Apa pantas aku mengaku mencinta
….bila aku tak tahu galaumu
seringkali mungkin kita saling bercerita
tapi isinya dominan tentang luaran saja
....bila aku tak ada saat kau butuhkan
kerap kali serasa aku jadi penasehat dalam puncak pelikmu
tapi justru semua perluku, melepas kewajiban saja
Apa artiku mencinta
kalau hanya ’dekat’
bak awan dengan hujan,
seolah saling melengkapi, bersama ingin hadirkan pelangi
padahal berada untuk saling meniada
untuk apa kalau sanding kita bak dua lilin bercahaya
seperti saling menerangi, padahal kita ’kan habis termakan api
tak kan ada artinya...
Aku memang tak pernah sinarimu, karena aku bukan bintang
dan dirimu pun bukan bulan yang butuh diriku
bukan...dan selamanya tak ’kan pernah bisa
akupun selalu berusaha
untuk tak jadi pohon yang hanya bisa subur dengan haramu
menjadi kecoa lalat yang menebar penyakit di rumah hatimu
kuyakin tak sedramatis itu hadirku
Tapi apakah aku mencinta
bila karena alasan atau pembenaran
”bertandang hanya sesekali, agar terasa manisnya rindu”
apapula ini...
bisa jadi saatku tak datang butuhmu untuk kudengar
bebanmu sedang perlu dibagi
lelapmu harus digebah
lalu benarkah ketika...
setelahnya kudatang dengan runtun ’kuliah wa kultum’
mestinya begini, lain kali begitu
menyalahkan, bahasaku saling mengingatkan
lalu setelah ini ada penghindaran berbaur ketidak nyamanan
lagi kudatang bagai hakim membacakan vonis
Achh...apakah benar aku mencinta
....bila hangatku justu tak saatnya
....bila hiburku tak tempatnya
aku datang saat kau butuh hening untuk kembali menata tatih
aku koreksi ketika kau butuh penguatan
Sungguh mencinta butuh saling menjaga
mencinta saling memberi energi baik
meski ada iklim kompetisi, semua atas nama berlomba dalam kebaikan
seharum Abu Bakar dan Umar bin Khattab
jangan ada aji mumpung walau berdalih simbiosis
selayak Abdurrahman bin Auf pada peristiwa hijrah
Saudaraku, aku mencintamu
dulu, kini, selamanya
....ingatkanku selalu
dulu, kini, selamanya
....ingatkanku selalu
aku pernah, banyak salah tepatnya
aku sama sepertimu, bukanlah malaikat
maka kala khilaf lekat terjadi
kuharap tersisa setulus maaf
kuharap tersisa setulus maaf
Mencintamu...
berbingkai ikhlas
beratmosfer tafahum
semoga jalan menuju ridho-Nya
***
Harapan itu masih ada
~suatu sore, saat merindumu...
Mengenang saudara yang ’pernah’ dekat, bisakah kembali bersama...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar