Selasa, 23 Agustus 2011

Hari gini gak Bayar ZAKAT, Apa kata Akhirat?

Waktu aku masih kecil, jujur aku hanya kenal dengan zakat fitrah saja, yang dibayar pada saat Ramadhan menjelang Iedul fitri.  Usia dimana saat kehidupan ekonomi orangtuaku mulai membaik, sekitar akhir SMP, aku mulai tahu ada zakat Maal. Ya aku tahu ini dari mengamati Papa yang sibuk menghitung-hitung uang lalu dimasukkan ke amplop-amplop guna dibagikan kepada sanak kerabat yang kurang mampu, padahal zakat fitrah kami sekeluarga sudah dibayarkan ke Masjid. Waktu kutanya, ternyata jawabnya untuk 'zakat maal'. Dan saat itu, akupun tak berusaha untuk tahu lebih lanjut.

Saat kuliahlah aku baru tahu ada banyak jenis zakat, antaranya zakat profesi, zakat perusahaan, zakat emas/perak bahkan zakat binatang ternak. Ya baca-baca secukupnya ala ingin tahupun aku lakukan, dan melahirkan tekad kelak akupun akan membayar zakat-zakat serupa ini.

Sekian waktu kemudian, setelah aku menikah dan punya penghasilan dari profesiku, Alhamdulillah bersama suami yang punya kommitmen sejalan, kamipun berusaha mengamalkannya. Bayar Zakat !!! Yang tak hanya zakat fitrah saja ;)
"......Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridhaan Allah, maka itulah orang-orang yang akan dilipatgandakan (pahalanya) "  
Q.S Ar-Rum : 39


Sekilas Info tentang Zakat Profesi/ Zakat Penghasilan :
Pengertiannya adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi bila telah mencapai nisab. Adapun cara praktis menghitung zakat profesi yaitu:
Nisabnya sebesar 5 wasaq / 652,8 kg gabah atau setara dengan 520 kg beras.
Besar zakat profesi itu sendiri adalah 2,5 %. Terdapat 2 kaidah dalam menghitung zakat profesi
  1. Menghitung berdasarkan penghasilan/pendapatan kasar (bruto). Besar zakat yang dikeluarkan = Pendapatan total  x 2,5 %
  2. Menghitung dari penghasilan /pendapatan bersih (netto). Pendapatan wajib zakat = Pendapatan total - pengeluaran perbulan. Pengeluaran perbulan yang wajar = Pengeluaran diri, istri, anak 3 orang dan cicilan rumah. Maka besar zakat yang harus dikeluarkan = Pendapat wajib zakat x 2,5 %
Silakan mau pilih yang mana, yang salah adalah yang tidak memilih salah satunya, artinya yang salah adalah yang tidak membayar zakat padahal sudah melampaui nisab.
Yang harus diingat dalam hal ini adalah penghasilan tidak sama dengan gaji lho :)
Misalnya :
  • Bila ada seorang karyawan swasta dengan gaji 3 juta tapi dari hasil-hasil lemburnya ada 2 juta maka artinya penghasilannya adalah 5 juta.
  • Bila ada seorang PNS guru dengan gaji 2,5 juta, dan dari hasil mengajar les/ privatnya ada 2 juta lagi maka penghasilannya adalah 4,5 juta.
  • Ada lagi, seorang dokter dengan gaji 2,5 juta dan hasil prakteknya 3 juta maka artinya penghasilannya 5,5 juta.
Begitu seterusnya ~
Adapun contoh menghitung batas nisab, misalnya kita ragu apakah penghasilan kita sudah terkena batas nisab atau belum, maka langsung saja kalikan harga perkilogram beras yang biasa kita makan sehari-hari dengan 520 kg beras. Rata-rata harga beras sekarang Rp. 7.000,- rupiah x 520 kg beras = Rp. 3.640.000,- rupiah. Bila beras yang kita makan Rp. 6.000,-... ya kalikan saja.
Mudah bukan ???
Maka tak ada alasan lagi untuk tak bayar zakat profesi atau zakat-zakat lainnya.  Karena bila ....

Hari gini gak bayar Zakat, APA kata AKHIRAT !!!!

23 Ramadhan 1432 H, suatu pengingat untuk diri sendiri untuk tunaikan kewajiban berzakat.  Selanjutnya menghimbau untuk membayar  zakat via lembaga serupa DSIM kalau berdomisili di Sum-Sel agar zakat kita mampu menjadi kail, bukan hanya ikan-ikan kecil yang walau gurih rasanya tapi tak akan bermanfaat untuk jangka waktu yang lama.
Sekali lagi, sungguh saya bukan siapa-siapa, bukan staff atau rekanan DSIM, tapi saya satu dari sekian banyak orang yang sangat merindukan zaman dimana tidak adalagi para mustahik diseluruh  penjuru negeri, semuanya mengajukan diri sebagai muzakki.  Indahnya masa itu... mari kita mulai dengan zakat kita sendiri, salurkan dengan sepenuh hati. Tak hanya sebatas menggugurkan kewajiban saja.  

3 komentar:

Anonim mengatakan...

bu, saya mau cerita tentang kasus pembagian zakat di kampungku.

Zakat ketika sebelum terjadinya reformasi 98 orang2 mengantarkan zakat ke amil dan dibagikan kepada orang2 yg wajib menerimanya. Yang jadi masalah ketika itu orang yg wajib menerima jatahnya sedikit.

Setelah terjadi reformasi orang2 di kampungku memberikan zakat secara langsung kepada orang2 yg wajib menerima dan sekarang orang yg wajib menerima zakat ternyat zakat yang diterima lebih banyak daripada sebelum reformasi.

Zakat yg jadi masalah menurutku zakat untuk saat ini kebanyakan masih bersifat konsumtif bukan untuk alokasi yg produktif semisal zakat dialokasikan buat para penuntut ilmu sehingga zakat itu tidak habis cuma untuk makan tetapi untuk jangka panjang.

Permasalahan zakat di negara kita menurutku masih jauh kurang efektif jika dibandingkan dengan malaysia yg sudah dapat mengalokasikan hasil zakat untuk biaya pendidikan.

Lyliana Thia mengatakan...

Nah ini aku bisa komen disini Mbak
oooh ternyata modemnya mbak...
klo pake indosat nggak bisa loadingnya
skrg aku pake telkomflash... ternyata bisa tuh...
ckckck... ternyata oh ternyata...

oh iya... zakat...
alhamdulillah setelah dikeluarin rasanya ploooong... hehehe....

Artineke A. Muhir mengatakan...

Andes:
Ya begitulah kondisi pembayaran zakat yang banyak di Negeri kita, masih hanya berupa ikan saja, semoga ya untuk masa-masa mendatang bisa lebih baik lagi, terima kasih sudah berbagi dan berkunjun kemari ya...

Tia:
Sama dong Tia, Mbak juga sekaran pake TelkomFLASH *lho kok jadi kaya promosi ya, hehe...mestinya kita dapat honor nich Tia ;)

Pak Indra:
Taqobbql ya Kariim...
Sama-sama Pak, kami sekeluarga juga mohon maaf lahir batin ya dan terima kasih untuk kartu lebarannya ya ;) Maaf baru bisa dijemput, hehe...

Salam sucses juga...