran pernafasan, penyebaran secara langsung biasanya melalui bersin, batuk, berbicara dengan penderita. 
b.     Secara tidak langsung
           Dapat terjadi melalui mekanisme yang melibatkan benda hidup maupun benda tak hidup.
Dikategorikan sebagai berikut:
1)    Vehicle-borne
Meliputi air, makanan, susu, serum, plasma, dll yang berfungsi sebagai perantara transmisi dan masuknya agent ke dalam host.
2)    Vector-borne
  • Bersifat mekanik, yang tidak memerlukan pengembang-biakan dan perkembangan dari agent dalam mata rantai penularan, misalnya E. histolytica.
  • Bersifat biologik, yang memerlukan proses berkembang-biak dan tumbuh dalam proses penularan misalnya F. vivax. 
3)    Air-borne
Biasanya melalui partikel debu, terdapat pada kebanyakan penularan penyakit saluran pernafasan.
5.    Portal dari agent masuk ke host yang baru
Mekanisme yang terjadi adalah seperti pada mekanisme agent meninggalkan host.
 
 6.    Kerentanan host
Kerentanan host tergantung pada faktor genetika. Faktor ketahanan tubuh secara umum, dan imunitas spesifik yang didapat. Faktor ketahanan tubuh yang penting adalah yang berhubungan dengan kulit, selaput lendir, keasaman lambung, silia pada saluran pernafasan, dan refleksi batuk.Faktor-faktor yang meningkatkan kerentanan adalah malnutrisi, bila menderita penyakit lain, depresi system imunologi yang dapat terjadi pada pengobatan penyakit lain (misalnya pada kanker, AIDS, dll).

***
Sudah sangat jelas ya materinya :D
Dituntaskan dengan sebuah discusi, yang temanya tentang penyakit DBD, lumayan menjebak. Mari disimak...

Setiap orang yang sehat apabila digigit nyamuk Aedes Aegypti dipastikan yang bersangkutan akan mengalami sakit Demam berdarah. Bagaimana tanggapan saudara (berdasarkan teori perkembangan penyakit menular?)

Dan ini tanggapanku:
Jelas aku sangat tidak setuju dengan pendapat diatas yang menyebutkan bahwa setiap orang yang sehat apabila digigit nyamuk aedes aegypti dipastikan yang bersangkutan akan mengalami sakit demam berdarah.

Seperti yang kita ketahui bahwa penyakit menular merupakan hasil dari interaksi antara agent, host, dan environment yang dalam prosesnya melibatkan enam faktor penting yaitu: Agent (penyebab), Reservoir dari agent (penyebab), Portal dari agent untuk meninggalkan host, Cara penularan (transmisi) dari agent ke host baru, Portal dari agent masuk ke host yang baru dan Kerentanan host.
Dan penyakit DBD merupakan salah satu penyakit menular, yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes (Ae). 

Ae Aegypti merupakan vektor yang paling utama. Sehingga terjadinya penyakit DBD melibatkan tiga organisme yaitu Nyamuk Aedes sebagai Reservoir, Manusia sebagai host, dan Virus Dengue sebagai agent. Nyamuk Aedes akan menjadi vektor apabila didalam tubuhnya mengandung virus dengue. Seseorang yang sehat apabila digigit nyamuk aedes aegypti yang tidak mengandung virus dengue tidak akan mengalami sakit DBD. Jika di dalam tubuh nyamuk ae aegypti yg menggigit tersebut mengandung virus dengue maka ada kemungkinan terjadinya penyakit.

Selain itu faktor penting lainnya yang mempengaruhi terjadinya penyakit adalah kerentanan terhadap penyakit pada individu, kekuatan dalam tubuh seseorang tidak sama dalam menghadapi suatu penyakit, ada yang mudah atau tahan terhadap penyakit. Semakin rendah tingkat imunitas seseorang maka akan semakin rentan seseorang tersebut untuk terkena penyakit, termasuk penyakit DBD.

Okey, sampai sini faham ya? Kalau bingung, boleh pegangan, hehe...
 

Senin, 12 November 2012

Komunikasi Resiko

Aku bukan orang Epid, sejak dulu aku tak suka pelajaran epidemiologi. Tapi mana kala tugas mengharuskan aku berhubungan dengan pelatihan epid, aku mau bilang apa. Ini sebuah resiko pekerjaan bukan?

Maka dari sekian banyak materi PJJ PAEL, aku paling suka "Komunikasi Resiko". Ini aku kutip ya, semoga ada orang yang butuh artikel ini dan nyasar ke rumah mayaku :D

Sejauh ini aku amat rindu ngeBlog, BW ach begitu mengesankan, indahnya, tapi maaf belum bisa sekarang ;( Terima kasih pada sahabat blogger yang tetap merindukanku, hmmm serasa. Dan yang terpenting terima kasih pada paket-paket terbaru yang aku terima sepanjang akhir Oktober - awal November ini. 


  • Dari Pakde dan para sponsor kontes Indonesia bersatu, baju batiknya sudah kupakai, bukunya belum sempat kubaca. 
  • Terima kasih juga buat Mbak Ami yang telah sudi mengirimkan paket sabun herbalnya, semoga bisnisnya makin lancar ya Mbak :D
  • Dan yang terbaru adalah paket dari Mbak Hany Von Gillern yang telah mengirimkan paket pernak-pernik beserta kartu ucapan Idul Adha dari USA, sungguh membuatku tersanjung lho Mbak dapat kiriman dari LN. Pemilik blog pojok otak-atik, yang karya-karyanya selalu membuatku tergiur :D
Maaf belum sempat pamer fotonya :D

***

Situasi yang berisiko dapat diketahui dari catatan-catatan pekerjaan rutin dan atau dari hasil penelitian, kajian dan laporan situasi khusus ( KLB ). Seluruh laporan / kegiatan tersebut dihimpun selanjutnya dilakukan pengolahan secara epidemiologis. 

Data-data epidemiologi yang dihasilkan kemudian dianalisis untuk dibandingkan dengan manajemen risiko yang telah tersedia. Berdasarkan hasil kajian tersebut, dibuatlah rencana komunikasi risiko yang sesuai dengan sasaran yang diinginkan. Berikut ini dapat dilihat diagram alur komunikasi risiko. 

Pengertian Komunikasi Resiko
Komunikasi risiko adalah pertukaran informasi dan pandangan mengenai risiko dan faktor–faktor yang berkaitan dengan risiko di antara pengkaji risiko, manajer risiko, konsumen dan berbabagai pihak lain yang berkepentingan. Tujuan pokok komunikasi risiko adalah memberikan informasi yang relevan dan akurat dalam istilah yang jelas dan mudah dipahami kepada audiens tertentu. (FAO, Food & Nutrition paper, No.70). Tujuan pokok komunikasi risiko adalah memberikan informasi yang bermakna, relevan dan akurat dalam istilah yang jelas dan mudah dipahami kepada audiens tertentu.  

Komunikasi risiko pada dasarnya merupakan bagian dari rangkaian proses meminimalkan risiko, yang terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu analisis risiko, manajemen risiko dan komunikasi risiko itu sendiri, simak spesifikasinya:

Analisis risiko
Adalah suatu proses penentuan faktor-faktor dan tingkat risiko berdasarkan data-data ilmiah.  

Manajemen risiko
Adalah proses penyusunan dan penerapan kebijakan dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak untuk melindungi masyarakat dari risiko, dalam hal ini risiko terhadap kesehatan. 

Komunikasi risiko
Adalah pertukaran informasi dan opini secara timbal balik dalam pelaksanaan manajemen risiko. Komunikasi risiko merupakan komunikasi dua arah, interaktif dan proses jangka panjang, secara bersama masyarakat dan komunikator melalui dialog. Untuk itu komunikator harus mengembangkan kemampuan mendengar (listening skills), ia harus mampu memahami minat masyarakat dan merespon opini, emosi dan reaksi mereka. 

Komunikator risiko harus ikut serta dalam kegiatan mengarahkan, mengembangkan, melaksanakan dan mengevaluasi.  Mereka harus berperan menjembatani para ahli dan masyarakat.  Komunikator ini berperan juga untuk memperkuat (bukan penghambat) antara manajemen dan masyarakat.  
Komunkasi risiko merupakan bagian integral dan berlanjut dalam praktek analisis risiko dan idealnya semua stakeholders harus terlibat sejak awal sehingga mereka memahami setiap tahap dari risk assessment. Ini akan membantu memastikan, bahwa kondisi logis, signifikansi dan keterbatasan risk assessment secara jelas diketahui oleh seluruh pemangku kepentingan (stakeholders), termasuk juga informasi yang berasal dari stakeholders yang bersifat krusial.  
Tujuan komunikasi risiko adalah :
 
Memberikan informasi yang bermakna, relevan dan akurat dalam istilah yang jelas dan mudah dipahami kepada audiens tertentu dalam rangka:
 
1. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang berbagai persoalan spesifik yang harus dipertimbangkan oleh semua peserta selama proses analisis risiko.
2. Meningkatkan konsistensi dan keterbukaan dalam pengambilan keputusan manajemen risiko dan implementasinya.
3. Memberikan landasan yang aman untuk memahami keputusan manajemen risiko yang diusulkan atau diimplementasikan.
4.   Meningkatkan keseluruhan keefektifan dan efisiensi proses analisis risiko.
5.   Turut memberikan kontribusi pada pengembangan dan penyampaian program informasi dan pendidikan yang efektif jika kedua hal tersebut terpilih sebagai pilihan manajemen risiko.

Bergantung pada apa dan kepada siapa pesan  disampaikan, pesan-pesan komunikasi risiko dapat mengandung informasi sebagai berikut : 
a.      Sifat risiko
  • Karakteristik dan pentingnya ancaman bahaya yang menjadi kekhawatiran.
  • Besaran dan intensitas risiko.
  • Mendesaknya situasi.
  • Apakah risiko itu semakin membesar atau mengecil (trend).
  • Probabilitas pajanan terhadap ancaman bahaya.
  • Distribusi pajanan.
  • Jumlah pajanan yang mengandung risiko yang signifikan.
  • Karakteristik dan besarnya populasi yang berisiko.
  • Siapa yang berisiko paling besar.
b.      Sifat manfaat
  • Manfaat yang sebenarnya atau yang diharapkan dalam kaitannya dengan setiap risiko.
  • Siapa yang memperoleh manfaatnya dan bagaimana caranya.
  • Letak titik keseimbangan antara risiko dan manfaat.
  • Besaran dan pentingnya manfaat.
  • Manfaat keseluruhan bagi semua populasi yang terkena jika digabungkan.
  • Pentingnya masing-masing ketidak pastian.
  • Kelemahan atau ketidak-aturan data yang tersedia.
  • Asumsi yang menjadi dasar estimasi.
  • Sensitivitas estimasi terhadap perubahan asumsi.
  • Efek perubahan estimasi terhadap keputusan manajemen risiko.
Terdapat 6 prinsip agar komunikasi risiko berhasil, yaitu:
 
1.   Mengenali audiens
Dalam merumuskan pesan-pesan komunikasi risiko, audiens harus dianalisis untuk mengetahui motivasi dan pandangan mereka.  Selain secara umum mengetahui siapa yang menjadi audiensnya, kita juga perlu mengenalinya sebagai kelompok dan secara ideal sebagai perorangan untuk memahami kekhawatiran serta perasaan mereka dan untuk mempertahankan terbukanya saluran komunikasi dengan mereka. Mendengarkan semua pihak yang berkepentingan merupakan bagian penting dalam komunikasi risiko.
 
2.   Melibatkan pakar ilmiah
Pakar ilmiah dalam kapasitasnya sebagai pengkaji risiko harus mampu menjelaskan konsep dan proses pengkajian risiko. Mereka harus dapat menerangkan hasil-hasil pengkajian serta data-data ilmiahnya, asumsi dan pertimbangan objektif yang menjadi dasar penjelasan itu sehingga manajer risiko serta pihak berkepentingan lainnya dapat memahami dengan jelas risiko tersebut.  Sebaliknya, manajer risiko harus mampu menjelaskan bagaimana cara keputusan manajemen risiko itu diambil.
 
3.   Menciptakan keahlian dalam berkomunikasi
Untuk bisa berhasil, komunikasi risiko memerlukan keahlian dalam menyampaikan informasi yang mudah dipahami dan mudah digunakan kepada semua pihak yang berkepentingan.  Manajer risiko dan pakar teknis mungkin tidak mempunyai waktu atau keterampilan untuk melaksanakan tugas komunikasi risiko yang kompleks seperti memberikan respons terhadap kebutuhan berbagai audiens (masyarakat, industri, media dan lain-lain) dan menyiapkan pesan-pesan yang efektif. Oleh karena itu, orang yang ahli dalam komunikasi risiko harus dilibatkan sedini mungkin.  Keahlian ini mungkin harus dikembangkan melalui pelatihan dan pengalaman.


4.   Menjadi sumber informasi yang dapat dipercaya
Informasi dari sumber yang dapat dipercaya memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap suatu risiko daripada informasi yang berasal dari sumber yang kurang dapat dipercaya. Kredibilitas yang membuat suatu sumber informasi dipercaya oleh audiens sasaran mungkin bervariasi menurut karakteristik bahayanya, budaya, status sosial dan ekonomi mereka, serta faktor-faktor lainnya. Jika pesan yang konsisten diterima dari banyak sumber, kredibilitas pesan tersebut akan diperkuat. 
Faktor yang menentukan kredibilitas sumber informasi meliputi:
·          Kompetensi atau keahlian yang diakui,
·          Kelayakan untuk dipercaya,
·          Kejujuran, dan
·          Sedikitnya bias. 
Contoh, berikut istilah yang konsumen kaitkan dengan kredibilitas tinggi antara lain “faktual”, “berpengetahuan”, “pakar”, “kesejahteraan masyarakat”, “tanggung jawab”, “kejujuran” dan “track record yang baik.”  Kepercayaan  dan  kredibilitas  harus  dipupuk  dan  kedua hal ini  bisa  terkikis  atau  hilang melalui metode komunikasi yang tidak efektif atau tidak tepat. 
Dalam sejumlah penelitian, respons konsumen menunjukkan bahwa ketidakpercayaan dan kredibilitas yang rendah terjadi akibat informasi yang dilebih-lebihkan, menyimpang, dan demi kepentingan sendiri.  Komunikasi yang efektif harus dapat mengenali persoalan dan isu yang mutakhir, bersifat terbuka dalam hal isi serta pendekatannya dan waktunya tepat.  Ketepatan waktu dalam penyampaian suatu informasi merupakan hal yang paling penting karena banyak kontroversi lebih terfokus pada pertanyaan “Mengapa anda tidak memberitahukannya lebih awal?” ketimbang pada risiko itu sendiri. Informasi yang lupa disampaikan, informasi yang menyimpang, dan informasi demi kepentingan sendiri akan merusak kredibilitas dalam jangka-panjang.
 
5.   Tanggung jawab bersama
Badan pemerintah yang bertugas untuk mengatur di tingkat nasional, regional maupun lokal memiliki tanggung jawab pokok dalam pelaksanaan komunikasi risiko. Masyarakat mengharapkan agar pemerintah memainkan peranan utama di dalam pelaksanaan manajemen berbagai risiko kesehatan masyarakat.  Hal ini memang benar jika pengambilan keputusan dalam manajemen risiko melibatkan kontrol secara sukarela atau melalui peraturan dan juga benar jika keputusan pemerintah adalah untuk tidak melakukan tindakan. Dalam hal yang disebutkan terakhir ini, komunikasi masih tetap penting untuk menyampaikan alasan mengapa keputusan untuk tidak melakukan tindakan merupakan pilihan yang terbaik. 
Untuk memahami kekhawatiran masyarakat dan memastikan bahwa keputusan yang diambil dalam manajemen risiko merupakan respons yang diimplementasi dengan cara yang tepat terhadap kekhawatiran tersebut, pemerintah harus menentukan apa yang diketahui masyarakat tentang risiko dan bagaimana pandangan masyarakat mengenai berbagai pilihan yang dipertimbangkan untuk mengelola risiko tersebut.
 
6.   Menjamin keterbukaan  
Jika masyarakat diharapkan menerima proses analisis risiko dan hasil akhirnya, proses tersebut harus transparan. Meskipun kita menghormati masalah legitimasi untuk menjaga kerahasiaan (misal, informasi atau data yang merupakan milik pribadi), transparansi dalam analisis risiko harus terdiri atas upaya untuk membuat proses tersebut terbuka dan dapat diteliti oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Komunikasi dua-arah yang efektif antara manajer risiko, masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan merupakan bagian yang esensial dalam manajemen risiko maupun kunci untuk mencapai keterbukaan.
 
Faktor yang mempengaruhi komunikasi risiko diantaranya : 
Latar belakang budaya.
Interpretasi suatu pesan akan terbentuk dari pola pikir seseorang melalui kebiasaannya, sehingga semakin sama latar belakang budaya antara komunikator dengan komunikan maka komunikasi semakin efektif.
 
Ikatan kelompok atau group 
Nilai-nilai yang dianut oleh suatu kelompok sangat mempengaruhi cara mengamati pesan.
 
Harapan
Harapan mempengaruhi penerimaan pesan sehingga dapat menerima pesan sesuai dengan yang diharapkan.
 
Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan akan semakin kompleks sudut pandang dalam menyikapi isi pesan yang disampaikan.
 
Situasi
Perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan atau situasi. 


***

Demikianlah, semoga bermanfaat, jangan seperti diriku, saat baru mendengar judul tentang "Komunikasi Resiko" sempat terheran, kok? Memang apa maksudnya, ternyata ya begitulah, seperti uraian diatas.