Jumat, 25 Januari 2013

Duduklah saat Makan dan Minum

Semua yang diperintahkan atau sebaliknya dilarang oleh-Nya lewat Al Qur'an ataupun Hadits pasti ada hikmahnya. Meski tak selalu hikmah itu diketahui. Seperti adab seorang muslim makan dan minum contohnya, disini bukan tentang kandungan halalan toyyibah dari suatu makanan dan minuman. Namun lebih kepada cara saat makan dan minum. Dibeberapa daerah misalnya, hal yang paling tabu dilakukan saat makan dan minum adalah sambil berbicara. 

Memang banyak orang yang lupa atau bahkan belum tahu, bahwa makan dan minum sambil berdiri jelas ada dalil pelarangannya, sampai-sampai karena ingin disebut modern, sekarang ini banyak pesta-pesta yang tidak menyiapkan kursi untuk duduk. Akibatnya saat jamuan makan dan minum para tamu melakukannya sambil berdiri. Pantaskah kita sebagai orang yang ingin diakui sebagai umat Muhammad, SAW ikut latah meniru hal tersebut?

Yups, ternyata ada hikmah mengapa Rasulullah, SAW melarang umatnya makan dan minum sambil berdiri, mungkin ada yang sudah pernah membaca, tapi paling tidak izinkan aku untuk sesaat mengingatkan, paling tidak untukku pribadi.

Aku foto dari sekolahnya Hamas dan Yunda.
Zona Makan dan Minum sambil Duduk di SIT Bina Ilmi :D

“Sesungguhnya beliau melarang seseorang minum sambil berdiri”. Qotadah berkata: “Bagaimana dengan makan?” beliau menjawab: “Itu lebih buruk lagi”. (HR. Muslim dan Turmidzi)


“Jangan kalian minum sambil berdiri! Apabila kalian lupa, maka hendaknya ia muntahkan!” (HR. Muslim)

Dr. Abdurrazzaq Al-Kailani berkata: “Minum dan makan sambil duduk, lebih sehat, lebih selamat, dan lebih sopan, karena apa yang diminum atau dimakan oleh seseorang akan berjalan pada dinding usus dengan perlahan dan lembut. Adapun  minum sambil berdiri, maka ia akan menyebabkan jatuhnya cairan dengan keras ke dasar usus, menabraknya dengan keras,  jika hal ini terjadi berulang-ulang dalam waktu lama maka akan menyebabkan melar dan jatuhnya usus, yang kemudian menyebabkan sekali minum sambil berdiri menyebabakan disfungsi pencernaan. 

Adapun Rasulullah berdiri, maka itu dikarenakan ada  sesuatu yang menghalangi beliau untuk duduk, seperti penuh sesaknya manusia pada tempat-tempat suci, bukan merupakan kebiasaan. Ingat hanya sekali karena darurat! Begitu pula makan sambil berjalan, sama sekali tidak sehat, tidak sopan, tidak etis dan tidak pernah dikenal dalam Islam dan kaum muslimin.


Dr. Ibrahim Al-Rawi melihat bahwa manusia pada saat berdiri, ia dalam keadaan tegang, organ  keseimbangan dalam pusat saraf sedang bekerja keras, supaya mampu mempertahankan semua otot pada tubuhnya, sehingga bisa berdiri stabil dan dengan sempurna. Ini merupakan kerja yang sangat teliti yang melibatkan semua susunan syaraf dan otot secara bersamaan, yang menjadikan manusia tidak bisa mencapai ketenangan yang merupakan syarat tepenting pada saat makan dan minum. Ketenangan ini bisa dihasilkan pada saat duduk, dimana syaraf berada dalam keadaan tenang dan tidak tegang, sehingga sistem pencernaan dalam keadaan siap untuk menerima makanan dan minum dengan cara cepat.


Dr. Al-rawi menekankan bahwa makanan dan minuman yang disantap pada saat berdiri, bisa berdampak pada refleksi saraf yang dilakukan oleh reaksi saraf kelana (saraf otak kesepuluh) yang banyak tersebar pada lapisan endotel yang mengelilingi usus. Refleksi ini apabila terjadi secara keras dan tiba-tiba, bisa menyebabkan tidak berfungsinya saraf (vagal inhibition) yang parah, untuk menghantarkan detak mematikan bagi jantung, sehingga menyebabkan pingsan atau mati mendadak.


Begitu pula makan dan minum berdiri secara terus –menerus terbilang membahayakan dinding usus dan memungkinkan terjadinya luka pada lambung. Para dokter melihat bahwa luka pada lambung 95% terjadi pada tempat-tempat yang biasa bebenturan dengan makanan atau minuman yang masuk. Air yang masuk dengan cara duduk akan disaring oleh sfringer. Sfringer adalah suatu struktur muskuler (berotot) yang bisa membuka (sehingga air kemih bisa lewat) dan menutup. Setiap air yang kita minum akan disalurkan pada ‘pos-pos’ penyaringan yang berada di ginjal. Nah, jika kita minum berdiri air yang kita minum tanpa disaring lagi. Langsung menuju kandung kemih. Ketika langsung menuju kandung kemih, maka terjadi pengendapan disaluran ureter. Karena banyak limbah-limbah yang menyisa di ureter.


Inilah yang bisa menyebabkan penyakit kristal ginjal. Salah satu penyakit ginjal yang berbahaya. Susah kencing itu  penyebabnya. Sebagaimana kondisi keseimbangan pada saat berdiri disertai pengerutan otot pada tenggorokan yang menghalangi jalannya makanan ke usus secara mudah, dan terkadang menyebabkan rasa sakit yang sangat yang mengganggu fungsi pencernaan, dan seseorang bisa kehilangan rasa nyaman saat makan dan minum. Oleh karena itu marilah kita kembali hidup sehat dan sopan dengan kembali ke pada adab dan akhlak Islam, jauh dari sikap meniru-niru gaya orang-orang yang tidak belum mendapat hidayah Islam.


Sumber @kutipanhikmah

Melengkapi Rasa

Ini tentang rasa yang seharusnya ada
Tapi entah seberapa takaran rasa
Sebab terkadang membuat mata terpijing, seperti keasinan
Sering juga kepala mengeleng, pahit atau asam yang terasa?
Entahlah, namun rasa yang tertolak

Sebab kerap kali rasa yang hadir membuat nyeri
Mampu menyentak, bahkan melinangkan air mata
Walau bukan kepedasan
Ya, adalah ini tentang rasa
Meski bukan rasa pada lidah semata

Tentang sebuah rasa dihati sahaja
Yang selayaknya dimiliki
Untuk pantas dikata mencintai
Rasa yang sejatinya dipunya
Agar kelak syafa'atmu bisa kami dapat

Rasa mencintaimu, rasa menyanjungmu
Rasa mengidolakanmu, rasa merindu, tak sebatas kata
Tapi gerak yang menyerta, melakukan sepertimu
Duhai junjungan kami, tauladan kami
Semoga kami layak menjadi umatmu

Minggu, 20 Januari 2013

Review Blog: Penampilan Mbok Ayu

Sudah sejak awal meniatkan untuk ikut serta di hajatannya Dinda Idah, namun disayangkan baru didetik-detik terakhir ini bisa menuntaskan maksud dihati *semoga masih diterima ya ;)

Jujur sudah beberapa tulisan yang sempat kubaca, ihhh baru nyadar ternyata pemilik Langkah Catatanku ini masih sangat belia, habis fotonya menipu, tampak dewasa, anggun dan berwibawa *tsssaaahhh, asli, pujian yang keluar dari lubuk hati yang terdalam. Dan bermula dari pandangan inilah maka yang aku pilih untuk di review kali ini adalah tulisan yang berjudul .

Aduhai Idah, sama ya kita sering menganggap penampilan mbok-mbok adalah sesuatu yang harus dihindari. Dikonotasikan tak rapi, sehingga bikin kita kurang pede. Dulu waktu zaman SMA (pertama pakai jilbab saat kelas II SMA, sekedar pemberitahuan :lol:) dan kuliah, saat diri masih muda imut, akupun termasuk golongan yang anti ogah pakai jilbab kaos. Kalau istilahnya Idah jilbab oblong. Aku anggap kurang pantaslah ya *secara pakai baju kaospun tak diizinkan juga kan yaaa... 

Etetapi seiring perjalanan waktu saat sudah punya anak, bersamaan juga sudah berada di dunia kerja. Perlakuan terhadap jilbab kaospun berubah, sedikit demi sedikit malah jadi akrab dan bersahabat. Lebih ringkas, mudah memasang dan gampang perawatannya. Manalagi aku berkesempatan tugas di Puskesmas yang ada di Kampung, dinas di UGD, dan jam praktek yang berdurasi 24 jam. Artinya pasien boleh datang kapan saja, tak ada jam praktek seperti dokter di Kota. Hubungannya jelas ada dong, aku seolah semakin ketergantungan dengan yang namanya jilbab kaos. Bahkan tak hanya saat kepepet saja, terkesan menikmati, buktinya jilbab kaos jadi kupakai kemana-nama, dengan tak canggung lagi *hadeeehhh ngaku ;) Bahkan fotoku saat mejeng jadi Model di BlogCamp itu ya pas pake jilbab kaos lho, sepulang dari Posyandu yang becek tak ada ojek, suerrrr...

Beruntungnya kemasan jilbab kaos makin unik dan kreatif, sebut saja beberapa produk Rabbani yang begitu memasyarakat, sampai para selebritipun mau memakainya *ikut bangga dech pokoknya... Namun tetap saja, jauh dilubuk hati yang terdalam, aku tetap sepakat bahwa untuk acara resmi seperti ke sekolah, ke kampus atau ke kantor sebisa mungkin dihindari berjilbab kaos ria, kecuali kepepet seperti yang dialami Idah, hihiiiii... Masa menjadi tim kesehatan haji juga aku cuma bisa memakai jilbab kaos *mana sempat pakai peniti apalagi bross ;) Dan di tempat tugasku yang sekarangpun, aku mulai melazimkan diri lagi untuk tidak memakai jilbab kaos ke kantor. Pernah sengaja kutulis disini.

Tapi satu hal yang tak kalah penting untuk Idah ingat bahwa ala kita jauh lebih ayu ketimbang penampilan gemerlapnya para artis hollywood yang memamerkan keindahan rambut mereka. Idah pasti tahu mengapa? Yups, karena penampilan dengan jilbab kaos yang membuat kita tampak bunder dan kayak bakpao itu jelas-jalas menutup auratkan yaaa...  Jadi tetap semangat, meski kayak mbok-mbok tetap ayu kok :lol:  

Tentang dalil apa saja batasan aurat atau syarat pakaian syar'i yang menutup kayaknya Idah sudah faham dech... Intinya jangan menerawang atau ketat yang menampakkan lekuk tubuh. Ini jelas harus lebih diwaspadai, jangan karena tak ingin bunder eh malah pakai baju yang membungkus, hingga terlihat seksi. Betul? Eitsss bukannya mau sok menggurui lho sayang, tapi lebih kepada mengungkapkan cinta padamu, pada sosok seorang adik yang membanggakan. Dan yang terpenting adalah mengingatkan diri sendiri. 

Kalaulah ada yang sempat membuatku berkernyit, kira-kira apa ya sebabnya tulisan tentang ini diberi label mari belajar ;) Mungkin maksudnya agar kita terus belajar membenahi diri dalam segala hal termasuk dalam masalah penampilan dan memenagement waktu juga. Logikanya, seseorang yang pandai mengelola waktu tak mengenal istilah kepepet, mati lampu seharian tak akan ada masalah kalau jilbab-jilbab sudah kita setrika sejak kemarin. Tapi tetap saja ya yang namanya kepepet terkadang sulit dihindari, seperti yang kualami saat menulis posting ini *ketar-ketir masihkah terkejar deadlinemu, h2c...

Sudah dulua achhh... 
Ada bunga sekuntum dikerubungi semut, 
Ada salam dan senyum dikirim buat Idah imut

“Senyum Bersama Langkah Catatanku”

give-away-langkah-catatanku

Give Away I Love Mimi

Buat Mimi Arie Sayang;
Semoga rahmat dan karunia-Nya selalu tercurah untukmu
Semoga barokah umurmu :D

Terimalah Persembahan Spesial dari kami...

Salam hangat dari Wong Kito Galo :D

Mimi Arie kami mencintaimu karena-Nya semata
Meski kita belum pernah bersua raga
Harapan kami, suatu hari kelak ada kesempatan kita berjumpa
Bukankah Jambi dengan Palembang bertetangga


Giveaway I Love Mimi

Artikel ini diikutsertakan dalam Giveaway I Love Mimi

Sabtu, 19 Januari 2013

Kelahiran Nabi Muhammad

Dari siroh kita ketahui, Nabi Muhammad di lahirkan tepat sesaat setelah Pasukan Gajah Abrahah berniat menghancurkan Ka'bah, sehingga tahun kelahirannya disebut juga dengan tahun gajah. Peristiwa yang sangat fenomenal tersebut sampai diabadikan dalam Al Qur'an. Ingatkan? Dan beberapa hari lagi kalender hijriah menandakan tanggal kelahiran Nabi Muhammad, SAW meski ketepatannya dari sumber yang kebenarannya hanya Allah yang tahu. Menurutku hal yang lebih penting adalah meneladani sosok Sang Idola, tak sebatas memperingati hari lahirnya saja. 

Dan ini perlu kita sampaikan pada anak-anak kita. Jangan sampai mereka lebih kenal Naruto daripada Nabi Muhammad, SAW. Karena cara mengemas kartun Naruto lebih menarik daripada Siroh Nabawiyah. Untuk itu kita jangan sampai kehabisan akal, karena ada banyak cara untuk menceritakan kisah luar biasa ini pada anak-anak kita. Salah satunya lewat sebuah nasyid yang amat kusukai sejak dulu hingga kini dari Raihan, yang judul aslinya Nabi Anak Yatim. Adakah yang tahu? Atau kalau lupa boleh lihat video ini :D





Selanjutnya aku lengkapi dengan liriknya juga. Semoga mampu menghadirkan getaran kerinduan pada pribadi agung yang kita harapkan syafaatnya dihari akhir kelak.
Muhammad Muhammad 
Muhammad Mustafa
Ibunya bernama Aminah
Ayahnya bernama Abdullah
Dilahirkan di Makkah Mukarramah
Ibu susunya Halimatus Sa'adiah

Ayahnya meninggal dunia 
Tika Nabi di dalam kandungan 
Alangkah sedih pilunya 
Ibunya menjaga baginda 
Muhammad Mustafa

Semasa di dalam perjalanan 
Pulang dari maqam suaminya 
Aminah jatuh sakit di Abwa'
Kembali ke alam baqa'
Tinggallah Nabi seorang diri
 
Hilanglah insan yang dikasihi 
Tinggallah Nabi seorang diri 
Mengajarnya hidup berdikari
Anak yatim anak yang mulia
Dilindungi Allah setiap masa

Terpadam api di Biara Majusi 
Runtuhlah istana Kisra Parsi
Mekah diterangi cahya putih
Tanda lahir Nabi anak yatim

Anak yatim anak yang mulia 
Dilindungi Allah setiap masa

Hidupnya yatim, yatim piatu 
Tiada Ayah tiada Ibu
Hidupnya yatim, yatim piatu 
Namun dialah manusia agung

"Jika kisahmu diulang seribu tahun setelah kepergianmu, maka mereka yang mencintaimu akan merasakan kehilangan yang sama dengan para sahabat yang menyaksikan hari terakhirmu, wahai lelaki yang cintanya tak pernah berakhir. Mereka yang membaca kisahmu, ikut tersenyum bersamamu, bersedih karena penderitaanmu, membuncah bangga karena keberhasilanmu, dan berair mata ketika mendengar kepergianmu. Seolah engkau kemarin ada disisi, dan esok tiada lagi"
(Tasaro GK dalam Muhammad Para Pengeja Hujan)
 
Sedang kita, apa yang dirasakan saat menyusuri siroh Sang Junjungan?

Jumat, 18 Januari 2013

Galau Setelah Mengenal Ibu Ainun

Buku karya Pak Habibie yang berjudul Habibie & Ainun memang telah lama terbit. Dan lumayan jadi buah bibir. Tapi tak dapat dipungkiri, baru setelah film yang dibintangi Reza Rahardian dan Bunga Citra Lestari ditayangkan, sosok Habibie & Ainun makin dikenal khalayak. Ibu Ainun yang luar biasa jadi bahasan dibanyak forum. Dan hari ini, seorang sahabat sempat menceritakan kegalauan hatinya, saat mendengar seseorang membahas tentang keutamaan menjadi ibu rumah tangga dengan bercermin dari sosok Ibu Ainun.

Sosok Ibu Ainun yang bagaimana? Mari sejenak kita samakan persepsi :D Seperti yang diketahui banyak orang, termasuk aku bahwa meskipun Ibu Ainun punya latar belakang pendidikan yang tinggi, lulusan kedokteran dari sebuah Universitas Negeri ternama, namun tetap memilih untuk menjadi ibu rumah tangga sejati. Dalam kutipan yang beredar dari tulisan Ibu Ainun:
“Mengapa saya tidak bekerja? Bukankah saya dokter? Memang. Dan sangat mungkin saya bekerja waktu itu. Namun saya pikir: buat apa uang tambahan dan kepuasanan batin yang barangkali cukup banyak itu jika akhirnya diberikan pada seorang perawat pengasuh anak bergaji tinggi dengan resiko kami sendiri kehilangan kedekatan pada anak sendiri? apa artinya ketambahan uang dan kepuasan professional jika akhirnya anak saya tidak dapat saya timang sendiri, saya bentuk sendiri pribadinya? Anak saya akan tidak mempunyai ibu. Seimbangkah anak kehilangan ibu bapak, seimbangkah orang tua kehilangan anak, dengan uang dan kepuasan pribadi tambahan karena bekerja? Itulah sebabnya saya memutuskan menerima hidup pas-pasan. Tiga setengah tahun kami bertiga hidup begitu”
Galaunya sahabat tersebut sebenarnya terkait langsung dengan keberadaan Ibunya yang seorang wanita bekerja. Secara pribadi dirinya tak menerima ketika ada opini dari tulisan yang dibacanya (seolah) memojokkan wanita bekerja. Baginya meski Ibunya bekerja tapi tetap bisa mengurus keluarga dengan baik, dirinya dengan saudaranya yang lain bahkan begitu salut dengan perjuangan Ibunya. Ibunya bekerja disebuah stasiun TV yang jam kerjanya sangat tak menentu, terkadang sampai malam, malah saat iedul fitri dan adhapun sering harus tetap bertugas. "Ibuku tetap hebat meski bekerja diluar rumah", kira-kira begitu jerit hatinya. Ya aku menjadi saksi bahwa sang anak tumbuh menjadi wanita sholeha yang mandiri, amanah dan cerdas yang tetap mengakui bahwa jasa Ibundanyalah yang mengantarnya bisa seperti sekarang ini. Aahaaaa, kegalauan seorang anak dari Ibu yang bekerja diluar rumah dan sebenarnya juga adalah kegalauan banyak wanita bekerja lainnya. Akupun pernah mengalaminya. Syukurnya masa itu telah berlalu.

Dulu masa-masa awal punya anak aku jelas ingin mengasuhnya dengan tanganku sendiri, total, agar kelak anak-anak merasakan betul keberadaanku sebagai guru pertama dalam kehidupan mereka. Tapi semuanya berjalan beriringan dengan yang lainnya. Ada beberapa kondisi yang mendorongku sampai akhirnya mau jadi pegawai negeri. Padahal semasa kuliah dulu aku bersama banyak rekanku sudah terobsesi untuk jadi ibu rumah tangga sejati, punya klinik di rumah sendiri dan tak berminat sama sekali dengan namanya bekerja diluar rumah, apatah lagi jadi abdi negara. Hadeeeh, ribet, terikat waktu dan gajinyapun sering dibilang tak standart. Namun seiring berjalannya waktu ternyata banyak suara hati dari orang-orang terkasih yang harus juga aku dengar. Bahkan Ibunda tercinta yang seorang ibu rumah tanggapun berkeinginan supaya anaknya ini bisa jadi pegawai negeri.

Ya singkat cerita atas permintaan orangtua pada akhir 2004 aku mendaftarlah diri sebagai abdi negara. Di terima, maka mulai 01 janiari 2005 aku resmi menerima gaji dari negara. Alangkah bahagianya kedua orangtuaku. Akupun bersyukur bisa merasakan juga bahagia itu. Hanya suamiku yang ketar-ketir. Nanti bagaimana kelanjutannya. Bukankah janjinya hanya menjalankan PTT di kampung halaman Ayahandaku, Way Kanan, Lampung. Saat itu durasi PTT masih 3 tahun, nah kok malah jadi pegawai tetap. Bisa pindah ke Palembangkah nanti? Berbekal pada prasangka baik pada-Nya kami menjalani hari sampai masa tiga tahun pertama. Ketika akhir tahun 2007 ada celah untuk pindah, semua urusannya aku jalani. Mulai dari menghadap kadinkes, mengurus rekomendasi ke tempat yang mau menerimaku di Palembang aku lakoni dengan semangat baja. Sampai masuk masa satu tahun tak ada kemajuan. Maka pada Agustus 2008 aku bisanya hanya pindah tempat tugas masih di Kabupaten yang sama.

Sebenarnya sepanjang masa itu aku tetap bisa mengurus anak-anak dengan optimal, artinya masa bertemu mereka memang sangat leluasa. Anak-anak bahkan sering ikut aku ke puskesmas, karena memang jaraknya dekat dengan rumah Datuk mereka dimana aku tinggal. Hanya suamiku yang harus kerja jauh di Palembang, saat itu belum ada peluang untuk pindah bergabung bersama kami. Jarak 4-5 jam perjalanan  dengan kereta api ataupun bus yang harus ditempuh membuat kami rela harus berpisah. Ada kalanya 3 hari pisah, 2 hari kumpul, atau terkadang 5 hari pisah lalu kumpul selama 2 hari pisah lagi. Kasian, semuanya jadi tak maksimal. Keadaan masih sangat tidak sesuai dengan harapan kami, aku mulai galau. Ditambah anak-anak hampir masuk usia sekolah. Saat mana fase disiplin sudah selayaknya diterapkan.

Maka kamipun membuat satu kesepakatan, aku harus pindah. Kalaulah tak bisa pindah aku harus berhenti, tak ada pilihan lain. Kedua orangtuaku menyampaikan rasa hatinya. Tapi aku sudah mantap, ridho suami tentu lebih utama, tinggal bagaimana mengemasnya menjadi satu yang tak membuat keduanya berada pada kubu yang bersebrangan. Ternyata ini sulit. Suami mengingatkan pada kontrak waktu 3 tahun untuk mengabdi di kampung halaman, dan itu sudah berlalu. Disisi yang lain kedua orangtua memintaku untuk melihat status pegawai negeri yang sekarang sebagai bentuk kesyukuran, betapa banyak orang yang sampai tahan mengeluarkan uang demi bisa jadi pegawai negeri, sementara aku malah mau berhenti. Saat itu aku sampai merasa serba salah. Sebab secara financial, gajiku dari negara memang telah menjadi ladang berbagiku untuk biaya kuliah adik atau sekedar menyenangkan hati kedua orangtuaku, adapun nafkahku dan kedua anak kami sepenuhnya tetap dari suami.

Yang kuingat saat itu aku selalu memaksa diriku untuk terus berdo'a pada Allah dengan segenap kepasrahan untuk diberikan jalan keluar yang terbaik. Banyak tulisan tentang menjadi ibu rumah tangga yang produktif membuatku lebih yakin untuk berhenti bekerja saja. Tapi aku berusaha untuk tidak berdo'a agar aku bisa segera berhenti dari pegawai negeri tanpa ada konflik dengan kedua orantuaku. Aku tetap menyerahkan yang terbaik menurut Allah, bukan yang terbaik menurutku, menurut suamiku ataupun menurut kedua orangtuaku. Dan yang aku rasakan betul adalah ketika kepasrahan sudah makin bulat, Allah justru menunjukkan jalan-Nya agar aku bisa pindah ke Palembang. Luar biasanya kali ini begitu mudah, tak melalui kepala dinas kesehatan lagi tapi Bupati yang langsung tanda tangan. Semuanya begitu lancar, hingga membuatku terkaget-kaget. Lucunya rumah sakit yang awalnya mau menerimaku di Palembang justru berbalik menutup diri. Dan karena kebaikan seorang rekan aku malah masuk ke kantorku yang sekarang. Sampai akhirnya aku pindah ke Palembang dengan restu kedua orangtua dan tetap bekerja sebagai abdi negara atas izin suami.

Menjadi ibu rumah tangga sejati sampai sekarang tentulah tetap menjadi impianku. Akupun salut dengan semua orang yang memilih jalan untuk meninggalkan dunia bekerjanya untuk menjadi Ibu Rumah tangga seperti Ibu Ainun. Aku ajungkan jempol buat para IRT sejati, mereka telah menemukan lahan garapan yang tak meragukan dan diidamkan oleh para wanita perindu syurga. Tapi dizaman Rosulullahpun ada para tabib wanita, pasukan wanita bahkan juru masak wanita yang menyertai beliau ke medan jihad. Aku sadar aku bukan para sahabat yang mulia itu, aku hanyalah wanita akhir zaman yang ingin menjadikan lahan tempatku bekerja ini menjadi ladang jihadku yang mampu mengantarkanku pada kemuliaan.
Jadi memang saat ini aku tak galau lagi, dulu aku pernah iri pada mereka yang bisa begitu saja berenti bekerja saat sudah menikah. Sekarang aku tahu betul, wanita yang memilih bekerja ataukah ibu rumah tangga semua pasti punya segudang alasan. Semua tentu sudah melewati serangkaian pertimbangan untuk akhirnya memutuskan memilih profesi yang saat ini ditekuni. Bagiku saat ini. Apa saja pilihan kita asalkan kita tahu diri, sadar dengan tanggung jawab utama kita, sebagai istri dan Ibu para generasi penerus maka tak ada yang berhak membuat kita galau. Menjadi ibu bekerja sepertiku, asalkan tetap berjuang lebih keras memanagement waktu untuk menempatkan suami, anak-anak dan keluarga menjadi yang utama aku rasa tak kalah lebih baik dengan ibu rumah tangga yang masih sempat nonton acara selebriti di rumah. Jadi kembali kepada diri kita, saat memutuskan menjadi seperti Ibu Ainun silakan belajar menjahit, gubraaakkk... maaf, intermezo. Maksudnya tak perlu galau-galau lagi achhh :D

Ada banyak ibu bekerja yang bisa mengantarkan anaknya menjadi para ilmuan sholeh, meski ada banyak juga ibu bekerja yang melahirkan anak-anak putus sekolah, terkena narkoba atau terjerumus pergaulan bebas. Demikian juga dengan ibu rumah tangga sejati, banyak juga yang berhasil menjadikan anak-anaknya pakar pada bidang tertentu, tapi yang tak bisa dipungkiri ada juga ibu rumah tangga yang anaknya jadi preman. Jadi masalahnya bukan bekerja atau tidaknya sang Ibunda, melainkan bagaimana ia mampu menjadi guru pertama yang mengajarkan teladan buat anak-anaknya. Bila saat seorang ibu bekerja yang belum bisa bertemu anaknya hingga sore hari namun hatinya terus menggemuruhkan do'a buat anak-anaknya, agar selalu berada dalam lindungan-Nya, lalu mana yang lebih utama dengan seorang ibu yang bisa langsung menyambut anaknya saat mereka pulang dari sekolah lalu berteriak karena penat menyuruh anaknya makan, membentak mereka saat tak meletakkan tas atau sepatu pada tempatnya. Accchhhh semoga aku bukan sedang mencari pembenaran... aku hanya ingin selalu mengingatkan diriku, bahwa suami dan anak-anaklah yang paling berhak atas senyum manis dan kata-kata mesra nan bersahabat dariku, bukan atasan di kantor atau teman kerja. Semogaaaa... mari saling mengingatkan, do'akan aku sahabat :D

Senin, 14 Januari 2013

Giveaway Senangnya Hatiku: Saat Bertugas

Sebuah pengalaman yang sebenarnya sudah sering aku ceritakan di blog ini. Sudah berseri bahkan, tapi jujur aku tak pernah bosan untuk mengulangnya, mengambil sisi lain disetiap jengkal kenangan tersebut. Saat dimana pada musim haji tahun 1431 H atau bertepatan dengan tahun 2010 yang lalu aku diizinkan Allah menginjakkan kaki di dua tanah haram, dan bisa menunaikan rukun islam kelima, walaupun bukan sebagai jama'ah biasa. Karena aku diberi kesempatan naik haji gratis, tanpa bayar dan tak perlu mengantri. Pada tahun yang sama untuk bisa berangkat haji seseorang harus sudah mengantri paling tidak sejak dua tahun yang lalu, adapun sekarang antrian calon jama'ah haji khususnya Sumatera Selatan sudah sampai 2023, sepuluh tahun lagi. Dan saat itu akupun mendapat uang honor dari tugas yang dijalankan. Yang jumlahnya lumayan, kalau dibelikan motor bebek merk ternama uangnya masih ada kembalian. Nah kenapa ujung-ujungnya ngomongin duit yak? Ini imbas rasa senang dihati. Pokoknya Subhanallah dech, syukur Alhamdulillah...
 
Alkisah, aku berangkat sebagai Petugas Kesehatan Haji Indonesi, tepatnya sebagai dokter kloter 31 JKG. Tugasku saat itu adalah sebagai koordinator kesehatan kloter yang harus mengurusi 450 orang jama'ah dan didampingi oleh 2 paramedis yang lain. Bayangkan kami bertiga harus mengurusi begitu banyak orang. Berat rasanya, tapi karena aku yakin bahwa ini adalah tugas mulia maka aku tetap bersemangat. Apalagi menjadi dokter kloter atau sering juga disebut TKHI (tim kesehatan haji Indonesia) adalah impianku sejak zaman kuliah dulu. Namun karena saat tamat aku sudah menikah dan sulungku masih batita maka keinginan tersebut hanya aku pendam. Anak kedua lahir tak sampai dua tahun kemudian, dan dengan komitmenku untuk tetap memberikan ASI sampai umur 2 tahun, maka niatan untuk ikut seleksi TKHI belum juga bisa kuwujudkan. Tahun berikutnya saat ananda belum disapih, suami masih berat mengeluarkan izin. Maka tiba masanya Hamas berumur 5 tahun, barulah suami berkenan memberiku izin, lama ya, tapi justru izin suamilah kata kuncinya, maklum masa tugasnya 40 hari.

Awalnya memang suamiku berat melepasku berangkat sendiri ke sebuah Negeri yang jauh dalam waktu yang lama, tapi aku berhasil meyakinkan. Sumber kekhawatirannya adalah karena aku punya penyakit ashtma, sedangkan tugas selama disana terkategori berat dan cuaca yang sangat ekstrim. Panas dan dingin yang berbeda dari Indonesia. Alasan yang masuk akal bukan? Aku sebenarnya juga tak kalah cemas, tapi aku mengantisipasi semuanya dengan persiapan yang matang. Ibarat mau perang, amunisiku harus yang terbaik dan juga harus menguasai medan. Olahraga teratur, bawa habattussauda, spirulina dan kopi Radix untuk menjaga stamina selama disana. Sedangkan untuk berjaga-jaga aku tetap membawa inhaler, obat ashtma pamungkas yang disemprotkan bila terjadi serangan. Dan alhamdulillah selama disana, kesehatanku justru paripurna. Jangankan ashtma, batuk filekpun tak kebagian, bukannya aku termasuk golongan onta atau tiang listrik lho, secara katanya semua jama'ah haji pasti mengalami batuk filek, kecuali onta dan tiang listrik, hiiii... Tapi sungguh, para jama'ahpun banyak yang heran, kenapa aku tak kena batuk filek seperti kebanyakan mereka, bahkan ada yang sampai berulang kali. Ini bisa jadi karena banyak yang mendo'akanku dan yang pasti karena Allah sudah menunjukkan Maha Kuasanya.
  
Dan seperti yang kita ketahui haji itu adalah satu bentuk ibadah fisik. Artinya semua rangkaian ibadah selama di sana sangat mengandalkan kesehatan dan kebugaran jasmani. Saat berangkat sebagai petugas tanggung jawabku adalah membantu para jama'ah untuk tetap sehat saat menjelang, puncak haji dan sampai kepulangannya. Sebuah kebahagian yang luar biasa bila kita bisa mendampingi para jama'ah melaksanakan ibadahnya dengan maksimal karena ditunjang oleh kesehatan yang baik. Karena tak semua jama'ah haji Indonesia dapat sukses menjalankan semua rangkaian ibadah selama disana, paling mereka hanya mampu berada pada zona aman. Artinya berada pada kondisi hanya bisa ikut ibadah wajibnya saja. Padahal berapa banyak biaya yang sudah dikeluarkan untuk berangkat, mencapai > 30 juta. Mau tahu penyebabnya? Umumnya ini karena kondisi kesehatan mereka yang tidak memungkinkan, sudah banyak yang lanjut usia. Jadi untuk tawaf keliling ka'bah 7 kali saja, mereka harus naik kursi roda, butuh biaya lagi. Apalagi sya'i bolak-balik Syafa ke Marwa, banyak yang tak kuat lagi. Ditambah daya ingat para lanjut usia sudah semakin menurun, akibatnya sering nyasar dan banyak lupa tuntunan ibadah haji. Och sungguh disayangkan.
 
Setiap tahunnya jumlah calon jama'ah haji Indonesia akan terus bertambah, seiring dengan kesadaran beragama yang makin baik juga tingkat ekonomi yang semakin sejahtera. Tapi yang justru memprihatinkan, jumlah yang makin banyak itu tidak dibarengi dengan mutu yang makin baik pula. Sedih bila melihatnya, banyak jama'ah haji kita yang hanya sibuk belanja. Kalau ditanya mengapa tak sholat ke Masjid Haram, alasannya kurang enak badan. Tapi kalau belanja oleh-oleh bisa dari pagi sampai malam, enak-enak saja itu badannya. Belum lagi banyak yang rajin mengeluh. Cuaca panas dikeluhkan, antri kamar mandi mengeluh, makanan tak sesedap di Indonesia bisa jadi bahan keluhan berkepanjangan. Kasiankan, jadi hilang rasa syukurnya.

Terlebih pada puncak haji saat fase wukuf di Arafah, Musdhalifah dan mabid 3-4 hari di Mina. Totalnya hanya 5 hari saja pelaksanaan ibadah wajib. Secara lebih jelas pernah kuceritakan disini. Sedangkan sisa waktunya untuk serangkaian ibadah sunnah yang memang sangat menggiurkan pahalanya. Coba renungkan, satu kali sholat wajib di Masjidil Haram, Mekkah sama dengan 10.000 sholat dimasjid biasa. Sedangkan untuk sholat di Masjid Nabawi, Madinah itu setara 1.000 kali. Sebuah keutamaan yang tak selayaknya dilewatkan. Maka bila suatu saat kita berangkat haji, usahakan saat masih muda, agar selama disana bisa optimal beribadahnya bahkan bisa menolong orang lain. Biasanya jama'ah yang masih muda akan lebih banyak melakukan ibadah-ibadah sunnah selama disana karena fisiknya lebih bugar dan kesehatan badannya lebih terjaga.   

Tapi tidak semuanya begitu, banyak juga jama'ah haji yang tetap semangat dalam beribadah selama disana. Sering sulit sekali ketemu mereka di Maktab karena dari sebelum subuh sampai setelah Isya beribadah di Masjidil Haram. Ya, saat di Mekkah kami mendapat Maktab yang jaraknya sekitar 2 Km, jadi tanggung memang kalau mau bolak-balik. Ada juga angkutan, tapikan mesti tambah ongkos, belum lagi cuaca yang memang jauh lebih panas dibanding di Indonesia. Jadi memang kalau aku selaku jama'ah yang leluasa beribadah sunnah, pasti juga memilih banyak-banyak berada di Masjidil Haram, menggunakan aji mumpung, mumpung di Mekkah, kapan lagi. Namun aku sadar, kondisiku berbeda, bila ingin ke Masjidil Haram harus lihat situasi dan kondisi kesehatan para jama'ah dulu, kalau aman baru bisa berangkat. Dan itupun harus gantian dengan petugas yang lain. Namanya petugas, berada di sana adalah dalam rangka tugas, mendampingi para jama'ah haji. Setiap hari selama di Mekkah bisa ke Masjidil Haram pada satu waktu sholat saja sudah bersyukur. Itupun dalam kondisi yang sangat beragam, ada yang mengambil waktu subuh, berangaktnya tengah malam, sekitar jam 2. Atau pada waktu dhuha sampai dzuhur. Biasanya aku pergi bersama dengan rombongan jama'ah yang lain. Kadang lihat mereka jalan bareng suami atau orangtuanya, aku suka sedih sendiri. Tapi aku yakin suatu hari aku akan datang lagi kesana, tidak sendiri lagi dan bukan sebagai petugas. Do'akan ya...

Dan bila berkisah tentang Madinah, membuatku banyak merenung tentang peristiwa hijrah. Ternyata jarak antara Mekkah ke Madinah itu jauh. Kalau naik bus sekitar 7-8 jam perjalanan. Selama dalam perjalanan menuju ke Madinah, aku merasakan suasana yang mengharu biru. Membayangkan sosok Nabi Muhammad yang Agung bersama para sahabat saat peristiwa hijrah, mereka hanya berjalan kaki, sebagian dengan naik onta. Sejauh mata memandang hanya gurun pasir dan batu cadas, panas terik sangat menyengat. Apalagi mereka harus berangkat dibawah kejaran kaum kafir Quraysi, sungguh peristiwa yang luar biasa. Dan aku selalu terkesima kalau mendengar atau membaca cerita hijrah. Sangat fenomenal. Wajarlah bila dianggap sebagai tonggak babak baru dakwah Nabi. 
 
Maka saat kloter kami sampai di Madinah, aku sungguh kagum dan terpesona. Begitu damai. Kota yang bersih, tertib dan sangat bersahaja. Aku langsung jatuh hati. Rasa segera ingin beristirahatpun hilang, dikalahkan oleh hasrat untuk berziarah ke makan manusia paling mulia, Nabi Akhir zaman. Makam Nabi Muhammad, SAW tersebut terletak di salah satu sudut masjid Nabawi. Didukung dengan jarak antara Maktab dengan masjid Nabawi hanya 200 m saja. Kubah masjid bahkan terlihat jelas dari Maktab kami, suara adzanpun terdengar keras. Pokoknya semua jama'ah kloter kami langsung sehat sampai di Madinah. Bukan berarti tak ada jama'ah yang sakit. Ada, tapi tak banyak, rata-rata aman terkendali. Ada satu jama'ah kloterku yang sejak awal datang ke Madinah sampai menjelang pulang ke tanah air harus rawat inap di BPHI karena ashtmanya anfal dan paru-parunya gagal mengembang sehingga selalu perlu dipasang oksigen. Hal ini dipicu juga oleh cuaca dingin di Madinah saat itu yang mencapai 6 derajat Celsius, dingin menusuk sampai ke tulang. Aku yang juga ashtma sangat bersyukur bisa bertahan dicuaca yang sangat dingin itu.

Bersama Nenek Halimah, seorang jama'ah yang berumur 80 tahun,
yang rajin menyambangiku ke Posko Kesehatan. 
Jama'ah tertua dikloterku adalah Nenek Zahro, 90 tahun, sudah lumpuh dan pikun, berangkat bersama anak dan menantunya.

Bersama dua Nini yang selalu semangat ke Nabawi, Nenek Jamilah dan Nyai Masayu.
Jangan tanya umurnya ya karena aku lupa mencatat :D


Berada di Madinah hanya 8 hari, semuanya untuk serangkaian ibadah sunnah. Ziarah ke makam Nabi, ke Raudhah dan sholat wajib selama 40 waktu di Masjid Nabawi (ini yang dikenal dengan sebutan sholat Arbain). Entah karena senang hampir pulang ke tanah air, atau senang karena leluasa bisa ke Masjid Nabawi tampa khawatir tersesat, umumnya jama'ah kloterku jadi sehat dan segar. Mereka bahkan bersemangat bisa ikut sholat Arbain di Masjid Nabawi. Aku juga luar biasa bahagianya, karena semua jama'ah sehat artinya aku bisa leluasa selama di Madinah. Mana lagi memang managemant penanganan jama'ah yang sakit sangat berbeda dengan di Mekkah. Kalau ada jama'ah kloter yang perlu diinfus, maka aku harus langsung merujuknya ke Sektor, dari sanapun biasanya langsung dibawa ke BPHI (Balai Pengobatan Haji Indonesia). Rangkaian kemudahan dari Allah yang sangat aku syukuri. Akupun puas berpetualang di Madinah. Ke Raudhah, ikut shalat Arbain, kepasar kurma, pokoknya puncak bahagianya aku adalah saat berada di Madinah ini. 

Sejujurnya saat bertugas sebagai dokter kloter inilah yang paling membuat hatiku senang, sepanjang sejarah menjalani tugas keprofesian ini. Dan akhirnya berangkat dari pengalamanku bertugas ini, sepenuh hati aku menghimbau kepada semua sahabat blogger agar meniatkan diri untuk bisa berangkat haji selagi masih muda. Selanjutnya usahakan segera mendaftar sesegera mungkin sesuai dengan kemampuan. Jangan menunggu ada kelebihan rezky baru mendaftar, tapi sebaliknya dengan mendaftar haji, Insya Allah akan diberikan keluasan rezky. Karena tugas kita adalah menjalankan serangkaian proses memantaskan diri untuk menjadi tamu-Nya di Baitullah. Sempurnakan do'a-do'a kita untuk menuju kesana. Soal giliran tahun berapa kita akan berangkat haji, serahkan hanya pada-Nya.


ga amazzet
Artikel ini diikutsertakan dalam Giveaway Senangnya Hatiku.

Kamis, 10 Januari 2013

Filosofi Rumah Sehat

Saat ditanya tentang filosofi sebuah rumah sehat, aku ya agak bingung juga. Secara kata 'rumah sehat' yang sering kudengar adalah sebuah bangunan yang umumnya dijadikan klinik pengobatan, yang secara maknawi dapatlah dikatakan, orang sakit yang datang ke 'rumah sehat' tersebut mengharapkan sembuh dari sakitnya. Tapi ternyata bukan itu yang dimaksudkan. Aku ya terpaksa, eh ikhlas ding, nanya sama si mbah gugel berharap bisa memuaskan hati sang penanya. Tapi ternyata saat kata kunci 'filosofi rumah sehat' yang kumasukkan, maka akan disajikan banyak bahasan tentang klinik pengobatan. Sama dong dengan yang ada dikepalaku, hmm...

Ada yang tentang filosofi beberapa rumah adat. Filosofi rumah adat banjar, rumah adat toraja, rumah adat sasak. Akhirnya cari-cari lagi dan dapatlah sedikit tentang itu, aku kembangkan sendiri. Dan kurekam dech diblog ini, itung-itung nambah postingan yang jelas keteteran akhir-akhir ini. Yach mana tahu ada seseorang yang butuh bahan tulisan tentang ini dan nyasar dengan manis disini. Ya gitu dech, singkat cerita semoga ada manfaatnya :D

Yang tak bisa disangkal bahwa setiap diri pasti berkeinginan untuk mempunyai rumah. Keinginan itu diwujudkan dengan beragam cara bisa dengan menabung, kredit pemilikan rumah dengan berbagai fasilitas yang ditawarkan, ada beberapa yang mendapat warisan, atau bahkan hadiah. Yang terbaru mungkin masih ingat sebuah acara di A*NTV memberikan hadiah rumah senilai 1,5 M untuk yang berhasil mendapatkan predikat sebagai penghuni terakhir. Mungkin ada yang ingat acaranya? Karena jujur aku tak mengikuti, tak begitu faham bahkan ketika pernah mencoba ikut nonton hatiku kok kurang sreng karena persaingan yang ditampakkan menurutku terkesan kurang sopan. Duch, tak sukalah daku. Eitsss napa jadi melantur yaak...

Kembali ke topik :D Menurut sebagian orang, rumah yang paling membanggakan adalah rumah yang diperoleh dari hasil kerja sendiri. Betul? Langkah untuk memiliki rumah dapat juga diawali dengan membeli tanah, sesuai kemampuan kita. Lalu, kitapun berencana untuk membangun rumah idaman. Selanjutnya bisa dengan mempersiapkan gambar, estimasi biaya pembangunan, dan lengkap dengan bahasan seni interior serta eksterior rumah yang memenuhi standar sehat seseuai yang kita inginkan, disesuaikan dengan dana. 

Rumah yang kita bangun akan menjadi lebih baik jika terlebih dahulu dikonsep. Setidaknya, hal ini akan mengilustrasikan bentuk dan suasananya. Ketika konsep sudah dianggap baik, bisa kita lanjutkan dengan menabung bahan bangunan. Ada beberapa cara yang dipakai sebagian orang yang ingin memiliki rumah, yaitu dengan menitip tabungan ke toko bangunan. Berdasarkan pengalaman cara seperti ini sangatlah menguntungkan.

Membangun rumah dimulai dari pondasi itu adalah dasar sebuah rumah, begitu juga untuk meraih sehat, dasarnya yang harus kita utamakan, bukan tampilan luarnya.Kita bangun pondasi yang kokoh. Terlebih, jika rumah itu dibuat bertingkat. Semua titik harus menggunakan cakar ayam. Dari pondasi itu, kita akan memperoleh gambaran awal bagaimana rumah kita nantinya. Dengan susunan pondasi yang kuat dan ideal, bangunan itu akan terlihat indah dan kokoh. Akhirnya, semua dinding terselesaikan. Program rumah itu dilanjutkan dengan memberikan genteng yang bagus. Kita harus memilih genteng yang antipecah, ringan, dan tidak mudah bocor. Dan yang terpenting terbuat dari bahan yang aman untuk kesehatan. Bukan asbes yang sudah diteliti berbahaya bagi kesehatan kita. 

Rumah sehat haruslah memiliki jendela dan pintu yang cukup. Untuk pertukaran udara dipagi hingga sore hari. Jendela yang ideal adalah yang sering dibuka tutup. Saat malam, jendela dan pintu harus ditutup sempurna. Angin malam dan ragam kejahatan yang akan diundang datang bila jendela dan pintu kita biarkan terbuka saat malam hari. Jangan tanya menurut teori siapa ya, kalau tak percaya coba saja nanti malam biarkan pintu atau jendela rumah menganga, hehe... Maka bila dikaitkan dengan filosofinya, demikianlah kita dalam kehidupan ini, ada bagian yang bisa dibuka untuk umum, namun ada kalanya harus menjadi rahasia diri, agar tak ada fitnah atau su'udzon dari sekitar.

Saat sudah selesai dibangun, rumah ternyata belum disebut layak huni. Jauh dari kata rumah sehat juga pastinya. Sebab disebut rumah sehat jika ada isinya yang mendukung fungsi. Kita tentu tidak nyaman bila menempati rumah kosong. Rumah yang baik adalah rumah yang fungsional karena perabot yang mengisinya. Untuk itu kitapun berbelanja peralatan rumah. Kita pilih dan susun sofa, buffet, meja makan, dan beragam asesoris rumah. Tak perlu mahal, asal fungsinya benar-benar sesuai. 

Yang juga perlu diperhatikan adalah rumah sehat tak hanya untuk sekedar berteduh ketika hujan atau panas matahari. Tapi lebih dari itu, rumah sehat membawa kenyamanan dan ketenangan jiwa bagi semua penghuninya. Diantara filosofi rumah sehat serta syarat rumah yang diidamkan keluarga sakinah meliputi: rumah sebagai tempat melepaskan segala kepenatan dunia, rumah adalah surga di dunia yang sangat sementara ini, rumah adalah tempat segala kenangan, rumah asri akan menyegarkan penghuninya. Dimana filosofi sebuah rumah yang sehat bila ada seseorang yang sakit masuk ke rumah tersebut akan terasa 'sehat' walau sebenarnya sakitnya belum tuntas.

Kenangan saat Survey Rumah Sehat di Belitong.



Secara umum juga filosofi rumah sehat adalah rumah yang mampu menjadi istana bagi semua penghuni keluarga. Artinya rumah akan terasa nyaman dengan adanya kasih sayang dalam keluarga, rumah terasa tenteram dengan ucapan baik dalam keluarga, rumah terasa aman dengan kerukunan antar penghuni dan tetangga. Rumah juga merupakan saksi bagi kehidupan kita selama di dunia maka didalamnya lakukanlah kebaikan. Dan dalam rumah yang sehat sebaiknya semua urusan kerumahtanggaan adalah tanggung jawab istri atas penjagaannya bukan pihak lain yang mendominasi, mertua atau ibu misalnya. 

Rumah yang luas adalah salah satu bentuk kenikmatan di dunia, namun yang tak terpungkiri rumah akan terasa luas serta tenteram dengan rahmat Allah. Artinya luas bukan hanya masalah luasnya fisik dalam ukuran. Rumah sehat adalah yang penuh barokah karena semarak dengan bacaan Al-Quran. Jadi rumah sehat saat baru ditempati tidaklah perlu diberi sesaji (kesyirikan).

Rumah yang bersih dan sehat adalah dambaan keluarga karena kebersihan memang sebagian dari iman, dan rumah yang tertata rapi sangat sedap di pandang mata. Rumah sehat adalah salah satu tempat belajar, jadi memang rumah adalah tempat belajar ilmu dunia dan ilmu akhirat.  Rumah sehat adalah tempat kita menjalani semua aktifitas hidup dunia dan mempersiapkan bekal akhirat. Artinya rumah sehat adalah dimana kita dapat melakukan segala kreatifitas bermanfaat yang bisa menghantarkan kita meraih kesuksesan dunia dan akhirat.

 Dan yang sejatinya, hidup itu juga seperti rumah. Kita hidup tidak boleh sekadar hidup. Kita harus mempunyai gambar yang jelas tentang hidup kita. Ketika gambaran hidup yang baik diperoleh, kita akan lebih cerdas dalam mengisi hidup itu dengan membangun prinsip dan keyakinan yang matang. Kita tidak boleh setengah hati untuk melakukan segalanya. Jika bersikap setengah hati, hasilnya pun pasti juga hanya setengah, tidak akan maksimal.

Keyakinan yang kuat tentang masa depan akan menjadi pegangan hidup. Kita melangkah untuk meraih cita didasarkan pada pondasi keyakinan itu. Sebab Allah menentukan hasilnya sesuai dengan isi batin kita. Artinya isi hati (niat) atau batin kita harus berkualitas. Niat saja belum cukup. Kita bangun niat itu dengan kinerja yang baik. Kita harus berniat segalanya untuk mencari keridhoan dan keberkahan Allah. Bekerjalah semata untuk beribadah. Hendaknya kita dijauhkan dari niat bahwa bekerja itu untuk mencari uang semata. Yakinlah bahwa uang itu bukan tujuan, melainkan salah satu akibat sebuah usaha atau kinerja. 

Maka ketika kinerja sudah dinilai baik, kita hiasi diri kita dengan pesona. Tunjukkanlah kelebihan positif kita bukan sekadar meraih predikat dimata manusia. Hendaknya kita dijauhkan dari perasaan sombong. Ketika kita sudah mampu menunjukkan pesona diri, orang lain yang akan menilai diri kita sebagai pribadi berkharisma nan bersahaja. Untuk menjaga kharisma itu, kita perlu menanamkan kebaikan tanpa mengharapkan balasan.  
 
Selanjutnya mari kita ringankan kaki untuk membangun semangat berbagi. Jika itu sudah dilakukan, tampaklah kini rumah kita yang sebenarnya: kokoh, indah, berpenghuni yang saling menyayangi, saling mengingatkan dan terjaga. Itulah konsep rumah sehat yang sesungguhnya, rumah yang akan membuat kita selalu berlomba-lomba dalam kebaikan, rumah tempat merancang segala hal untuk meraih sukses dunia dan akhirat, yang dikenal dengan istilah rumahku syurgaku, baiti jannati.